A. Redaksi hadits
Pemakalah memilih hadits ke 317 tentang Shalat pada Bab
X tentang shalat Berjama’ah
dan Imam dalam Kitab Buluguhl Maram.[1] Adapun
redaksinya adalah sebagai berikut:
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه
أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( وَاَلَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ
لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِحَطَبٍ فَيُحْتَطَبَ, ثُمَّ آمُرَ بِالصَّلَاةِ
فَيُؤَذَّنَ لَهَا, ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا فَيَؤُمَّ اَلنَّاسَ, ثُمَّ أُخَالِفُ
إِلَى رِجَالٍ لَا يَشْهَدُونَ اَلصَّلَاةَ, فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ,
وَاَلَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ يَعْلَمُ أَحَدُهُمْ أَنَّهُ يَجِدُ عَرْقًا
سَمِينًا أَوْ مِرْمَاتَيْنِ حَسَنَتَيْنِ لَشَهِدَ اَلْعِشَاءَ ) مُتَّفَقٌ
عَلَيْهِ وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ
Artinya:”Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu
bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Demi Allah yang
jiwaku ada di tangan-Nya, sesungguhnya ingin rasanya aku menyuruh mengumpulkan
kayu bakar hingga terkumpul, kemudian aku perintahkan sholat dan diadzankan
buatnya, kemudian aku perintahkan seseorang untuk mengimami orang-orang itu,
lalu aku mendatangi orang-orang yang tidak menghadiri sholat berjama'ah itu dan
aku bakar rumah mereka. Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, seandainya
salah seorang di antara mereka tahu bahwa ia akan mendapatkan tulang berdaging
gemuk atau tulang paha yang baik niscaya ia akan hadir (berjamaah) dalam sholat
Isya' itu. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Bukhari. .”
Di dalam kitab Bulughul Maram tidak
disebutkan secara lengkap urutan sanad dalam hadis tersebut. Untuk mempermudah
pembahasan dalam mentahrij hadits di atas, maka pemakalah menggunakan kitab
Sembilan Imam yang terdapat pada kitab Tirmidzi dan Ibnu Majah.
1.
Hadits Jalur
Tirmidzi
حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ بُرْقَانَ عَنْ
يَزِيدَ بْنِ الْأَصَمِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ فِتْيَتِي أَنْ يَجْمَعُوا
حُزَمَ الْحَطَبِ ثُمَّ آمُرَ بِالصَّلَاةِ فَتُقَامَ ثُمَّ أُحَرِّقَ عَلَى
أَقْوَامٍ لَا يَشْهَدُونَ الصَّلَاةَ قَالَ أَبُو عِيسَى وَفِي الْبَاب عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ وَأَبِي الدَّرْدَاءِ وَابْنِ عَبَّاسٍ وَمُعَاذِ بْنِ
أَنَسٍ وَجَابِرٍ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ حَدِيثٌ حَسَنٌ
صَحِيحٌ وَقَدْ رُوِيَ عَنْ غَيْرِ وَاحِدٍ مِنْ أَصْحَابِ ا لنَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُمْ قَالُوا مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَلَمْ
يُجِبْ فَلَا صَلَاةَ لَهُ و قَالَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ هَذَا عَلَى
التَّغْلِيظِ وَالتَّشْدِيدِ وَلَا رُخْصَةَ لِأَحَدٍ فِي تَرْكِ الْجَمَاعَةِ
إِلَّا مِنْ عُذْر
Artinya:”telah menceritakan kepada kami Hannad
berkata; telah menceritakan kepada kami Waki' dari Ja'far bin Burqan dari Yazid
bin Al Asham dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau
bersabda: "Aku sangat berkeinginan untuk memerintahkan para pemudaku
mengumpulkan kayu bakar, lalu aku perintahkan agar shalat didirikan, setelah
itu aku membakar rumah orang-orang yang tidak ikut melaksanakan shalat
berjama'ah." Abu Isa berkata; "Dalam bab ini juga ada riwayat dari
Abdullah bin Mas'ud, Abu Darda, Ibnu Abbas, Mu'adz bin Anas dan Jabir."
Abu Isa berkata; "Hadits Abu Hurairah ini derajatnya hasan shahih. Telah
diriwayatkan dari sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan banyak
jalur, mereka mengatakan, "Barangsiapa mendengar adzan lalu tidak memenuhi
panggilannya, maka tidak ada shalat baginya." Dan sebagian para ahli ilmu
berkata; "Hal ini sangat ditekankan dan keringanan bagi seseorang untuk
meninggalkan shalat berjama'ah kecuali dengan udzur."(HR. Tirmidzi no
hadits 201).
2.
Hadits Jalur Ibnu Majah
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ
عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ
بِالصَّلَاةِ فَتُقَامَ ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا فَيُصَلِّيَ بِالنَّاسِ ثُمَّ
أَنْطَلِقَ بِرِجَالٍ مَعَهُمْ حُزَمٌ مِنْ حَطَبٍ إِلَى قَوْمٍ لَا
يَشْهَدُونَ الصَّلَاةَ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ بِالنَّارِ
Artinya: “Telah
menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaiba berkata, telah menceritakan
kepada kami Abu Mu'awiyah dari Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah, ia
berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Aku sangat
berkeinginan agar shalat ditegakkan, lalu aku perintahkan seorang laki-laki shalat
bersama manusia, sedangkan aku bersama beberapa laki-laki pergi membawa kayu
bakar menuju orang-orang yang tidak ikut shalat berjama'ah, hingga aku dapat
membakar rumah mereka. ( HR.Ibnu Majah 785)[2]
B.
Takhrij Hadits
1. Sanad jalur Tirmidzi
a) Abu Hurairah
Menurut pendapat
mayoritas, nama beliau adalah 'Abdurrahman bin Shakhr ad Dausi. Pada masa jahiliyyah, beliau bernama Abdu
Syams, dan ada pula yang berpendapat lain. Kuniyahnya Abu Hurairah (inilah yang masyhur) atau Abu Hir, Tersebut
dalam Shahihul Bukhari.
Ahli hadits telah
sepakat, beliau adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits. Abu
Muhammad Ibnu Hazm mengatakan bahwa, dalam Musnad Baqiy bin Makhlad terdapat
lebih dari 5300 hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu.
Selain meriwayatkan
dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau Radhiyallahu 'anhu juga
meriwayatkan dari Abu Bakar, Umar, al Fadhl bin al Abbas, Ubay bin Ka’ab,
Usamah bin Zaid, ‘Aisyah, Bushrah al Ghifari, dan Ka’ab al Ahbar Radhiyallahu
'anhum. Ada sekitar 800 ahli ilmu dari kalangan sahabat maupun tabi’in yang
meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dan beliau
Radhiyallahu 'anhu adalah orang yang paling hafal dalam meriwayatkan
beribu-ribu hadits. Namun, bukan berarti beliau yang paling utama di antara
para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Imam asy Syafi’i
berkata,"Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu adalah orang yang paling hafal
dalam meriwayatkan hadits pada zamannya (masa sahabat).”
Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu masuk Islam antara setelah
perjanjian Hudaibiyyah dan sebelum perang Khaibar. Beliau Radhiyallahu 'anhu
datang ke Madinah sebagai muhajir dan tinggal di Shuffah.
b)
Yazid bin Al Asham
Nama lengkapnya Yazid bin Al Ashamm bin 'Ubaid
kalangan tabi’in abad pertengahan, kuniyahnya Abu Auf bertempat tinggal di
Kufah, wafatnya 103 Hijriah.[3]
c)
Ja'far bin Burqan
Nama Lengkapnya Ja'far bin Burqan kuniyahnya Abu
'Abdullah, kalangan Tabi'ut Tabi'in kalangan tua bertempat tinggal di Jazirah
wafat pada tahun 150 Hijriah.
d)
Waki'
Nama sebenarnya adalah Abu Sufyan
Wakie’ bin al Jarrah bin Malik bin ‘Adiy. Ia dilahirkan pada tahun 127 Hijriah,
Ia seorang ulama dari tabi’it tabi’in dan seorang hafidz ahli hadist yang
besar, Imam dari ulama Kufah dalam bidang hadist dan lainnya. Ia menerima
hadits dari al-A’masy Hisyam bin Urwah, Abdullah bin Aun, ats-Tsaury, Ibnu Uyainah dan yang lainnya.
Para ulama hadits mengakui ketinggian
ilmunya Waki’ dalam bidang hadits dan kuat hapalannya. Ahmad bin Hanbal
berkata, ”Telah diceritakan kepadaku oleh orang yang belum pernah mata
anda melihatnya yang seperlunya, yaitu Wakie’ ibnul Jarrah”.
Ahmad berkata pula, ”Belum pernah saya melihat seorang ulama tentang hal ilmu,
hapalan sanad adalah Wakie’, dia menghapal hadist, mendalami fiqih dan ijtihad,
dan dia tidak pernah mencela seseorang”.
Ibnu Ma’in berkata, ”Belum pernah aku melihat orang yang meriwayatkan hadist
semata-mata karena Allah selain daripada Wakie’”. Ibnu Amar berkata, ”Tidak ada di Kufah
orang yang lebih ‘alim dari pada Waki’ dan lebih hapal, dia dimasanya sama
dengan al-Auza’iy.”Ia wafat pada tahun 197 Hijriah.
e)
Hannad
Nama lengkapnya Hanbad bin
As Sariy bin Mush'ab,
kuniyahnya Abu As Sariy,
kalangan Tabi'ut Tabi'in kalangan tua, negeri semasa hidup kufah wafat 243 H.
C.
Komentar Para Ulama Terhadap Hadis
1.
Abu Hurairah adalah tergolong sahabat
sebagaimana yang diketahui pemakalah bahwa kalangan sahabat nabi tidak
diragukan lagi dalam kredibialitas dan
kedhabitannya dalam meriwayatkan sekaligus kolektor hadis.
2.
Yazid bin Al Asham atau kuniyahnya adalah Abu Auf menurut komentar para ulama adalah sebagai
berikut :
a) Al
'Ajli : Tsiqah
b) An
Nasa'I : Tsiqah
c) Abu
Zur'ah : Tsiqah
d) Ibnu
Hibban : disebutkan
dalam 'ats tsiqaat
e) Ibnu
Hajar al 'Asqalani : Tsiqah
f) Adz
Dzahabi : Tsiqah
3.
Dzakwan atau yang lebih
dikenal dengan Abu Shalih menurut komentar para ulama sebagai berikut:
a) Abu Zur’ah: Mustaqiimul Hadits
b) Muhammad bin Sa’d: Tsiqah banyak haditsnya
c) Ibnu Hibban : disebutkan dalam 'ats tsiqaat
d) Ibnu Hajar al
'Asqalani : tsiqah tsabat
e) Adz Dzahabi : Termasuk dari imam-imam Tsiqah
4.
Ja'far bin Burqan
a) Ahmad bin Hambal : la ba’ sa bih
b) Ya’qub bin Sufyan : Tsiqah
c) Muhammad bin Sa’d : Shaduq
5.
Al A'masy nama aslinya adalah Sulaiman
bn Mihran menurut komentar ulama sebagai berikut:
a) Al 'Ajli : tsiqah tsabat
b) An Nasa'i : tsiqah tsabat
c) Yahya bin Ma'in
: Tsiqah
d) Ibnu Hibban : disebutkan
dalam 'ats tsiqaat
e) Ibnu Hajar al
'Asqalani : Tsiqah Hafidz
f) Abu Hatim Ar
Rozy : Tsiqah
haditsnya dijadikan hujjah
6.
Waki' bin al-Jarrah bin Malih
menurut komentar para ulama sebagai berikut:
a) Al
'Ajli : Tsiqah
b) Ya'kub
bin Syaibah : Hafizh
c) Ibnu
Sa'd: tsiqah
ma`mun
d) Ibnu
Hibban : Hafizh
e) Ibnu
Hajar al 'Asqalani ; tsiqah
ahli ibadah
f) Adz
Dzahabi : seorang
tokoh
7.
Abu Mu'awiyah nama aslinya adalah Muhammad
bin Khazim menurut komentar ulama sebagai berikut :
a) An Nasa'I : Tsiqah
b) Ibnu Kharasy : Shaduuq
c) Ibnu Hibban : disebutkan dalam ats’
tsiqat
d) Ibnu Sa'd : tsiqah
e) Al 'Ajli : tertuduh seorang murjiah
8.
Hannad bin As-sariy bin Mush’ab
menurut komentar para ulama sebagai berikut :
a) Abu
Hatim : Shaduuq
b) An
Nasa'I : Tsiqah
c) Ibnu
Hibban : disebutkan
dalam 'ats tsiqaat
d) Ibnu
Hajar al 'Asqalani : Tsiqah
e) Adz
Dzahabi : Hafizh
9.
Abu Bakr bin Abu Syaibah nama aslinya adalah Abdullah
bin Muhammad, menurut komentar para ulama
sebagai berikut :
a) Ahmad bin Hambal : Shaduq
b) Abu Hatim : tsiqah
10. Tirmidzi nama
aslinya adalah Muhammad
bin 'Isa bin Saurah bin Musa bin adl Dlahhak, menurut komentar para ulama sebagai berikut :
a)
Imam
Bukhari berkata kepada imam At Tirmidzi; Ilmu yang aku ambil manfaatnya darimu
itu lebih banyak ketimbang ilmu yang engkau ambil manfaatnya dariku."
b) Al
Hafiz 'Umar bin 'Alak menuturkan; Bukhari meninggal, dan dia tidak meninggalkan
di Khurasan orang yang seperti Abu 'Isa dalam hal ilmu, hafalan, wara' dan
zuhud."Ibnu Hibban menuturkan; Abu 'Isa[4] adalah sosok ulama yang mengumpulkan
hadits, membukukan, menghafal dan mengadakan diskusi dalam hal hadits."
c) Abu
Ya'la al Khalili menuturkan; Muhammad bin 'Isa at Tirmidzi adalah seorang yang
tsiqah menurut kesepatan para ulama, terkenal dengan amanah dan keilmuannya.
d) Abu
Sa'd al Idrisi menuturkan; Imam Tirmidzi adalah salah seorang imam yang di
ikuti dalam hal ilmu hadits, beliau telah menyusun kitab al jami', tarikh dan
'ilal dengan cara yang menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang alim yang kapabel.
Beliau adalah seorang ulama yang menjadi contoh dalam hal hafalan."
e) Al
Mubarak bin al Atsram menuturkan; Imam Tirmidzi merupakan salah seorang imam
hafizh dan tokoh."
f) Al
Hafizh al Mizzi menuturkan; Imam Tirmidzi adalah salah seorang imam yang menonjol,
dan termasuk orang yang Allah jadikan kaum muslimin mengambil manfaat darinya.
g) Adz
Dzahabi menuturkan; Imam Tirmidzi adalah seorang hafizh, alim, imam yang
kapabel
h) Ibnu
Katsir menuturkan: Imam Tirmidzi adalah salah seorang imam dalam bidangnya pada
zaman beliau."
11.
Komentar Imam terhadap Ibnu Majah
a) Al
Hafizh Khalili menuturkan; “(Ibnu Majah) adalah seorang yang tsiqah kabir,
muttafaq ‘alaih, dapat di jadikan sebagai hujjah, memiliki pengetahuan yang
mendalam dalam masalah hadits, dan hafalan.”
b) Al
Hafizh Adz Dzahabi menuturkan; "(Ibnu Majah) adalah seorang hafizh yang
agung, hujjah dan ahli tafsir."
c) Al
Mizzi menuturkan; “(Ibnu Majah) adalah seorang hafizh, pemilik kitab as sunan
dan beberapa hasil karya yang bermanfaat.”
d) Ibnu
Katsîr menuturkan: “Ibnu Majah adalah pemilik kitab as Sunan yang Masyhur. Ini
menunjukkan ‘amalnya, ‘ilmunya, keluasan pengetahuannya dan kedalamannya dalam
hadits serta ittibâ’nya terhadap Sunnah dalam hal perkara-perakra dasar maupun
cabang.
D. Matan Hadis
1. Perspektif Lafadz
Kitab Tirmidzi no hadits 201,
عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَقَدْ هَمَمْتُ
Ibnu Majah no hadits 785,
رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقَدْ هَمَمْتُ
Bulughul Maram
رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم
قَالَ: ( وَاَلَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ هَمَمْتُ
Berdasarkan dari ketiga hadits diatas
antara Kitab Tirmidzi dan Ibnu Majah dan Bulughul Magham memiliki perbedaan
redaksi, akan tetapi memiliki makna yang sama, yaitu tentang teguran dan
wajibnya bagi seseorang muslim untuk
pergi ke masjid melaksanakan shalat secara berjamaah kecuali ada uzhur.
Berdasarkan ketiga hadits di atas untuk
menyeleksi antara hadis-hadis yang sahih dan yang maudu‘ para
pakar hadis menetapkan ciri-ciri hadis maudu‘ sebagai tolak
ukurnya. Dalam hadis palsu, mereka
menetapkan tanda-tanda matan hadis yang palsu, yaitu : (1)
susunan bahasanya rancu, (2) isinya bertentangan dengan akal yang sehat
dan sangat sulit diinterpretasikan secara rasional, (3) isinya
bertentangan dengan tujuan pokok ajaran Islam, (4) isinya bertentangan
dengan hukum alam (sunnatullah), (5) isinya bertentangan dengan sejarah,
(6) isinya bertentangan dengan petunjuk al-Qur’an atau hadits mutawatir yang
telah mengandung petunjuk secara pasti, dan (7) isinya berada di luar kewajaran bila diukur dari
petunjuk ajaran Islam.
Berdasarkan kriteria diatas dapat disimpulkan
bahwa hadits shalat berjamaah susunan bahasanya tidak rancu, isinya tidak
bertentangan dengan akal sehat, dan isinya tidak bertentangan dengan al-Qur’ân.
Hadits di atas juga tidak memilliki kejanggalan dan tidak cacat maka dapat
disimpulkan hadits diatas dinilai shahih.
E. Syarah Hadits
Imam Asy Syafi’i dalam Mukhtashor Al
Muzanniy mengatakan:
وأما
الجماعة فلا ارخص في تركها إلا من عذر
Artinya:”Adapun shalat jama’ah, aku tidaklah memberi keringanan bagi
seorang pun untuk meninggalkannya kecuali bila ada udzur. Pendapat
Imam Asy Syafi’i ini sangat berbeda dengan ulama-ulama Syafi’iyah.
Menurut Hanafiyyah yang benar dari pendapat
mereka dan ini juga adalah pendapat mayoritas
Malikiyah, juga pendapat Syafi’iyah bahwa shalat jamaah 5 waktu adalah sunnah mu’akkad. Namun sunnah mu’akkad menurut Hanafiyyah
adalah hampir mirip dengan wajib yaitu nantinya akan mendapat dosa. Sebagian mereka (Hanafiyyah) yang menegaskan
bahwa hukum shalat jamaah adalah wajib.
Lalu pendapat yang paling kuat dari Syaf’iyah,
shalat jama’ah 5 waktu adalah fardhu kifayah. Pendapat ini juga adalah pendapat sebagian
ulama Hanafiyah semacam Al Karkhiy dan Ath Thohawiy.
Namun sebagian Malikiyah, mereka memberi
rincian. Shalat jama’ah menurut mereka adalah fardhu kifayah bagi suatu negeri. Jika
di negeri tersebut tidak ada yang melaksanakan shalat jama’ah, maka mereka
harus diperangi. Namun menurut mereka, hukum shalat jama’ah 5 waktu adalah sunnah di setiap masjid yang ada dan merupakan keutamaan bagi para pria.
Pada
hakikatnya shalat secara berjamaah yang dilakukan di mesjid adalah lebih utama
untuk seorang laki-laki dan menunaikan panggilan Allah yang dikumandangkan
melalui adzan. Selain itu shalat secara berjamaah yang dilaksanakan
dimasjid merupakan usaha dakwah dan menghidupkan masjid. Realitanya saat ini
menurut pemakalah, betapa megahnya masjid yang
dibangun saat ini namun jamaah dari masjid tersebut.
Shalat yang dilakukan dimasjid sangatlah besar keutamaannya,
betapa besar Allah memberikan ganjaran untuk orang-orang muslim yang
melaksanakannya sebagaimana hadits berikut:
عَنْ عَبْدِ
اَللَّهِ بْنِ عُمَرَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-; أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى
الله عليه وسلم قَالَ: ( صَلَاةُ اَلْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ اَلْفَذِّ
بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Artinya : “Dari Abdullah Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sholat berjama'ah itu lebih
utama dua puluh tujuh derajat daripada sholat sendirian." (Muttafaqun Alaihi)
Sesungguhnya
lewat hadits di atas Nabi memberikan informasi tentang shalat, yakni bahwa shalat yang dilakukan dengan
berjamaah akan mendatangkan pahala besar. Atas dasar ukuran inilah maka Nabi
menyebut seorang mukmin yang tidak suka dengan shalat berjamaah dengan sebutan
munafik.[5]
F.
Pendapat Ulama
Terhadap Hadis Shalat Berjamaah
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah bersepakat bahwa shalat
berjamaah termasuk amal Ibadah dan syiar islam yang sangat agung. Al-Hafizh
Ibnu hajar asy-Syafi’e berkata hadits di atas secara jelas menunjukkan bahwa
shalat berjamaah hukumnya fardhu ain, sebab jika hukumnya sunnah maka tidak
mungkin Rasulullah mengancam orang yang meninggalkannya dengan ancaman bakar
seperti itu.
Ibnu Mudzir juga mengatakan serupa, dalam hadits di
atas terdapat keterangan yang sangat jelas tentang wajibnya shalat berjamaah,
sebab tidak mungkin Rasulullah mengancam seorang yang meniggalkan shalat
perkara sunnah yang bukan wajib.[6] Ibnu daqiq
As-Syafi’e berkata, para ulama yang yang berpendapat fardhu ain berdalil dengan
hadits dalam hadits di atas.
G.
Sejarah Shalat
Berjamaah
Rasulullah saw besabda,” Shalat seseorang dengan
berjamaah lebih tinggi nilainya dua puluh kali lipat daripada shalatnya
sendirian.”( HR. Muslim)[7]
Mengerjakan Shalat lima waktu berjamah di syariatkan di kota mekah setelah
turunnya perintah mengerjakannya. Pada mulanya, shalat berjamaah bukanlah perkara yang sangat ditekankan, hanya sebatas
disyariatkan, dan belum diwajibkan. Setelah Allah Ta’ala mewajibkan shalat lima
waktu sehari semalam, Allah mengutus malaikat jibril pada hari itu juga untuk
mengajari Rasulullah saw waktu-waktu shalat dan tata cara pelaksanaannya.
Malaikat jibril langsung mengimami Rasulullah di Baitul Al-Haram sebanyak dua
kali.
Akan tetapi, kala itu shalat jamaah belum ditekankan
shalat jamaah baru disyariatkan di Madinah setelah hijrah. Kemudian shalat
jamaah menjadi syiar Islam, Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Umar
bahwa ia berkata, ketika kaum muslimin berada di Mekah mereka berkumpul
menunggu waktu shalat tanpa seruan atau panggilan.[8] Berdasarkan
pemaparan di atas bahwa pertama kali Rasulullah shalat berjamaah di imami oleh
Malaikat Jibril di Baitul Al-Haram.
Dalam hadits lain dijelaskan bahwa Allah swt sendiri
lebih suka dan menganggap lebih baik shalat berjamah ini. Nabi bersabda” shalat
dua orang dengan seorang mengimami yang lain lebih baik disisi Allah swt dari
pada empat orang shalat sendiri-sendiri. Dan shalatnya delapan orang yang
diimami salah seorang dari mereka lebih baik disisi Allah dari pada seratus
orang shalat sendiri-sendiri”.
Sungguh, sebuah perbandingan yang berselisih begitu
banyak. Delapan orang shalat berjamaah secara bersama-sama secara berjamaah
oleh Allah dianggap lebih baik ketimbang shalatnya orang seratus namun shalat
itu dilakukan dengan sendiri-sendiri. Dalil al-Qur’ân tentang shalat berjamaah
terdapat dalam surah An-Nisa (4):102. Ayat ini merupakan dalil yang sangat
jelas bahwa shalat berjamaah hukumnya fardhu ain bukan hanya sunnah atau fardhu
kifayah.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ubaidah Yusuf, Shalat berjamaah Http
Ebook
Asrifin An
Nakhrawie, Rahasia Dibalik 99 Butiran Tasbih, Surabaya:Ikhtiar,2007
Bulughul Maram, (Software), Bab X hadits ke 317 .
Imam nawawi Majmu 4/86, “Pendapat ketiga: Fardhu ain
tetapi bukan syarat sah shalat.
Kitab Sembilan Imam, (Software), HR. Timidzi No 201
Kitab Sembilan Imam, (Software), HR. Ibnu Majah No. 387
Mari shalat berjamaah. Pdf.
0 comments:
Post a Comment