Dinamika perdagangan dan bisnis
industri perbankan memang telah melahirkan model transaksi yang eksistensinya
lahir karena kemajuan dan keunggulan teknologi komunikasi dan informasi di era
globalisasi, yaitu e-commerce transaction (electronic commerce transaction).
E-commerce merupakan model bisnis modern yang non-face (tidak
menghadirkan pelaku bisnis secara fisik) dan non-sign (tidak memakai
tanda tangan asli). Ia adalah bisnis dengan melakukan pertukaran data (data interchange)
via internet di mana kedua belah pihak, yaitu orifinator dan addressee
atau penjual dan pembeli barang dan jasa, dapat melakukan bargaining dan
transaksi.
Saat ini, internet dan e-commerce
sepertinya sudah menjadi sebuah gaya hidup (life style) di mana-mana,
termasuk di Indonesia. Bisnis melalui internet ini juga sudah mulai marak di
beberapa provinsi di tanah air ini. Tidak salah kalau kemudian dikatakan bahwa
internet dan e-commerce sudah merupakan kebutuhan di dalam milenium
ketiga.
Teknologi informasi dan teknologi
seperti dunia jaringan (net) luas ini, di sebut dengan World Wide Web
(WWW), mampu memetakan dunia dengan segala bentuk kepentingannya tanpa batas
darat dan udara. Ia melintas batas-batas negara dan memberikan kemungkinan bagi
setiap pelaku ekonomi (actors) dari setiap sudut dunia untuk berbisnis
secara cepat, tepat, efisien, dan efektif melalui fasilitas email, faximile,
chatting, komunikasi via net, dan lainnya.
Dalam konteks Indonesia pertanyaan
mendasar seputar e-commerce ini adalah bagaimana Indonesia masih relatif
baru, walaupun kemudian dengan relatif cepat ia mampu meraih popularitas. Mengenai
e-commerce, Indonesia tampaknya masih berada dalam perkembangan tahap
awal, masih mencari bentuk dan belum memiliki wacana hukum yang predictable
yang mampu secara rinci, lengkap, dan transparan mengatur bagaimana seharusnya
transaksi-transaksi bisnis lewat internet seperti e-commerce transaction
dilakukan. Indonesia belum memiliki framework hukum yang holistik untuk
mengantisipasi evolusi atau bahkan revolusi bisnis pada masyarakat dunia.
Selain menimbulkan perdebatan di
bidang hukum, transaksi melalui internet juga menimbulkan masalah di bidang
perpajakan. Sebut saja jika ada pengusaha Indonesia yang memiliki toko di dunia
yang kemudian melayani pembelian melalui internet dari penduduk Amerika. Negara
mana yang berhak memungut pajak yang harus dibayar oleh toko maya milik orang
Indonesia tersebut. Indonesia atau Amerika Serikat.
Mengingat hal-hal diatas di dalam
perjanjian transaksi e-commerce hendaknya secara jelas ditentukan
mengenai besarnya withholding taxes yang harus di bayar, dalam mata uang
apa withholding taxes itu dibayar, siapa yang harus membayar pajak
tersebut, dan kepada negara mana pajak tersebut harus dibayar.
Karena Undang-Undang telekomunikasi
kita juga belum secara spesifik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan
telekomunikasi melalui internet, Indonesia masih memerlukan Undang-Undang Internet
(law of Internet) atau Undang-Undang Siber (Cyberlaw). Undang-Undang
Internet merupakan Undang-Undang yang khusus mengatur mengenai pengiriman dan
penerimaan pesan elektronik melalui internet. Apabila Undang-Undang Internet tersebut
dihubungkan dengan Undang-undang nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi,
akan merupakan lex generalis, sedangkan Undang-Undang Internet yang
masih akan dilahirkan, merupakan lex specialis dari Undang-Undang
Telekomunikasi tersebut.