Blue Wings - Working In Background

"Sambas"

Powered By Blogger

GOOGLE FEED BURNER

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Wednesday, 16 November 2016

ANTAR AJONG (Ritual Adat Menolak Bala dalam Perspektif Komunikasi)

Oleh: Halim Setiawan

A.    Budaya Antar Ajong Masyarakat Sentebang Kabupaten Sambas
Sambas adalah nama salah satu Kabupaten yang teletak pada bagian pantai barat paling utara dari wilayah Provinsi Kalimantan Barat. Kabupaten Sambas ini memiliki luas wilayah 6.395,70 km². Kabupaten Sambas memiliki 19 kecamatan salah satunya adalah kecamatan Jawai. Kecamatan Jawai ini merupakan kecamatan yang berada pada pesisir pantai. Salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Jawai ini adalah Desa Sentebang.
 Desa Sentebang ini merupakan desa yang tidak jauh dari pesisir pantai. Adapun salah satu kebudayaan yang terdapat di Desa Sentebang Kecamatan Jawai Kabupaten Sambas ini adalah kegiatan Antar Ajong. Kegiatan Antar Ajong ini biasanya dilakukan di salah satu pantai yang terdapat di Kecamatan Jawai yaitu pantai Natuna Desa Sentebang.
Antar Ajong merupakan suatu ritual adat yang lahir dari sebuah kebudayaan nenek moyang yang masih dilestarikan hingga saat sekarang. Antar Ajong berasal dari dua suku kata yaitu Antar dan Ajong. Antar  merupakan kata serapan dari bahasa Indonesia ke bahasa Sambas yaitu Mengantar. Antar memiliki arti membawa, mengantar, menemani, dan mengirim. Sedangkan Ajong itu sendiri memiliki arti perahu, sampan atau perahu layar. Ajong ini memiliki ukura yang lebih kecil dari perahu biasanya dan tidak bisa di naiki oleh manusia karena akan tenggelam jika dinaiki. Perahu Ajong dibuat menyerupai kapal-kapal layar dalam bentuk mini yang lengkap dengan geladak kamar tidur mirip perahu kapal layar aslinya. Biasanya ukuran badan perahu bervariasi dengan lebar 20 cm - 40 cm  dan panjang 1,5 m - 4 m. Kain yang dibuat sebagai layarnya sering tampil dalam berbagai warna tapi lebih didominasi oleh warna putih dan kuning.  Warna kuning merupakan identitas simbol dari kerajaan Sambas itu sendiri. Badan perahu diberi warna cat bebas dengan variasi gambar ukiran khas sambas.
Antar Ajong menjadi sebuah ritual yang dilakukan untuk menghindarkan masyarakat dari segala bala (hal-hal jahat yang tidak di inginkan atau hal negatif, seperti wabah penyakit, hama tanaman yang merajalela dan bencana alam. Ritual ini juga sebagai pertanda dimulainya masa bercocok tanam padi, karena mayoritas masyarakat Desa Sentebang Kecamatan Jawai memiliki profesi sebagai petani selain dari nelayan. Kegiatan Antar Ajong ini dilakukan setiap satu tahun sekali yaitu pada setiap pertengahan tahun antara bulan Juni sampai Juli.

B.     Persiapan Hingga Prosesi Budaya Antar Ajong Masyarakat Sentebang Kabupaten Sambas
1.      Persiapan Ajong
Sebelum melaksanakan ritual adat Antar Ajong maka tokoh-tokoh masyarakat beserta tokoh adat kampung tersebut melakukan suatu  musyawarah. Melalui musyawarah yang dituakan oleh pemangku adat setempat maka dilakukan musyawarah masyarakat untuk menentukan hari atau tanggal pelaksanaan Antar Ajong. Apabila telah disepakati maka masyarakat secara bersama-sama mempersiapkan segala perangkat yang diperlukan khususnya untuk mencari kayu atau pohon di hutan kampung yang tepat untuk dijadikan bahan Ajong tersebut.
Menentukan pohon yang diambil tersebut terlebih dahulu dilakukan renungan oleh tetua (ketua adat) untuk mendapatkan petunjuk Tuhan Yang Maha Kuasa dengan melakukan pembacaan doa bersama. Apabila kayu tersebut sudah ditemukan maka dilakukan pengasapan atau pembersihan kayu tersebut dari roh-roh yang jahat, dengan harapan agar kayu tersebut tetap mampu membawa segala beban yang terdapat dalam Ajong tersebut.
Benda-benda lambang dalam upacara ini dipercaya memiliki kekuatan guna maksud tertentu. Pembuatan Ajong tersebut dilakukan oleh masyarakat secara bergotong royong dari mulai memotong, membelah bahkan hingga mengecat serta memberi bentuk layar Ajong tersebut. Ajong yang didesain seperti layaknya perahu layar tersebut juga diisi dengan beberapa muatan seperti telur ayam kampung, ratteh (padi yang digoreng tapi tidak mengguakan minyak seperti membuat pop corn), beras kuning, tebu, pisang wetel, kue cucur dan sebagainya.
Sehari sebelum Ajong diantar didahului oleh kegiatan yang disebut ratib, yaitu suatu kegiatan mengagung-agungkan Asma Allah disertai doa selamat dan doa tolak bala. Kegiatan ratib ini merupakan salah satu hasil dari pengakulturasian ajaran Islam ke dalam tradisi lokal yang sebelumnya sangat kental dengan unsur dari kepercayaan Hindu. Sebab, proses Islamisasi yang dilakukan pada zaman kesultanan Sambas sangat menghargai eksistensi tradisi lokal tersebut.
2.      Upacara Besiak
Besiak adalah sebuah kegiatan untuk menangkap roh-roh jahat penguasa hal negatif guna dimasukkan ke dalam Ajong. Proses penangkapan roh jahat tersebut juga dilakukan dengan menggunakan roh-roh (baik) penguasa alam gaib di kawasan setempat yang merasuki pawang.
Upacara besiak dimulai yang ditandai dengan pembakaran kemenyan oleh pawang (dukun) sambil mengambur-hamburkan ratteh (padi yang di buat seperti pop corn) dan beras kuning ke sekeliling penonton. Lalu, dimulailah proses pemanggilan roh. Ketika memanggil roh, pawang (dukun) bersahut-sahutan melantunkan syair dan lagu khusus yang diiringi dengan pukulan gendang dan alat musik lainnya.
Sebelum syair habis dilantunkan, tiba-tiba terjadi perubahan pada sang pawang. Tubuhnya berkelojotan sesaat dan matanya nanar. Itu diyakini sebagai pertanda bahwa tubuhnya telah disusupi oleh roh. Peradi kemudian berkomunikasi dengannya dan menyatakan maksud pemanggilan. Roh baik yang datang itu diminta untuk "menangkap" roh-roh jahat dan memasukkannya ke dalam Ajong.
Pawang yang sudah dirasuki roh itu terkadang bertingkah aneh-aneh. Ada kalanya ia memanjat di atas atap rumah, pohon dan sebagainya. Setelah itu, ia akan mengelilingi Ajong sambil menaburkan ratteh atau mengipasinya dengan mayang pinang. Biasa pula ia minta dihibur dulu dengan nyanyian dan tarian.
Pawang biasanya dirasuki oleh beberapa roh. Ini diketahui dari pengakuan roh yang meminjam tubuh pawang. Ketika ditanya, ia memperkenalkan diri dengan nama yang berbeda-beda. Tak jarang juga ditemukan penonton yang ikut-ikutan dirasuki roh. Upacara baru dinyatakan selesai setelah roh tersebut menyatakan bahwa semua roh jahat yang ada dan potensial mengganggu telah ditangkap dan dimasukkan ke dalam Ajong. Dengan demikian, Ajong-ajong itu sudah siap untuk dihanyutkan ke laut.
3.      Ritual Pelepasan Ajong Ke Laut
Apabila Ajong sudah selesai dilaksanakan, maka dilakukan penurunan Ajong pada parit kecil sebagai wujud pengadaptasian untuk mengarungi lautan luas. Waktu dilakukan pelepasan Antar Ajong kelautan lepas, terlebih dahulu semua Ajong-ajong punya masyarakat itu disusun secara sejajar di pinggir pantai dengan corak dan warna yang sangat bervariasi.
Ajong sebelum dilepas terlebih dahulu diantar dengan tradisi joget dan bahkan pencak silat yang diiringi dengan bunyi-bunyian gendang tradisional masyarakat setempat. Usai acara hiburan tersebut dan setelah mendapatkan instruksi dari pawang, para pemilik Ajong lalu memanggul Ajong mereka masing-masing. Dengan aba-aba berupa Shalawat Nabi, mereka berlari sejadi-jadinya menuju laut. Pelepasan Ajong harus dilakukan secara serentak oleh pemilik Ajong, Ajong tersebut digiring ke bibir laut yang selanjutnya akan terbawa arus menuju lautan lepas. Mereka baru kembali ke daratan setelah Ajong dinilai aman berlayar.

C.    Makna Budaya Antar Ajong Masyarakat Jawai Sambas
Jawai sebagai salah satu kawasan pesisir di Kabupaten Sambas dan memiliki kekayaan alam yang melimpah. Ini terbukti dari hasil tangkapan ikan dari para nelayan, lahan yang cukup subur terutama untuk perkebunan dan pertanian sehingga memungkinkan masyarakat di sana memilih bekebun dan bertani. Dengan alam yang begitu potensial tersebut sudah sewajarnya masyarakat setempat bersyukur kepada Pencipta alam ini.
Kekhawatiran terhadap musibah yang melanda masih tetap ada, wabah dan penyakit, kegagalan panen akibat hama dan berbagai gangguan terhadap desa mereka masih muncul disebagaian masyarakat ini. Berbagai cara mereka lakukan untuk menanggulangi berbagai gangguan tersebut. Bagi mereka yang masih percaya bahwa segala gangguan itu bersumber dari roh-roh jahat yang menyebar di beberapa penjuru desa seperti di hutan, laut, gunung dan sebagainya maka salah satu tradisi lokal yang masih dilakukan adalah Antar Ajong seperti yang terdapat di Desa Sentebang Kecamatan Jawai Kabupaten Sambas.

D.    Peran dan Sistem Komunikasi Budaya Antar Ajong Masyarakat Jawai Sambas
Adapun peran dari di adakannya Antar Ajong ini adalah:
1.      Dengan diadakannya Antar Ajong, masyarakat dapat mengetahui musim tanam padi yang sesuai dan tepat menurut kepercayaan setempat. Selain itu, kegiatan ini telah dijadikan masyarakat untuk mempererat hubungan silaturahmi di antara mereka. Dapat disaksikan dari persiapan Antar Ajong diawali dengan musyawarah antar tetua masyarakat, begitupula dimulai dari pencarian bahan Ajong, pembuatan, penyeiaan sesajian, sampai upacara ritual pelepasan Ajong ke laut itu semua dilakukan secara bergotong-royong antar desa.
2.      Selain itu, Antar Ajong telah menjadi sarana hiburan menarik baik bagi masyarakat setempat maupun masyarakat luar. Bahkan tradisi ini dapat digali dan dijadikan sebagai aset wisata yang menjanjikan sehingga imbasnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat Paloh. Paloh menjadi salah satu tempat yang dikenali dengan ikon Antar Ajongnya. Di sela-sela acara tahunan ini masyarakat dapat berjualan sehingga menambah pendapatan mereka.
Komunikasi adalah pertukaran simbol, jadi komunikasi antar budaya adalah pertukaran simbol dari dua orang atau lebih (etnis/ras) yang dilatarbelakangi oleh faktor perbedaan budaya. [1] Dari definisi tersebut layak diamati bahwa dalam kebudayaan itu ada; gagasan, budi dan karya manusia; gagasan dan karya manusia itu akan menjadi kebudayaan setelah sebelumnya dibiasakan dengan belajar. Memandang kebudayaan hanya dari segi hasil karyanya adalah tidak tepat. Demikian juga melihat sesuatu hanya dari gagasan manusia juga terlalu sempit. Dengan kata lain, kebudayaan menemukan bentuknya jika dipahami secara keseluruhan.
Antar ajong memiliki sistem komunikasi yang sangat komplit mulai dari komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal, komunikasi intra personal dan antar personal. Komunikasi yang terjalin di dalamnya juga terdapat komunikasi lintas agama dan budaya. Antar Ajong juga memiliki suatu sistem komunikasi yang terjalin antara dimensi yang berbeda, yang di tunjukan pada suatu ritual sebelum Ajong itu di bawa kelaut. Komunikasi demikian dinamakan komunikasi transendental. Komunikasi transendental secara luas dapat diartikan sebagai proses komunikasi antara manusia dan sang penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Komunikasi jenis ini dapat berupa aktivitas yang berkaitan dengan hubungan antara manusia dan Sang Khalik, misalnya shalat, dan berbagai bentuk permohonan doa yang dipanjatkan manusia kepada Tuhan.[2] Melalui Antar Ajong dapat memperbaiki hubungan silaturahmi dengan melakukan berbagai interaksi khususnya melalui suatu komunikasi yang terbentuk melalui acara tersebut.

E.     Komunikasi Sebagai Proses Budaya
Dalam hubungannya Antar Ajong dengan proses budaya komunikasi yang ditujukan kepada orang atau kelompok lain adalah sebuah pertukaran budaya. Dalam proses tersebut terkandung unsur-unsur kebudayaan, salah satunya adalah bahasa, sedangkan bahasa adalah alat komunikasi. Dengan demikian, komunikasi juga disebut sebagai proses budaya.
Budaya merupakan keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil kerja manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar. Tindakan-tindakan yang dipelajari antara lain cara makan, minum, berpakaian berbicara, bertani, bertukang, berelasi dalam masyarakat adalah budaya. Tapi kebudayaan tidak saja terdapat dalam soal teknis tapi dalam gagasan yang terdapat fikiran yang kemudian terwujud dalam seni, tatanan masyarakat, ethos kerja dan pandangan hidup.[3] Kebudayaan merupakan keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan kapabilitas dan kebiasaan-kebiasaan lainnya yang dimiliki oleh manusia sebagai anggota masyarakat.[4]
Jika ditinjau secara lebih kongkrit, hubungan antara komunikasi dengan isi kebudayaan Antar Ajong akan semakin jelas. Komunikasi akan menemukan bentuknya secara lebih baik manakala menggunakan bahasa sebagai alat penyampai pesan kepada orang lain. Wujud banyaknya bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi menunjukkan bahwa bahasa sebagai isi atau wujud dari komunikasi. Bagaimana penggunaan bahasa yang efektif, memakai bahasa apa, siapa yang menjadi sasaran adalah manifestasi dari komunikasi sebagai proses budaya. Termasuk di sini juga ada manifestasi komunikasi sebagai proses kesenian misalnya, dalam ritual Antar Ajong tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Adeng Muchtar Ghazali. Antropologi Agama: Upaya Memahami Keragaman, Kepercayaan, Keeyakinan, dan Agama. Bandung: Alfabeta, 2015.
Ahmad Fedyani Saifuddin. Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma. Jakarta: Kencana, 2006.
Mohammad Zamroni. Filsafat Komunikasi: Pengantar Ontologis, Epistimologis, Aksiologis. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2009.
Suryanto. Pengantar Ilmu Komunikasi. Bnadung: Pustaka Setia. 2015.




[1] Mohammad Zamroni, Filsafat Komunikasi: Pengantar Ontologis, Epistimologis, Aksiologis, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hlm. 229.
[2] Suryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Bnadung: Pustaka Setia, 2015), hlm. 133.
[3] Adeng Muchtar Ghazali, Antropologi Agama: Upaya Memahami Keragaman, Kepercayaan, Keeyakinan, dan Agama, (Bandung: Alfabeta, 2015), hlm. 37
[4] Ahmad Fedyani Saifuddin, Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 82.

0 comments: