Blue Wings - Working In Background

"Sambas"

Powered By Blogger

GOOGLE FEED BURNER

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Saturday, 19 November 2016

EKSPRESI ISLAM DALAM SENI DAN BUDAYA (SENI KERAJINAN KAYU)


Kesenian Islam adalah kesinambungan kesenian pada zaman lalu yang telah berkembang dan bercorakkan pada konsep tauhid yang tinggi kepada Allah Swt.. dan kesenian Islam memiliki khazanah sejarahnya yang tersendiri dan unik. Kesenian Islam terus berkembang di dalam bentuk dan falsafahnya yang berorientasikan sumber Islam yang menitikberatkan kesejajaran dengan tuntutan tauhid dan syara’.
Dalam jiwa, perasaan, nurani, dan keinginan manusia tertanamnya rasa suka akan keindahan dan keindahan itu adalah seni. Sebenarnya,  kesadaran mengenai keindahan adalah satu faktor yang amat penting dalam Islam. Antara faktor yang penting dalam seni ialah hakikat, kesucian, kejujuran dan semua ini terjalin dalam jiwa orang-orang Islam. Seni dibentuk untuk melahirkan manusia yang benar-benar baik dan beradab. Selain itu, seni juga seharusnya lahir sebagai satu proses pendidikan yang bersifat positif dan tidak lari daripada batas-batas syariat.
Ukiran kayu atau seni ukir merupakan seni pertukangan tangan yang menjadi satu tradisi dalam masyarakat melayu sejak turun temurun. Seni ukir akan memperkenalkan teknik dan motif bunga ukir yang menjadi identitas ukiran melayu. Dalam menghasikan sebuah karya seni ukir memerlukan kemahiran daripada memilih kayu, memproses kayu, memilih dan melukis motif ukiran hinggalah mengukir silat dengan menggunakan pemahat dan pisau wali.

1.      Sejarah Perkembangan Seni Kerajinan Kayu
Seni ukir atau ukiran merupakan gambar hiasan dengan bagian-bagian cekung (kruwikan) dan bagian-bagian cembung (buledan) yang menyusun suatu gambar yang indah. Pengertian ini berkembang hingga dikenal sebagai seni ukir yang merupakan seni membentuk gambar pada kayu, batu, atau bahan-bahan lain. Kayu yang biasanya digunakan adalah: kayu jati, mahoni, waru, sawo, nangka dan lain-lain. Contohnya mebel, relief, masjid Mantingan (Jepara), ukiran kayu dari Cirebon, ukiran pada makam (Gunongan) di Madura, ukiran pada gapura makam Sunan Pandanaran (Klaten), dan gapura makam Sendang Dhuwur (Tuban).
Bangsa Indonesia mulai mengenal ukiran sejak zaman batu muda (Neolitik), yakni sekitar tahun 1500 SM. Pada zaman itu nenek moyang bangsa Indonesia telah membuat ukiran pada kapak batu, tempaan tanah liat atau bahan lain yang ditemuinya. Motif dan pengerjaan ukiran pada zaman itu masih sangat sederhana. Umumnya bermotif geometris yang berupa garis, titik, dan lengkungan, dengan bahan tanah liat, batu, kayu, bambu, kulit, dan tanduk hewan. Pada zaman yang lebih dikenal sebagai zaman perunggu, yaitu berkisar antara tahun 500 hingga 300 SM. Bahan untuk membuat ukiran telah mengalami perkembangan yaitu menggunakan bahan perunggu, emas, perak dan lain sebagainya dan pembuatan ukirannya adalah menggunakan teknologi. Motif-motif yang di gunakan pada masa zaman perunggu adalah motif meander, tumpal, pilin berganda, topeng, serta binatang maupun manusia. Motif meander ditemukan pada nekara perunggu dari Gunung merapi dekat Bima. Motif tumpal ditemukan pada sebuah buyung perunggu dari kerinci Sumatera Barat, dan pada pinggiran sebuah nekara (moko dari Alor, NTT. Motif pilin berganda ditemukan pada nekara perunggu dari Jawa Barat dan pada bejana perunggu darikerinci, Sumatera. Motif topeng ditemukan pada leher kendi dari Sumba. Nusa Tenggara, dan pada kapak perunggu dari danau Sentani, Irian Jaya. Motif ini menggambarkan muka dan mata orang yang memberi kekuatan magis yang dapat menangkis kejahatan. Motif binatang dan manusia ditemukan pada nekara dari Sangean.
Setelah agama Hindu, Budha dan Islam masuk ke Indonesia, seni ukir mengalami perkembangan yang sangat pesat, dalam bentuk desain produksi, dan motif. Ukiran banyak ditemukan pada badan-badan candi dan prasasti-prasasti yang di buat orang pada masa itu untuk memperingati para raja-raja. Bentuk ukiran juga ditemukan pada senjata-senjata, seperti keris dan tombak, batu nisan, masjid, keraton, alat-alat musik, termasuk gamelan dan wayang. Motif ukiran selain menggambarkan bentuk dan juga berisi tentang kisah para dewa, mitos kepahlawanan dan lain-lain. Bukti-bukti sejarah peninggalan ukiran pada periode tersebut dapat dilihat pada relief candi Penataran di Blitar, candi Prambanan dan Mendut di Jawa Tengah.
Pada saat sekarang ini ukiran kayu dan logam mengalami perkembangan pesat. Fungsinya sudah bergeser dari hal-hal yang berbau magis berubah menjadi hanya sebagai alat penghias saja pada ukiran kayu meliputi motif Pejajaran, Majapahit, Mataram, Pekalongan, Bali, Jepara, Madura, Cirebon, Surakarta, Yogyakarta, dan berbagai macam motif yang berasal dari luar Jawa.
2.      Unsur-Unsur dalam Seni Ukiran Kayu
Unsur-unsur yang digunakan dalam ukiran ini sangat dipengaruhi beberapa faktor yang berkaitan dengan cara hidup seperti adat istiadat, kepercayaan agama, lingkungan alam, iklim dan topografi.
a.      Unsur-unsur makhluk hidup
Unsur makhluk hidup ini tidak banyak di gunakan dalam ukiran melayu karena agama Islam tidak menganjurkan ragam hias berdasarkan makhluk yang bernyawa. Ukiran yang berunsurkan makhluk hidup merupakan peninggalan orang melayu sebelum datangnya agama Islam.
b.      Unsur kosmos
Unsur kosmos merupakan unsur ruang angkasa yang dilihatkan melalui gambaran matahari, bulan, bintang dan lain-lain. Unsur-unsur ini selalu disatukan bersama unsur tumbuhan.
c.       Unsur geometri
Unsur ini dapat dilihat dalam ukiran melayu yang menggunakan pola seperti persegi seperti pada ukiran sarung keris, barang-barang tembaga, dan tempat alat hias yang dipakai di rumah.
d.      Unsur kaligrafi
Unsur ini mengambil contoh pada huruf Arab, ayat Al-Qur’an dan tulisan jawi. Contoh dari unsur kaligrafi ini terdapat pada ukiran yang ada pada bangunan mesjid dan surau.
e.       Unsur tumbuh-tumbuhan
Unsur tumbuhan seperti ini biasanya menggambarkan tumbuhan yang menjalar atau pohon-pohon bunga yang menjadi pilihan para pengukir. Antara yang menjadi sumber ilham ialah jenis kacang, labu, peria, daun salad dan sebagainya.
3.      Bentuk-Bentuk Ukiran pada Seni Kerajinan Kayu
Bentuk-bentuk ukiran dari seni karajinan kayu ini dibedakan menjadi beberapa macam bentuk yang menurut nama dari bentuk ukuran tersebut, yaitu sebagai berikut:
a.      Ukiran Tebuk Tembus
Ukiran tebuk berasal dari sekeping papan atau beberapa keping papan yang ditebuk dengan menggunakan gerudi gergaji (gergaji menggerudi) supaya tembus bentuk-bentuk bunga atau corak. Terdapat dua jenis ukiran jenis ini, yaitu ukiran tebuk tidak silat dan ukiran tebuk silat. Ukiran tebuk tidak silat banyak terdapat pada rumah-rumah lama yaitu pada bagian selasar, dinding, pintu, perabot dan mimbar masjid. Bentuk bunga ukir adalah awan larat, siling, kaligrafi dan simetri. Ukiran tebuk silat, bagian yang menindih serta melengkung keluar ditimbulkan dan bagian yang melengkung ke dalam serta yang tertindih ditenggelamkan. Silat merupakan istilah yang menunjukkan bahagian yang timbul dan tenggelam serta papan tebuk disobek. Bunga ukir yang terdapat pada bentuk ini ialah awan larat, silang dan simetri.
b.      Ukiran Bunga Timbul
Ukiran ini tidak tembus. Ia mengandungi bunga ukir yang disilatkan dan tidak silat. Ukiran ini terdapat pada perabot, mimbar masjid, barang hiasan yang diperbuat daripada kayu. Bunga ukirnya sama seperti ukiran tebuk.
c.       Ukiran Arca
Ukiran ini banyak terdapat pada ulu senjata seperti ulu keris, kepala tongkat, kukur kelapa, kotak nelayan dan sebagainya. Bunga ukirannya sama seperti ukiran timbul tetapi lebih halus dan kecil.
d.      Larik
Melarik merupakan satu cara orang-orang melayu mengukir kayu. Ukiran ini sering terdapat pada ulu senjata, perabot, tongkat, gasing, tiang-tiang rumah dan sebagainya.
e.       Ukiran Kayu Hanyut
Ukiran ini di anggap masih baru. Ukiran ini diperkenalkan oleh Badan Kerajinan Tangan Malaysia. Ukiran ini hanya sebagai hiasan semata-mata. Ukiran kayu hanyut diukir pada bahagian-bahagian tertentu dan dibentuk menyelurai ikan, burung dan sebagainya. Kayu induknya di ambil dari kayu atau akar yang terdapat dalam sungai.
4.      Hasil Seni Karajinan Kayu
a.      Perabotan Keraton
Hampir semua benda yang tersimpan di kraton mempunyai nilai-nilai arsitektur karya seni kerajinan juga mempunyai nilai yang serba religio-magis dan setiap benda yang berada di istana di pandang keramat dan bertuah. Pada zaman Islam, pembuatan benda kerajinan kayu masih diteruskan dan jarang pula benda-benda peninggalan seperti peninggalan para Walisongo atau Sultan dianggap juga sebagai barang-barang pusaka.
Kegiatan membuat barang tersebut sendiri dilakukan oleh para empu. Mebel kraton yang berada di kraton melihatkan desain dari Eropa. Mebel bermotifkan Eropa atau Kolonial ini dahulu dibawa dari sana oleh orang-orang Eropa yang diberikan kepada raja-raja sebagai hadiah.  Ada pula mebel kraton yang bercorak dari Cina yang dibawa oleh para pedagang. Untuk memberikan ciri khas bahwa perabotan tersebut adalah perabotan kraton, perabotan tersebut berhiasan atau bermotif ukiran yang bercorak kerajaan di Eropa.
Demikian pula dengan motif ukiran khas Islam, seperti motif kaligrafi Arab dan motif pada permadani. Hiasan pada perabotan kraton tetap menampilkan nafas seni hias Hindu. Gaya mebel kraton dalam perkembangannya menunjukkan tanda-tanda gaya seni lokal sesuai dengan tradisi seni daerahnya masing-masing. Kereta kerajaan yang disimpan di kraton-kraton lama Surakarta, Yokyakarta dan Cirebon adalah contoh karya seni dekoratif zaman Islam. Ukiran-ukirannya masih melihatkan corak Hindu, baik motif tumbuhan, kembangan, motif binatang maupun motif perlambangan. Pada kereta inilah dapat dicacat hasil nyata perpaduan produk disain dari seni kerajinan kayu dan seni hias pada zaman Islam.
b.      Hiasan ukiran
Penjelmaan sesuatu ragam hias dalam karya ukiran melayu tidak dapat dipisahkan dari dua hal yaitu motif hiasan dan cara penyusunan. Dalam seni ukiran ini, terdapat beberapa cara ukiran tersebut dibuat dengan menggunakan kemampuan, kebijaksanaa, keahlian yang terdapat pada seorang pengukir. Pola seni ukiran ini terdiri dari tiga pola yang penting yaitu pola bujang atau pola putu, pola bingkai dan pola lengkap. Pola bujang merupakan pola yang bermotifkan gaya bebas, tidak terikat atau bersambung. Pola ini biasanya menggunakan unsur-unsur makhluk hidup dan unsur kosmos. Pola bingkai menggunakan unsur sederhana ukirannya yang berbentuk melingkar dengan mempunyai bingkai. Selanjutnya pola lengkap yang juga disebut dengan pola induk lebih menitikberatkan pada unsur tumbuh-tumbuhan karena sifatnya yang lebih lembut dan mudah disusun.
Karya seni ukir memiliki macam-macam fungsi antara lain:
Ø  Fungsi hias, yaitu ukiran yang dibuat semata-mata sebagai hiasan dan tidak memiliki makna tertentu.
Ø  Fungsi magis, yaitu ukiran yang mengandung simbol-simbol tertentu dan berfungsi sebagai benda magis berkaitan dengan kepercayaan dan spiritual.
Ø  Fungsi simbolik, yaitu ukiran tradisional yang selain sebagai hiasan juga berfungsi menyimbolkan hal tertentu yang berhubungan dengan spiritual.
Ø  Fungsi konstruksi, yaitu ukiran yang selain sebagai hiasan juga berfungsi sebagai pendukung sebuah bangunan.
Ø  Fungsi ekonomis, yaitu ukiran yang berfungsi untuk menambah nilai jual suatu benda.
Penutup
Seni ukir kayu merupakan kerajinan yang menggunakan bahan dari kayu yang dikerjakan atau dibentuk menggunakan tatah ukir. Kayu yang biasanya digunakan adalah: kayu jati, mahoni, waru, sawo, nangka dan lain-lain. Contohnya mebel, relief dan lain-lain. Sejarah seni ukir di Indonesia berawal dari zaman batu muda, dimana pada zaman itu nenek moyang bangsa Indonesia telah membuat ukiran pada kapak batu, tempaan tanah liat atau bahan lain yang ditemuinya dengan motif yang sederhana. Setelah agama Hindu, Budha dan Islam masuk ke Indonesia, seni ukir mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam bentuk desain produksi, dan motif.
Dalam agama Islam ada larangan untuk melukiskan makhluk hidup terutama manusia. Banyak pola-pola yang diambil dari zaman purba, yaitu pola daun-daunan, bunga-bungaan, bukit karang, pemandangan dan garis-garis geometri. Huruf-huruf Arab juga dapat masuk ke dalam pola seni ukiran. Pola-pola ini sering sekali digunakan untuk menyamarkan lukisan makhluk hidup. Ukiran-ukiran biasannya menghiasi makam-makam, sedangkan pada masjid hanya tedapat di mimbarnya saja. Ukir-ukiran di makam dapat ditemui pada jirat dan gapura. Di Indonesia ada masjid yang memiliki ukiran samar dari zaman madya, yaitu masjid Mantingan di Jepara.





















0 comments: