Blue Wings - Working In Background

"Sambas"

Powered By Blogger

GOOGLE FEED BURNER

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

BERDIRI DI UJUNG NEGERI

PERBATASAN INDONESIA-MALAYSIA, TEMAJUK, SAMBAS.

TUGU GARUDA PERBATASAN

TEMAJUK, SAMBAS.

TANJUNG DATOE INDONESIA

INDAHNYA INDONESIA KU, TEMAJUK, SAMBAS.

PERBATASAN INDONESIA-MALAYSIA

BERDIRI DI BATAS NEGERI, TEMAJUK, SAMBAS.

TUGU KETUPAT BERDARAH

SAKSI BISU PERTUMPAHAN DARAH 1999, JAWAI, SAMBAS

Friday, 18 November 2016

KEPEMIMPINAN SITUASIONAL



Timbul sebuah pertanyaan apakah pada diri seseorang secara ekstrem dapat melekat suatu gaya kepemimpinan tertentu jika ia diberi tugas menjadi seorang pemimpin? Secara mutlak tentu saja tidak. Pada diri seorang pemimpin keempat gaya kepemimpinan itu dapat saja dimiliki secara bersamaan. Akan tetapi besarnya kekuatan gaya tersebut pada tiap pemimpin pasti berbeda-beda. Ada pemimpin yang gaya demokratisnya lebih menonjol dan ada pula yang gaya otoriternya lebih menonjol. Demikian seterusnya. Ini bukan berarti bahwa pemimpin yang demokratis dan otoriter tidak memiliki gaya supervisory dan faire. Mungkin saja memiliki gaya tersebut namun presentasenya tidak terlalu besar. Gaya kepemimpinan yang paling menonjol pada diri seseorang akan membuat orang lain menilai bahwa itulah gaya kepemimpinan pemimpin yang bersangkutan. Hal ini logis karena gaya kepemimpinan yang menonjol itu yang dapat dilihat sebagai fenomena bagi orang lain.
Pemimpin yang profesional harus dapat menentukan gaya kepemimpinan mana yang harus diambil dengan melihat budaya perusahaannya. Budaya perusahaan yang tumbuh berkembang dalam perusahaan harus dijadikan pertimbangan penting dalam memanfaatkan gaya kepemimpinan yang diperlukan. Jika hal ini tidak dilakukan, dapat timbul kendala-kendala yang cukup serius karena gaya kepemimpinan yang diterapkan ternyata tidak sesuai dengan kondisi perusahaan. Sebagai contoh, gaya kepemimpinan demokratis biasanya cocok untuk memimpin para karyawan yang telah memiliki kematangan intelektual, kematangan mental, dan kematangan dalam berorganisasi. Mereka terbiasa berpikir mandiri, memiliki visi ke depan, memiliki inisiatif dan tanggung jawab yang besar dalam pekerjaan. Sebaliknya karyawan yang kematangan intelektual, mental, dan kematangan berorganisasinya rendah akan cenderung lebih cocok dipimpin dengan gaya otoriter. Oleh karena itu tidak ada gaya kepemimpinan yang mutlak baik. Efektif tidaknya gaya kepemimpinan tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi.

Dari fakta tersebut maka seorang pemimpin tidak dianjurkan untuk bersikeras memilih satu gaya kepemimpinan saja. Perlu adanya kombinasi. Cara memimpin seperti ini disebut gaya kepemimpinan situasional atau situational leadership. Gaya kepemimpinan situasional bersifat lentur, fleksibel atau adaptif terhadap perkembangan situasi dan kondisi perusahaan. Dalam penerapannya diperlukan kepekaan dan keterampilan pemimpin sehingga dapat mencapai harapan yang diinginkan.

ASPEK MEDIA DALAM KOMUNIKASI



Komunikasi berlangsung melalui media yang sifatnya abstrak universal dan media sifatnya konkret teknis. Media yang abstrak adalah bahasa. Bahasa berfungsi sebagai pembawa pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain. Dengan bahasa, seseorang akan memahami pikiran atau perasaan orang lain. Bahasa dalam arti sempit adalah bahas verbal, dan dalam arti luas adalah bahasa nonverbal, termasuk isyarat dan tingkah laku.
Sikap yang diekspresikan melalui bahasa belum tentu merupakan ungkapan sikap sebenarnya. Ini bisa dipelajari dalam dunia politik. Ketika seorang mediator tampil menengahi perselisihan, para pihak yang bertikai menyatakan setuju tetapi ternyata perselisihan masih terus berlanjut. Itu disebabkan apa yang mereka maksud dengan setuju adalah setuju untuk tidak setuju. Yang mengherankan bahasa sebagai media komunikasi adalah karena bahasa mengandung pengertian konotatif selain denotatif. Pada umumnya, orang berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata yang tidak menimbulkan konotasi salah atau menimbulkan interpretasi lain. Tetapi dalam dunia diplomasi, kadang-kadang seorang diplomat dengan sengaja menggunakan kata-kata konotatif untuk menyembunyikan tujuan yang hendak dicapainya atau agar lawan bicaranya menjadi bingung dengan apa yang sebenarnya dimaksudkan. Padahal, sang diplomat ini menunjukkan sikap tertentu dan pasti.

Media komunikasi yang kedua bersifat teknis dan berfungsi sebagai penerus atau pelipatganda pesan yang telah di informasikan dengan bahasa tersebut. Digunakan media ini, karena sasaran berada dalam jarak yang jauh atau banyak jumlahnya. Di pakailah surat, telepon, telegram, teleks, poster, pamflet, leaflet, brosur, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan sebagainya. Tetapi dalam keserbanekaan media komunikasi, seorang komunikator harus pandai memilih media mana yang paling efektif untuk menyampaikan pesan. Tidak semua media dapat dipergunakan secara efektif untuk semua sasaran dan semua pesan. Lebih-lebih di penghujung abad ke-21 sekarang teknologi sedemikian canggih dengan adanya teleconferencing network, electronic messanging system, computer bulletin boards, dan interactive cabel television.

THE PILGRIM’S PROGRESS IN AFRICA


Africa was host eighty translations of Bunyan’s book and so provides a useful site to examine how the book was changed as it traveled into new spiritual communities.
One respone to The Pilgrim’s Progress was conditioned by African appropriations of Protestantism more generally. One tenet of Protestant theology that never proved portable was the idea of original sin. Concepts of social sin certainly existed, but the idea that, whether one liked it or did not, one was sinful never caught on among African  readers, translators, or missionaries. Those aspects of the text that discussed these ideas were generally edited out, a feature that depended on the material practices of mission translation. Translation was generally pursued in teams made up of second-language missionaries and first-language converts. Missionaries were also inveterate experimenters having to try out bits and pieces with their new audiences to see what would work. Between the Africa translators and the pressure of popular taste, the sections of the text expounding ideas of original sin were edited out. Where these could not be removed, the meaning of original sin was changed. The most famous image of Bunyan’s story, namely, the burden on Christian’s back, stood for original sin. In many Africa editions, this meaning was erased, and instead the burden came to stand for colonial rule itself (Hofmeyr 2004: 76-97).
One further theme that African translation highlighted pertained to themes of orality and literacy. In the paraliterate world in which Bunyan’s story unfolds, documents are not everyday objects, and they tend to stand out either as items of great religious significance or as agents of state oppression, like the pass that Christian, a masterless man, must carry. This ambivalence around documents resonated with the experience of many African Christians seeking religious advancement but kept back on the one hand by the colonial state with its network of documentary control and on the other, by the white-controlled structures of the mission churches. In the final scene of Part I of the book, Christian arrives at the gates of heaven but first has to produce his certificate to get in. Ignorance, who is text in the queue, has no certificate and is unceremoniously pitched down into hell. This scene of difficult and select entry into the portals of power proved popular with African Christians and made its way into illustrations, novels, hymns and songs (Hofmeyr 2004: 137-50).
Important is that African Christian used The Pilgrim’s Progress to project their concerns into a broader international arena. By using the internationally recognized story of The Pilgrim’s Progress, which came to acquire African illustrations and hence African characters, African Christians could project themselves into an international area, often seeking to go over the heads of their various oppressors-the colonial state, white settlers or royal chiefly lineages who persecuted commoner converts-to appeal to an international public.
However, what were the limits of the text’s circulation? When did the text cease to be itself? In some cases, the text disappeared as part of a political decision to eschew the white-dominated world of mission and colonial state. In one case, Simon Kimbangu, who broke away from the Baptist in the central Congo region, probably picked up some symbols from the book, in all likelihood from illustrations. One of them shows Christian emerging dripping from the Slough of Despond. In his hand is a Bible that is dry. Kimbangu traditionalized this image of fetching a book from the next world, a process that involved passing through a body of water. Kimbangu “poached” from the text but disavowed the source (Hofmeyr 2004: 28-9).
In other cases, the text disappears not because of difference but because of similarity. Here the story evaporates into African oral traditions that share many similarities with Bunyan’s storytelling techniques that emerge from a paraliterate world, Bunyan himself being a first-generation literate. Both The Pilgrim’s Progress and African oral narrative traditions share folktale motifs such as the use of dramatic dialogue, two characters to a scene, proverb, riddles, formulaic phrasings, and onomastic strategies. Particles of Bunyan’s story could hence be elided into African literary traditions. In these circumstances, texts disintegrate, not through political resistance but rather under systems unaware of, or indifferent to, their supposedly “correct” and “original” meaning (Hofmeyr 2004: 30).

THE PILGRIM’S PROGRESS


The Pilgrim’s Progress was published in to part in 1678 and 1684 in the wake of the English revolution. The first part of the book tells the story of the hero Christian making his way from earth to heaven. The second tells of his wife Christiana and family who follow in his footsteps to join him in heaven.
The book very rapidly became an evangelical classic and traveled beyond England, making its way to Protestant Europe and the New World. Its next major migration came courtesy of the nineteenth-century Protestant mission movement. Drawn largely from Low Church evangelicals to whom The Pilgrim’s Progress was a most beloved book, the movement propagated the text in most parts of the globe, resulting in some 200 versions worldwide.
To understand what fuelled this translation activity, we need to grasp the seminal role of Bunyan’s book in the lives of Protestant evangelicals, poring over the illustrations, and acting out scenes to entertain themselves. As adults, they read Bunyan on a daily basis, and encountered the story in choir service, pageants, dramas, tableaux, magic lantern slides, postcards, and posters. One fan even landscaped his garden as a Pilgrim’s Progress theme park. As a book that was woven into the emotional fabric of everyday life and was featured in conversion narratives, The Pilgrim’s Progress was seen as a user-friendly Bible that summarized the core verities of the Protestant message.

Once these evangelicals became missionaries, they hastened to translate the text. Back home, Nonconformist mission supporters assiduously publicized these translations not only as a way of rising the profile of overseas mission, but to add value to their most beloved writer, who was still regarded as vulgar and theologically suspect by the Anglican establishment. At fundraising meetings, magic lantern slides showed illustrations form foreign editions. Mission periodicals reported on translations and how they were received. In one instance, a mission exhibition showed a live tableau of a missionary translating The Pilgrim’s Progress. Cumulatively, these reports created the idea that the text had miraculous powers of circulation and acted like a mini Bible in converting those it encountered (Hofmeyr 2004: 56-57).

KOMUNIKASI BERITA GLOBAL




Komunikasi berita global merupakan hal yang relatif baru. Alat pelontar berita atau sistem berita merembes ke seluruh dunia dan berkembang sedemikian maju terutama sejak berakhirnya Perang Dunia II, bersamaan dengan munculnya masyarakat modern yang bersifat technotronic (masyarakat yang bergantung pada teknologi elektronik). Sebagai contoh kita mempelajari peristiwa-peristiwa penting Perang Dunia II dalam beberapa jam atau beberapa hari setelah peristiwa itu berlangsung. Kemudian tiga dekade setelah itu, radio atau surat kabar, peristiwa Perang Vietnam dapat dilihat kembali lewat layar televisi berwarna pada saat makan malam. Sebenarnya persepsi masyarakat tentang perang diwarnai cara para wartawan melaporkan peristiwa tersebut sudah lama terbentuk, tetapi kisah perang yang di siarkan kembali melalui televisi berwarna tetap memiliki dampak yang sangat kuat terhadap sikap masyarakat.
Pada zaman modern, terutama sejak berakhirnya Perang Dunia II pada tahun 1945, jaringan komunikasi yang rumit telah mengitari planet. Jaringan ini secara luas biasa telah memperluas kemampuan berita dan interaksi politik pada saat kebutuhan informasi menjadi sesuatu yang sangat utama. Pertumbuhan yang sangat cepat ini, yang oleh Colin Cherry disebut “ledakan dalam komunikasi massa,” telah meluas secara berarti, terutama di dunia jurnalistik, dalam menyalurkan berita dan informasi ke seluruh penjuru dunia. Pertumbuhan ini kemudian memunculkan dampak budaya dari peredaran film, telenovela, siaran televisi dari negara Barat dan dari lembaga-lembaga komunikasi internasional; agen berita; jaringan pemberitaan surat kabar dan majalah internasional, serta pemberitaan lainnya. Fenomena ini selanjutnya dikenal dengan sebutan “imperialisme budaya”.
Kemampuan dunia untuk berkomunikasi secara efektif di seluruh pelosok pun telah berkembang secara lu biasa. Surat kabar dan majalah internasional, semakin luas membangun jaringan komunikasi pemasaran. Sebagaimana dilukiskan oleh Cherry bahwa ledakan komunikasi ini memiliki tiga aspek:
1.      Secara geografis, daerah-daerah yang luas dari belahan bumi Selatan (Afrika, Asia Selatan, Amerika Latin) telah terseret ke dalam jaringan komunikasi di belahan Bumi Utara;
2.      Jumlah lalu lintas berita dan pesan yang dibawa dalam sistem telah berlipat secara geografis; dan

3.      Kerumitan teknis dari perangkat keras yang baru maupun keterampilan serta spesialisasi untuk merawat dan mengoperasikan jaringan tersebut telah tumbuh semakin canggih.

KRITERIA MEMILIH JODOH PERSPEKTIF HADIS

PENDAHULUAN
Apabila berbicara tentang pernikahan maka memandangnya dari dua buah sisi. Dimana  pernikahan merupakan sebuah perintah agama. Sedangkan di sisi lain adalah satu-satunya jalan penyaluran sexs yang disah kan oleh agama.dari sudut pandang ini, maka pada saat orang melakukan pernikahan pada saat yang bersamaan dia bukan saja memiliki keinginan untuk melakukan perintah agama, namun juga memiliki keinginan memenuhi kebutuhan biologis nya yang secara kodrat memang harus disalurkan.
Sebagaimana kebutuhan lain nya dalam kehidupan ini, kebutuhan biologis sebenar nya juga harus dipenuhi. Agama islam juga telah menetapkan bahwa satu-satunya jalan untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia adalah hanya dengan pernikahn, pernikahan merupakan satu hal yang sangat menarik jika kita lebih mencermati kandungan makna tentang masalah pernikahan ini. Di dalam al-Qur’an telah dijelaskan bahwa pernikahan ternyata juga dapat membawa kedamaian dalam hidup seseorang (litaskunu ilaiha). Ini berarti pernikahan sesungguhnya bukan hanya sekedar sebagai sarana penyaluran kebutuhan sex namun lebih dari itu pernikahan juga menjanjikan perdamaian hidup bagi manusia dimana setiap manusia dapat membangun surga dunia di dalam nya. Semua hal itu akan terjadi apabila pernikahan tersebut benar-benar di jalani dengan cara yang sesuai dengan jalur yang sudah ditetapkan islam.
salah satu hadits yang dibahas dalam makalah ini adalah hadits Sunan Tirmidzi yang dikarang oleh Imam Sunan Tirmidzi dalam bab jika datang kepada kalian laki2 yang engkau ridhai agamanya, nikahkanlah".

A.      Kriteria Memilih Jodoh
Setelah kita mengetahui tentang tujuan menikah maka Islam juga mengajarkan kepada umatnya untuk berhati-hati dalam memilih pasangan hidup karena hidup berumah tangga tidak hanya untuk satu atau dua tahun saja, akan tetapi diniatkan untuk selama-lamanya sampai akhir hayat kita.
Muslim atau Muslimah dalam memilih calon istri atau suami tidaklah mudah tetapi membutuhkan waktu. Karena kriteria memilih harus sesuai dengan syariat Islam. Orang yang hendak menikah, hendaklah memilih pendamping hidupnya dengan cermat, hal ini dikarenakan apabila seorang Muslim atau Muslimah sudah menjatuhkan pilihan kepada pasangannya yang berarti akan menjadi bagian dalam hidupnya. Wanita yang akan menjadi istri atau ratu dalam rumah tangga dan menjadi ibu atau pendidik bagi anak-anaknya demikian pula pria menjadi suami atau pemimpin rumah tangganya dan bertanggung jawab dalam menghidupi (memberi nafkah) bagi anak istrinya. Maka dari itu, janganlah sampai menyesal terhadap pasangan hidup pilihan kita setelah berumah tangga kelak.

B.       Hadits Tentang Kriteria Memilih Jodoh
1.    Jalur Sunan Tirmidzi
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ ابْنِ عَجْلَانَ عَنْ ابْنِ وَثِيمَةَ النَّصْرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي حَاتِمٍ الْمُزَنِيِّ وَعَائِشَةَ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ قَدْ خُولِفَ عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ سُلَيْمَانَ فِي هَذَا الْحَدِيثِ وَرَوَاهُ اللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ ابْنِ عَجْلَانَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرْسَلًا قَالَ أَبُو عِيسَى قَالَ مُحَمَّدٌ وَحَدِيثُ اللَّيْثِ أَشْبَهُ وَلَمْ يَعُدَّ حَدِيثَ عَبْدِ الْحَمِيدِ مَحْفُوظًا
Artinya : Telah mengabarkan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid bin Sulaiman dari Ibnu 'Ajlan dari Ibnu Watsimah An Nashri dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika seseorang melamar (anak perempuan dan kerabat) kalian, sedangkan kalian ridha agama dan akhlaknya (pelamar tersebut), maka nikahkanlah dia (dengan anak perempuan atau kerabat kalian). Jika tidak, niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar." (Abu Isa At Tirmidzi) berkata; "Hadits semakna diriwayatkan dari Abu Hatim Al Muzani dan Aisyah." Abu Isa berkata; "Tentang hadits Abu Hurairah, Abdul Hamid bin Sulaiman menyelisihi hadits ini. Laits bin Sa'ad meriwayatkannya dari Ibnu Ajlan dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam secara mursal." Abu Isa berkata; "Muhammad berkata; 'Hadits Laits lebih kuat dan hadits Abdul Hamid bukan hadits yang mahfuzh (terjaga) '.

2.    Jalur Shohih Bukhari
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Musaddad Telah menceritakan kepada kami Yahya dari Ubaidullah ia berkata; Telah menceritakan kepadaku Sa'id bin Abu Sa'id dari bapaknya dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung."
C.      Sanad Hadits
Berdasarkan hadits Sunan Tirmidzi no. 1004 diketahui urutan sanadnya sebagai berikut: (1) Abdur Rahman bin Shakhr, (2) Zufar bin Watsimah bin Malik, (3) Muhammad bin 'Ajlan, (4) Abdul Hamid bin Sulaiman, (5) utaibah bin Sa'id bin Jamil bin Tharif bin 'Abdullah.
Berdasarkan hadits Shohih Bukhari no. 4700 diketahui urutan sanadnya sebagai berikut: (1) Abdur Rahman bin Shakhr, (2) Kaisan, (3) Sa'id bin Abi Sa'id Kaisan, (4) Ubaidullah bin 'Umar bin Hafsh bin 'Ashim bin 'Umar bin Al Khaththab, (5) Yahya bin Sa'id bin Farrukh, (6) Musaddad bin Musrihad bin Musribal bin Mustawrid.
Berdasarkan hadits sunan Ibnu Majah no. 1849 diketahui urutan sanadnya sebagai berikut: (1) Abdullah bin 'Amru bin Al 'Ash bin Wa'il, (2) Abdullah bin Yazid, (3) Abdur Rahman bin Ziyad bin An'um, (4) Abdur Rahman bin Muhammad bin Ziyad, (5) Muhammad bin Al 'Alaa' bin Kuraib.
1.      Abdur Rahman bin Shakhr
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Al 'Alaa' bin Kuraib, dari kalangan Tabi'ul Atba' kalangan tua Kuniyah : Abu Kuraib  negeri semasa hidup Kufah  Wafat 248 H.
2.      Zufar bin Watsimah bin Malik
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Yazid , Kalangan tabi'in kalangan pertengahan, kuniyah Abu 'Abdur Rahman, Negeri semasa hidup , Wafat 100 H.
3.      Muhammad bin 'Ajlan
Nama Lengkapnya adalah Muhammad bin 'Ajlan, kalangan Tabi'ut Tabi'in kalangan pertengahan, kuniyah Abu 'Abdullah, negeri semasa hidup Madinah Wafat : 148 H.
4.      Abdul Hamid bin Sulaiman
Nama Lengkapnya adalah Abdul Hamid bin Sulaiman, kalangan Tabi'ut Tabi'in kalangan pertengahan, kuniyah : Abu 'Umar, negeri semasa hidup : Baghdad.
5.      Qutaibah bin Sa'id bin Jamil bin Tharif bin 'Abdullah.
Nama Lengkapnya adalah Qutaibah bin Sa'id bin Jamil bin Tharif bin 'Abdullah, kalangan Tabi'ul Atba' kalangan tua, Kuniyah : Abu Raja', negeri semasa hidup Himsh, Wafat : 240 H.
6.      Kaisan
Nama Lengkapnya adalah Abdur Rahman bin Shakhr, kalangan : Shahabat, Kuniyah : Abu Hurairah, Negeri semasa hidup : Madinah dan Wafat : 57 H.
7.      Sa'id bin Abi Sa'id Kaisan
Nama Lengkapnya adalah Sa'id bin Abi Sa'id Kaisan, kalangan : Tabi'in kalangan pertengahan, kuniyah : Abu Sa'ad, Negeri semasa hidup : Madinah dan wafat : 123 H.
8.      Ubaidullah bin 'Umar bin Hafsh bin 'Ashim bin 'Umar bin Al Khaththab
Nama Lengkapnya adalah Ubaidullah bin 'Umar bin Hafsh bin 'Ashim bin 'Umar bin Al Khaththab, kalangan Tabi'in kalangan biasa, Kuniyah : Abu 'Utsman, Negeri semasa hidup : Madinah dan wafat : 147 H.
9.      Yahya bin Sa'id bin Farrukh
Nama lengkapnya adalah Yahya bin Sa'id bin Farrukh, kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan biasa, Kuniyah : Abu Sa'id, Negeri semasa hidup : Bashrah dan wafat : 198 H.
10.  Musaddad bin Musrihad bin Musribal bin Mustawrid.
Nama Lengkapnya adalah Musaddad bin Musrihad bin Musribal bin Mustawrid, Kalangan : Tabi'in kalangan biasa, Kuniyah : Abu Al Hasan, Negeri semasa hidup : Bashrah dan Wafat : 228 H.
11.  Muhammad bin Al 'Alaa' bin Kuraib
Nama Lengkapnya adalah Abdullah bin 'Amru bin Al 'Ash bin Wa'il, Kalangan : Shahabat, Kuniyah : Abu Muhammad, Negeri semasa hidup : Maru dan wafat : 63 H.
12.  Abdullah bin Yazid
Nama Lengkapnya adalah Abdullah bin Yazid, Kalangan Tabi'in kalangan pertengahan, Kuniyah : Abu 'Abdur Rahman dan wafat : 100 H.
13.  Abdur Rahman bin Ziyad bin An'um
Nama Lengkapnya adalah : Abdur Rahman bin Ziyad bin An'um, kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan tua, Kuniyah : Abu Ayyub, Negeri semasa hidup : Maru dan wafat : 156 H.
14.  Abdur Rahman bin Muhammad bin Ziyad
Nama Lengkapnya adalah Abdur Rahman bin Muhammad bin Ziyad, Kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan biasa, Kuniyah : Abu Muhammad, Negeri semasa hidup : Kufah dan Wafat : 1985 H.
15.  Muhammad bin Al 'Alaa' bin Kuraib.
Nama Lengkap : Muhammad bin Al 'Alaa' bin Kuraib, Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan tua, Kuniyah : Abu Kuraib Negeri semasa hidup : Kufah dan Wafat : 248 H.


D.      Matan Hadits
Hadits Sunan Tirmidzi no. 1004
إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ
Shohih Bukhari no. 4700
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
Sunan Ibnu Majah no. 1849
لَا تَزَوَّجُوا النِّسَاءَ لِحُسْنِهِنَّ فَعَسَى حُسْنُهُنَّ أَنْ يُرْدِيَهُنَّ وَلَا تَزَوَّجُوهُنَّ لِأَمْوَالِهِنَّ فَعَسَى أَمْوَالُهُنَّ أَنْ تُطْغِيَهُنَّ وَلَكِنْ تَزَوَّجُوهُنَّ عَلَى الدِّينِ وَلَأَمَةٌ خَرْمَاءُ سَوْدَاءُ ذَاتُ دِينٍ أَفْضَلُ

E.       Kualitas Hadits
Berdasarkan ketiga hadits diatas untuk menyeleksi antara hadis-hadis yang sahih dan yang maudu‘ para pakar hadis menetapkan ciri-ciri hadis maudu sebagai tolak ukurnya. Dalam hadis palsu, mreka menetapkan tanda-tanda  matan hadis  yang palsu, yaitu :  (1) susunan bahasanya rancu, (2) isinya bertentangan dengan  akal yang sehat dan sangat sulit diinterpretasikan secara rasional, (3) isinya bertentangan dengan  tujuan pokok ajaran Islam, (4) isinya bertentangan dengan hukum alam (sunnatullah), (5) isinya bertentangan dengan sejarah, (6) isinya bertentangan  dengan petunjuk al-Qur’an atau hadits mutawatir yang telah mengandung petunjuk secara pasti, dan (7) isinya berada di luar kewajaran bila diukur dari petunjuk  ajaran Islam.
Adapun persyaratan hadis sahih yaitu sanadnya bersambung (sampai kepada Nabi), diriwayatkan oleh para periwayat yang bersifat tsiqah   (adil dan dhabit ) sampai akhir sanad, dan dalam (sanad) hadis itu tidak terdapat kejanggalan (syuzuz) dan cacat (‘illat).
Berdasarkan kriteria diatas dapat disimpulkan bahwa hadits nikah dengan keutamaan tertentu, bahasanya tidak rancu, isinya tidak bertentangan dengan akal sehat, dan isinya tidak bertentangan dengan al-Qur’an. Hadits diatas juga tidak memilliki kejanggalan dan tidak cacat maka dapat disimpulkan hadits diatas dinilai shahih.

F.       Asbabul Wurud
Jabir menceritakan bahwa ia menikah dizaman Rasulullah SAW. Maka Rasulullah SAW bertanya: “Hai Jabir, sudah menikahkah engkau?” sudah, wahai Rasulullah, jawab Jabir. Rasulullah bertanya lagi: “Apakah istirimu perawan atau janda?” Jabir menjawab “sudah janda, wahai Rasulullah”. Maka Nabi bersabda: “Kenapa tidak engkau nikahi saja perempuan yang masih perawan, sehingga engkau dapat bermain dan menggaulinya dengan mesra?” Jabir menjawab: “Wahai Rasulullah, saya ini punya beberapa orang saudara perempuan. Aku khawatir bahwa isteriku masuk antara saya dengan mereka (merenggangkan saya dengan saudara-saudara perempuan saya itu).” Rasul bersabda: “Yah, sudahlah, itu sudah baik. Sesungguhnya perempuan itu dinikahi karena: (Agamanya; hartanya; kecantikannya, maka hendaklah engkau (menikahi) yang beragama, nisyaca tanganmu mendatangkan kebaikan.
Perempuan itu dinikahi karena faktor-faktor kebaikan dan ketakwaannya, karena kekayaan material dan kecantikannya. Maka Nabi menyuruh faktor mana saja yang disukai. Akan tetapi faktor yang (taat) beragama adalah yang paling penting terpenuhi oleh wanita itu, meskipun dia kaya, atau miskin, dan keduanya (calon suami dan isteri) akan berantakan (rumah tangganya) bila faktor agama itu tidak diindahkan. Maka memilih jodoh karena faktor agama menolong suami isteri sendiri, serta akan menjadi teladan bagi anak kelak, karena faktor agama akan mendatangkan kebaikan yang banyak sekali.

G.      Takhrij Hadits
Rasulullah Saw
Bukhari
No 4700
Ibnu majah
No 1849
Tirmidzi
No 1004


H.      Komenter ulama terhadap perawi
1.      Abdur Rahman bin Shakhr
Ulama
Komentar
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Shahabat
2.      Zufar bin Watsimah bin Malik
Ulama
Komentar
Yahya bin Ma'in
Shaduuq
Ahmad bin Hambal
Shaduuq
An Nasa'i
Tsiqah
Al 'Ajli
Tsiqah
Abu Hatim
Tsiqah
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Ibnu Hajar al 'Asqalani
tsiqoh hafidz
Adz Dzahabi
Hafizh
3.      Muhammad bin 'Ajlan
Ulama
Komentar
Ahmad bin Hambal
Tsiqah
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Ya'kub bin Syu'bah
Tsiqah
Abu Hatim
Tsiqah
An Nasa'i
Tsiqah
Al 'Ajli
Tsiqah
Ibnu Uyainah
Tsiqah
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Shaduuq
4.      Abdul Hamid bin Sulaiman
Ulama
Komentar
Yahya bin Ma'in
laisa bi syai'
Ibnul Madini
dla'if
Abu Daud
ghairu tsiqah
An Nasa'i
dla'if
Al Asadi
dla'iful hadits
Hakim
laisa bi qowi
Ad Daruquthni
dla'iful hadits
Ibnu Hajar al 'Asqalani
dla'if
Adz Dzahabi
mereka mendhaifkannya
5.      Qutaibah bin Sa'id bin Jamil bin Tharif bin 'Abdullah
Ulama
Komentar
Abu Hatim
Tsiqah
An Nasa'i
Tsiqah
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Tsiqah Tsabat
6.      Kaisan
Ulama
Komentar
An Nasa'i
la ba`sa bih
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Tsiqah Tsabat
7.      Sa'id bin Abi Sa'id Kaisan
Ulama
Komentar
Ibnu Madini
Tsiqah
Muhammad bin Sa'd
Tsiqah
Al 'Ajli
Tsiqah
Abu Zur'ah
Tsiqah
An Nasa'i
Tsiqah
Ibnu Kharasy
Tsiqah
Abu Hatim Ar Rozy
Shaduuq
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Tsiqah berubah sebelum matinya
8.      Ubaidullah bin 'Umar bin Hafsh bin 'Ashim bin 'Umar bin Al Khaththab
Ulama
Komentar
Ibnu Hajar
tsiqah tsabat
Adz Dzahabi
tsiqah
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Abu Hatim
Tsiqah
Abu Zur'ah
tsiqah
An Nasa'i
tsiqah tsabat
9.      Yahya bin Sa'id bin Farrukh
Ulama
Komentar
An Nasa'i
tsiqah tsabat
Abu Zur'ah
tsiqoh hafidz
Abu Hatim
tsiqoh hafidz
Al 'Ajli
Tsiqah
Ibnu Sa'd
tsiqah ma`mun
Ibnu Hajar al 'Asqalani
tsiqah mutqin
Adz Dzahabi
hafidz kabir
10.  Musaddad bin Musrihad bin Musribal bin Mustawrid
Ulama
Komentar
Yahya bin Ma'in
Shaduuq
Ahmad bin Hambal
Shaduuq
An Nasa'i
Tsiqah
Al 'Ajli
Tsiqah
Abu Hatim
Tsiqah
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Ibnu Hajar al 'Asqalani
tsiqoh hafidz
Adz Dzahabi
Hafizh
11.  Muhammad bin Al 'Alaa' bin Kuraib
Ulama
Komentar
Abu Hatim
Shaduuq
An Nasa'i
la ba`sa bih
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Maslamah bin Qasim
Kuufii TsiqaH
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Tsiqah Hafidz
Adz Dzahabi
Hafizh
12.  Abdullah bin Yazid
Ulama
Komentar
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Al 'Ajli
tsiqah
Adz Dzahabi
Tsiqah
Ibnu Hajar
Tsiqah
13.  Abdur Rahman bin Ziyad bin An'um
Ulama
Komentar
Ahmad bin Hambal
laisa bi syai'
Yahya bin Ma'in
dla'if
Ya'kub bin Sufyan
la ba`sa bih
Abu Zur'ah
dla'if
An Nasa'i
dla'if
Ibnu Kharasy
Matruk
As Saji
dla'if
Ibnu Hajar al 'Asqalani
dla'if
Adz Dzahabi
mereka mendhaifkannya
14.  Abdur Rahman bin Muhammad bin Ziyad
Ulama
Komentar
An Nasa'i
Tsiqah
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Al Bazzar
Tsiqah
Ad Daruquthni
Tsiqah
Al 'Ajli
la ba`sa bih
As Saji
shaduuq tapi punya keragu-raguan
Ibnu Hajar al 'Asqalani
la ba`sa bih
Adz Dzahabi
Hafizh
15.  Muhammad bin Al 'Alaa' bin Kuraib
Ulama
Komentar
Abu Hatim
Shaduuq
An Nasa'i
la ba`sa bih
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Maslamah bin Qasim
Kuufii TsiqaH
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Tsiqah Hafidz
Adz Dzahabi
Hafizh

I.         Aspek-Aspek Yang Terkait dengan Hadits

Dalam hadist diatas, kita patut memperhatikan 4 hal dalam memilih jodoh. 4 kriteria tersebut adalah Agama,kecantikan,keturunan, dan harta. Berikut ini adalah penjelasan tentang 4 kriteria tersebut :
a.    Agama 
Hendaklah isteri itu seorang yang shaleh dan berpegang teguh kepada agamanya. Yang termasuk dalam kategori agama adalah baik budi pekertinya, akhlaknya. Inilah sebaik-baik pilihan.
b.    Kecantikan 
Manis atau cantik rupanya, ini juga sering dituntut oleh orang karena dengannya akan terpelihara diri dari mencari yang lain (jodoh yang lain), sebab tabiat manusia biasanya tidak pernah puas dengan isteri yang buruk rupa. Jika disebutkan supaya memilih yang teguh agamanya bukanlah berarti melarang memilih yang cantik rupanya.
c.    Keturunan baik 
 Hendaklah wanita itu dari golongan keturunan yang baik, maksudnya dari kaum yang terkenal menjaga urusan agamanya dan termasyhur dengan perjalanannya yang lurus. Sebab wanita dari rumah tangga yang seumpama itu akan memelihara dan mendidik putera-puterinya pada jalan yang diridhoi oleh Allah dan Rasul-Nya.
d.   Harta 
 Ada juga yang memilih jodoh karena calon istri/suami punya harta yang banyak. Inipun tidak dilarang. Tetapi sebaik-baik pilihan adalah karena agama.
Demikian 4 kriteria memilih jodoh yang perlu dipertimbangkan menurut hadist Rasulullah s.a.w . Semoga bermanfaat sebagai pengetahuan dan juga menjadi dasar anda dalam memilih jodoh.