A. Motivasi
Beragama
1. Pengertian Motivasi
Motivasi
itu sendiri merupakan istilah yang lebih umum digunakan untuk menggantikan tema
“ motif-motif “ yang dalam bahasa inggris disebut dengan motive
yang berasal dari motion, yang berarti gerakan atau sesuatu yang
bergerak. Karena itu motivasi erat hubungannya dengan “gerak”, yaitu gerakan
yang dilakukan manusia atau disebut tingkahlaku atau amaliyah. Motivasi dalam psikologi berarti ransangan,
dorongan, atau pembangkit tenaga bagi terjadinya tingkah laku.
2. Peran Motivasi
Motivasi
memiliki beberapa peran dalam kehidupan manusia, setidaknya ada empat peran
motivasi yaitu :
a. Motivasi berfungsi sebagai pendorong
manusia dalam berbuat sesuatu, sehingga menjadi unsur penting dari tingkah laku
atau tindakan manusia.
b. Motivasi berfungsi untuk menentukan
arah dan tujuan.
c. Motivasi berfungsi sebagai
penyeleksi atas perbuatan yang akan dilakukan oleh manusia baik atau buruk,
sehingga tindakkannya selektif.
d. Motivasi berfungsi sebagai penguji
sikap manusia dalam beramal, benar atau salah, sehingga bisa dilihat kebenaran
atau kesalahan yang bersifat emosional dan subyektif.
Berbicara tentang agama memerlukan
suatu sikap ekstra hati-hati, karena meskipun masalah agama merupakan masalah
sosial, tetapi penghayatan- nya sangat bersifat individual. Apa yang dipahami
dan apa yang dihayati sebagai agama oleh seseorang, sangat bergantung pada
latar belakang dan kepribadiannya. Hal ini membuat adanya perbedaan tekanan
penghayatan dari satu orang keorang lain, dan membuat agama menjadi bagian yang
amat mendalam dari kepribadian atau privacy seseorang. Oleh karena itu,
agama senantiasa bersangkutan dengan kepekaan emosional.[1]
3.
Jenis Motivasi
Jenis motivasi ada dua yaitu :
a. Motivasi beragama yang rendah
1) Karena didorong oleh keinginan untuk
mendapat perasaan jah dan riya’
2) Karena ingin mematuhi orang tua dan menjauhkan larangannya
3) Karena demi gengsi atau prestise
4) Karena didorong oleh keinginan untuk
mendapatkan sesuatu atau seseorang
5) Karena didorong oleh keinginan untuk
melepaskan diri dari kewajiban agama.
b. Motivasi beragama yang tinggi
1) Karena didorong oleh keinginan untuk
mendapatkan surga dan menyelamatkan diri dari azab neraka.
2) Karena didorong oleh keinginan untuk
beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah.
3) Karena didorong oleh keinginan untuk
mendapatkan keridhaan Allah dalam hidupnya.
4) Karena didorong oleh keinginan untuk
mendapatkan kesejahteraan dan kebahagian hidup.
5) Karena didorong oleh ingin hulul (mengambil tempat untuk menjadi
satu dengan Tuhan).
6) Karena didorong oleh kecintaan (mahabbah)
kepada ALLAH SWT.
7) Karena ingin mengetahui rahasia
Tuhan dan perraturan Tuhan tentang segala yang ada (ma’rifah).
8) Karena didorong oleh keinginan untuk
al-ittihad (bersatu dengan Tuhan).
Berbicara mengenai motivasi, kita
mengenal apa yang disebut dengan motivasi lebih tinggi, seperti kreativitas dan
cinta kasih. Ada kalanya untuk sementara waktu kita “mengalihkan paandangan
dari diri sendiri”, dimana kita merasa bahwa ada sesuatu yang lebih agung
dibandingkan dengannya. Perasaan semacam ini juga menyertai kebiasaan tertentu.
Dengan mencurahkan cinta kasih bagi orang lain tanpa pandang bulu, kita
seolah-olah mengabaikan atau melupakan “diri” kita sendiri, tetapi memperoleh
kebahagiaan atau wawasan spritual yang lebih tinggi sebagai gantinya. Kebanyakan
agama dan filsafat menjadikan hal ini sebagai tujuan tertingginya.[2]
B. Inteligensi
Beragama
1. Pegertian Inteligensi
Inteligensi ( kecerdasan ) dalam bahasa ingris disebut intelligence
dan bahasa arab disebut al-dzaka meenurut arti bahasa adalah pemahaman,
kecepatan, dan kesempurnaan sesuatu.
Kecerdasan
hanya berkaitan dengan kemampuan struktur akal ( intellect ) dalam menangkap
gejala sesuatu, sehingga kecerdasan hanya bersentuhan dengan aspek-aspek
kognitif ( al-majal al-ma’rifi)
2.
Macam-Macam Inteligensi
a. kecerdasan intelektual adalah
kecerdasan yang berhubungan dengan proses kognitif seperti berpikir, daya
menghubungkan dan menilai atau mempertimbangkan sesuatu.
b. Kecerdasan Emosional
1) pengertian kecerdasan emosional
merupakan istilah baru yang pertama kali ditemukan oleh salovey, namun istilah
tersebut menjadi popular ditengah-tengah masyarakat. Kemudian dari istilah
tersebut kecerdasan emosional untuk menggambarkan sejumlah kemampuan mengenali
emosi diri sendiri.
2) Aspek-Aspek Kecerdasan Emosional
Ari Ginanjar
mengemukakan aspek-aspek yang berhubungan dengan kecerdasan emosional dan
spiritual, yaitu :
a) Konsisten ( istiqamah )
b) Kerendahan hati ( tawadhu’)
c) Berusaha dan berserah diri (
tawakkal )
d) Ketulusan ( ikhlas ) dan
totalitas ( kaffah )
e) Keseimbangan ( tawazun )
f) Integritas dan penyempurnaan (
ihsan )
c. Kecerdasan Moral
Kecerdasan moral ialah kemampuan
untuk merenungkan mana yang benar dan mana yang salah, dengan menggunakan
kecerdasan emosional dan intelektual pikiran manusia. Indikator kecerdasan
moral adalah bagaimana seseorang memilikii pengetahuan tentang moral yang benar
dan yang buruk.
Menurut Abdul Mujid kecerdasan moral
tidak bisa dicapai dengan menghafal atau mengingat kaedah atau aturan yang
dipelajari di dalam kelas, melainkan membutuhkan interaksi dengan lingkungan
luar. Ketika seorang anak berinteraksi dengan lingkungan maka dapat
diperhatikan bagaimana sikap yang diperankan, penuh batas kasih, adanya atensi,
tidak sombong atau angkuh, egois atau mementingkan diri sendiri dan sejumlah
sikap lainnya.[3]
d. Kecerdasan Spritual
Kecerdasan
spiritual bukanlah doktrin agama yang mengajak manusia untuk cerdas memilih
salah satu agama, ia merupakan sebuah konsep yang berhubungan bagaimana
seseorang mempunyai kecerdasan dalam mengelola makna-makna, nilai-nilai dan
kualitas kehidupan spritualnya.
e. Kecerdasan Qalbiah
Kecerdasan qalbiah adalah sejumlah
kemampuan diri secara cepat dan seempurna, untuk mengenal kalbu dan
aktivitas-aktivitasnya, mengelola dan mengekspresikan jenis-jenis kalbu secara
benar, memotivasi kalbu untuk membina hubungan moralitas dengan orang lain, dan
hubungan ubudiah dengan Tuhan.[4]
C. Sikap
Keagamaan
Sikap
keagamaan merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorong
sisi orang untuk bertingkah laku yang berkaitan dengan agama. Sikap keagamaan terbentuk karena adanya
konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai komponen kognitif
perasaan terhadap agama sebagai komponen efektif dan prilaku terhadap agam
sebagai komponen kognitif.
Kemudian
bagaimana rasa keagamaan itu dapat mempengaruhi ketentraman batin seseorang.
Berbagai konflik yang terjadi dalam diri seseorang hingga ia menjadi lebih taat
menjalankan ajaran agamanya atau meninggalkan ajaran itu sama sekali.[5]
Menurut
Siti Partini pembentukan dan perubahan sikap dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
:
1. Faktor internal, berupa kemampuan
menyeleksi dan mengolah atau menganalisis pengaruh yang datang dari luar,
termasuk disini minat dan perhatian.
2. Faktor eksternal, berupa faktor di
luar dari individu yaitu pengaruh lingkungan yang diterima.
D.
Tingkah Laku Keagamaan
1. Pegertian Tingkah Laku
Tingkah laku itu merupakan tanggapan
atau rangkaian tanggapan yang dibuat sejumlah makhluk hidup. Dalam hal ini,
tingkah laku itu walaupun harus mengikut sertakan tanggapan pada suatu organisine, termasuk yang ada diotak,
bahasa, pemikiran, impian-impian, harapan- harapan, dan sebagainya, tetapi ia
juga menyangkut mental sampai aktivitas fisik.
2. Pengertian Tingkah Laku
Keagamaan
Tingkah
laku keagamaan adalah segala aktivitas manusia dalam kehidupan didasarkan atas
nilai-nilai agama yang diyakininya. Tingkah laku keagamaan tersebut merupakan
perwujudan dan jiwa keagamaan berdasarkan kesadaran dan pengalaman beragama
pada diri sendiri.
Tingkah
laku keagamaan itu sendiri pada umumnya didorong oleh adanya suatu sikap
keagamaan yang merupakan keadaan yang ada pada diri seseorang. Dengan sikap
itulah akhirnya lahir tingkah laku keagamaan sesuai dengan kadar ketaatan
seseorang terhadap agama yang diyakininya
3. Motivasi Yang Melahirkan Tingkah
Laku Keagamaan
Penyebab
tingkah laku keagamaan manusia itu merupakan campuran antara berbagai faktor, baik
faktor lingkugan, biologi, psikologi rohaniah, unsur fungsional, unsur asli dan
fitrah atau karunia Tuhan. Karena itu studi yang mampu membahas masalah
empiris, non empiris dan rohaniah adalah agama.
Menurut Nico Syukur Dister terdapat empat hal
yang menyebabkan seorang memunculkan tingkah laku keagamaan, yaitu :
a. untuk mengatasi frustasi
b. untuk menjaga kesusilaan serta tata
tertip masyarakat
c. untuk memuaskan intelek yang ingin
tahu
d. untuk mengatasi ketakutan
E. Ketaatan
Beragama
Ketaatan
beragama membawa dampak positf terhadap kesehatan mental karena pengalaman
membuktikan bahwa seseorang yang taat beragama ia selalu mengingat Allah SWT. Karena
banyaknya seseorang mengingat Allah SWT, jiwa akan semakin tentram.
Untuk lebih jelasnya dapat
diperincikan sebagai berikut :
1. Faktor psikologis yaitu kepribadian
dan kondisi mental.
2. Faktor umum yaitu anak-anak, remaja,
dewasa dan tua.
3. Faktor kelamin yaitu laki-laki dan
wanita.
4. Faktor pendidikan yaitu orang awam, pendidikan menengah dan
intelektual.
5. Faktor stratifikasi social yaitu
petani, buruh, karyawan, pandangan dan sebagainya.[6]
F.
Kesimpulan
Dapat
disimpulkan bahwa perkembangan jiwa keagamaan dipengaruhi oleh
berbagai aspek psikologis yang secara tidak langsung menyatakan bahwa
antara agama dan psikologi saling mempengaruhi, yakni diantaranya dalam hal motivasi
beragama, intelegensi (kecerdasan) beragama,
sikap beragama, tingkah laku beragama, dan ketaatan beragama.
Motivasi memiliki beberapa peran
dalam kehidupan untuk menjalankan aktivitas keagamaan, ada empat motivasi yang
berperan dalam kehidupan manusia. Motivasi berfungsi sebagai pendorong manusia
dalam berbuat sesuatu, penyeleksi atas perbuatan, menentukan arah dan tujuan,
penguji manusia dalam beramal.
Intelegensi berarti kapasitas umum dari
seorang individu yang dapat dilihat padakesanggupan pikirannya dalam mengatasi
tuntutan kebutuhan-kebutuhan baru, keadaan rohaniah secara umum yang dapat
disesuaikan dengan problem-problem dan kondisi-kondisi yang baru didalam
kehidupan.
Didalam sikap keagamaan antara
komponen kognitif, efektif dan kognatif saling berintegrasi sesamanya secara
kompleks. Sikap keagamaan bukan merupakan bawaan akan tetapi dalam pembentukan
dan perubahannya ditentukan oleh faktor internal dan eksternal.
Tingkah laku keagamaan itu itu
sendiri pada umumnya didorong oleh adanya suatu sikap keagamaan yang merupakan
keadaaan yang ada pada diri seseorang. Sedangkan Ketaatan beragama membawa dampak positf
terhadap kesehatan mental karena pengalaman membuktikan bahwa seseorang yang
taat beragama ia selalu mengingat ALLAH SWT.
DAFTAR
PUSTAKA
Dadang Kahmad. 2009. Sosiologi
Agama. Bandung: Pt Remaja Rosdakarya
George
Boeree.2008. Psikologi Sosial.
Jogjakarta: Prismasophie
Jalaludin.
2010. Psikologi Agama. Jakarta: Pt Rajagrafindo Persada
Ramayulis. 2007. Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia
http://elfahri.blogspot.com/2012/04/aspek-aspek-psikologis-yang-berhubungan.html, diakses pada 05 Oktober 2012
http://mukrojat.blogspot.com/2012/03/aspek-aspek-psikologis-yang-berhubungan.html, diakses pada 05 Oktober 2012
[1]
Dadang Kahmad, Sosiologi
Agama, (Bandung: Pt Remaja
Rosdakarya, 2009), Hal 161.
[2] George Boeree,
Psikologi Sosial, (Jogjakarta:
Prismasophie, 2008), Hal 30
[3] http://elfahri.blogspot.com/2012/04/aspek-aspek-psikologis-yang-berhubungan.html, diakses pada 05 Oktober 2012
[4] http://mukrojat.blogspot.com/2012/03/aspek-aspek-psikologis-yang-berhubungan.html,
diakses pada 05 Oktober 2012
[5] Jalaludin, Psikologi
Agama, (Jakarta: Pt Rajagrafindo Persada, 2010), Hal 17
[6] Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2007), Hal: 102
0 comments:
Post a Comment