1.
Pengertian Bencana Alam
Bencana secara etimologis adalah
sesuatu yang menyebabkan dan menimbulkan kesusahan, kerugian, penderitaan,
malapetaka, kecelakaan dan marabahaya, dan dapat juga berarti gangguan,
godaan serta tipuan. Kata bencana selalu identik dengan sesuatu dan situasi negatif
yang dalam bahasa Inggris sepadan dengan kata disaster. Disaster
berasal dari Bahasa Yunani, disatro,
dis berarti jelek dan astro yang berarti peristiwa jatuhnya
bintang-bintang ke bumi. Sedangkan bencana alam adalah kecelakaan besar yang
disebabkan oleh faktor
alam atau faktor nonalam maupun faktor manusia , seperti kerusakan
lingkungan, gempa bumi, angin besar, dan
banjir serta lain sebagainya.
2.
Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Bencana Alam
Ada
tiga faktor penyebab terjadinya bencana. Pertama,
bencana yang murni atas kehendak dan izin dari Allah. Kedua, bencana yang terjadi akibat kontribusi perusakan yang
dilakukan oleh manusia (human error).
Dan ketiga, bencana sebagai
bentuk rasa kasih sayang Allah SWT.
a. Kehendak dan Izin dari Allah SWT
Bencana yang merupakan kehendak dan izin dari Allah
adakalanya merupakan bencana sebagai bentuk hukuman, bencana sebagai teguran,
serta bencana sebagai bentuk kasih sayang dari Allah. Bencana dalam bentuk
hukuman adalah azab.
b. Bencana Sebagai Teguran
Allah telah menetapkan ketentuan dan aturan bagi
manusia. Perlu diketahui bahwa untuk melakukan semua ketentuan dan aturan yang
telah ditetapkan oleh Allah tersebut, diperlukan perjuangan yang tidak mudah,
karena dalam kehidupannya manusia diiringi dengan hawa nafsu dan juga setan.
c. Bencana Sebagai Bentuk Kasih Sayang
Allah SWT
Quraish Shihab sangat menekankan bahwa ujian atau
cobaan yang dihadapi itu pada hakikatnya adalah
sedikit. Menurutnya, kata sedikit
ini sangat wajar karena betapapun besarnya ujian dan cobaan, ia adalah sedikit
jika dibandingkan dengan imbalan dan ganjaran yang akan diterima. Karena cobaan
dan ujian itu bisa terjadi dalam bentuk yang lebih besar dari pada yang telah
terjadi. Karena potensi dan nikmat yang telah dianugerah Allah kepada manusia
jauh lebih besar, maka manusia pasti akan mampu melalui ujian itu jika ia telah
membekali diri dengan iman dan menggunakan potensi-potensi yang telah
dianugerahkan oleh Allah SWT.
3.
Ayat al-Qur’an yang Terkait Beserta Penafsirannya
!$tBur Nà6t7»|¹r& `ÏiB 7pt6ÅÁB $yJÎ6sù ôMt6|¡x. ö/ä3Ï÷r& (#qàÿ÷ètur `tã 9ÏWx. ÇÌÉÈ
Artinya :” Dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh
perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari
kesalahan-kesalahanmu)”.
Quraish
Shihab menafsirkan ‘perbuatan tangan’ pada ayat tersebut sebagai dosa dan
kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia. Namun Allah adalah Maha Pengasih, Dia
tetap melimpahkan rahmat-Nya dan Dia memaafkan banyak dari kesalahan-kesalahan
yang telah manusia perbuat, sehingga kesalahan-kesalahan tersebut tidak
mengakibatkan musibah bagi manusia. Seandainya Allah tidak memaafkannya, maka
pastilah semua manusia binasa bahkan tidak akan ada satu binatang melata pun di
jagad raya ini yang tersisa.
4.
Bencana Alam Perspektif al-Qur’an
Term
mushibah, bala’, fitnah, azab, fasad, ‘iqab, tadmir, dan halak
menurut al-Qur’an dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu:
pertama menunjukkan kerusakan kolektif,
kedua menunjukkan kerusakan secara makna, dan ketiga menunjukkan pada
keburukan dan bahaya yang menimpa.
a. Kerusakan Kolektif
Bencana yang menunjukkan pada kerusakan kolektif ini
adalah bencana yang terjadi dan akibat dari perbuatan dan tindakan manusia, kemudian
akibatnya dapat dirasakan dan dilihat secara langsung di dunia ini. Adapun
term-term yang menunjukkan pada makna demikian adalah fasad, tadmir, dan
halak.
a). Fasad
Menurut Quraish Shihab, fasad فسد adalah sebuah aktifitas yang mengakibatkan sesuatu
yang memenuhi nilai-nilainya dan atau berfungsi dengan baik serta bermanfaat
menjadi kehilangan sebagian atau seluruh nilainya sehingga berkurang fungsi dan
manfaatnya. Kata fasad فسد sebagian besar disandingkan dengan
kata al-ard’ الأرض , yang mana hal ini menunjukkan
bahwa ketika kata fasad فسد digunakan dalam al-Qur’an, maka itu
menunjukkan kerusakan yang ada dibumi. Quraish Shihab menjelaskan bahwa peringatan Allah kepada manusia tentang akibat
dari perusakan tersebut sangat jelas disebutkan dalam al-Qur’an, namun manusia
lebih cenderung menggunakan akal dan potensi yang dimilikinya untuk menyelesaikan
dan memenuhi semua kebutuhan hidupnya, sehingga dengan dan tanpa ia sadari
petunjuk-petunjuk yang Allah berikan mereka abaikan. Adapun kerusakan terbesar
yang seringkali terjadi adalah di daratan dan lautan. Menurut Quraish Shihab, kerusakan yang terjadi
di daratan dan lautan telah mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan pada
lingkungan, yang sesungguhnya telah diciptakan oleh Allah dalam satu sistem
yang sangat serasi sesuai dengan kehidupan manusia.
b). Tadmir
Ketika al-Qur’an menggunakan kata tadmir تدمیر , maka di situ pasti mengandung
pengertian sebuah kehancuran atau kebinasaan yang cukup parah, bahkan bisa
mencakup satu negeri. Menurut Quraish Shihab kehancuran dan kebinasaan yang
terdapat dalam al-Qur’an tidak selamanya berupa kehancuran secara fisik, dalam artian
kehancuran tersebut menimpa gedung-gedung, bangunan-bangunan, dan lain
sebagainya, namun terkadang kehancuran tersebut menunjuk pada kehancuran secara
psikis, yakni kehancuran sistem kemasyarakatan dan hubungan sosial yang
selaras.
c) Halak
Menurut al-Asfahani, kata halak ھلك memiliki tiga pengertian. Pertama, hilangnya sesuatu
dari seseorang. Kedua, rusaknya
sesuatu akibat perbuatan seseorang. Ketiga, mati. Dalam al-Qur’an
penggunaan kata halak ھلك sering kali didahului dengan
penyebutan istifham إستفھام. Ketika kata kam digunakan oleh al-Qur’an, ia seringkali
dipahami dalam arti ‘banyak’. Sebagaimana kata kam yang terdapat pada Q.S.
al-A’raf (7) ayat 4-5, yang berarti “Padahal betapa banyaknya negeri yang
telah Kami binasakan”.
b. Kerusakan Secara Makna
Kerusakan secara makna yang dimaksud di sini adalah
bencana yang menyebabkan kerusakan yang mana kerusakan tersebut terjadi akibat
dari perbuatan manusia yang berdampak pada rohani, psikis atau keimanan mereka,
atau dengan kata lain, kerusakan itu tidak tampak oleh penglihatan manusia. Adapun term-term yang menunjukkan pada
kerusakan secara makna adalah, bala’, fitnah, azab, dan ’ iqab.
a). Bala’
Kata bala’ ini berarti menguji atau
memberikan cobaan. selanjutnya, kata bala’ kemudian diartikan sebagai
ujian yang dapat menampakkan kualitas keimanan seseorang. Menurut Quraish
Shihab, bala’ atau ujian merupakan suatu keniscayaan hidup. Ada dua
bentuk bala’ yang diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya, Pertama,
bala’ atau ujian yang khusus diberikan kepada para nabi dan rasul.
Semakin tinggi tingkat keimanan seseorang, maka akan semakin berat juga ujian
yang diberikan Allah kepadanya. Kedua, bala’ atau ujian yang
berlaku umum dan diberikan kepada seluruh umat manusia. Bala’ atau ujian
pada kategori kedua ini cenderung bersifat lebih ringan, Sehingga Allah tidak
hanya memberikannya kepada para nabi dan rasul saja, melainkan kepada seluruh
umat manusia, baik yang beriman maupun yang tidak beriman.
b). Fitnah
Makna awal dari kata fitnah ini biasa
digunakan untuk menyebutkan pandai emas yang membakar emas untuk mengetahui
kadar dan kualitasnya., kemudian kata fitnah memiliki beberapa
pengertian yang digunakan dalam al-Qur’an. Pertama, menunjukkan arti
siksa atau memasukkan manusia ke dalam api neraka. Kedua, menunjukkan arti bencana. Ketiga, menunjukkan arti menguji atau
memberikan cobaan, baik cobaan itu berupa nikmat atau kebaikan, maupun berupa
kesulitan dan keburukan. Keempat, berarti kekacauan.
c). Azab
Penggunaan kata azab dalam al-Qur’an selalu
menunjukkan pada makna siksa.Sebagian besar penggunaan kata azab dalam
al-Qur’an terletak pada akhir ayat sebagai penutup dan penyebutannya dibarengi dengan
kata-kata tertentu seperti, عذاب ألیم siksa
yang pedih, شدید العذاب amat
besar siksanya, عذاب العظیم siksa
yang besar,
عذاب
النار siksa
api neraka, عذاب المھین siksa
yang menghinakan, dan lain sebagainya. Dalam ayat
lain Allah menegaskan bahwa Dia adalah Maha Pengampun, sehingga selama manusia
memohon ampun kepada Allah, niscaya Allah akan memaafkannya.
d). ‘Iqab
عقاب
digunakan dalam pengertian kesudahan yang tidak menyenangkan,
pembalasan yang berupa siksa atau sanksi atas suatu pelanggaran. Quraish Shihab
membedakan antara siksa dan pembalasan. Menurutnya yang di dunia adalah siksa
duniawi, dimana siksa dunia belum mencakup pembalasan, dan pembalasan-Nya
akan diberikan di akhirat kelak, yaitu berupa siksa.
c. Keburukan dan Bahaya yang Menimpa
Bencana adakalanya berupa sebuah kejadian-kejadian
yang tidak diinginkan atau tidak sesuai dengan harapan, dan bisa juga
menunjukkan pada suatu bahaya yang menimpa manusia. Adapun term yang
menunjukkan pada pengertian tersebut adalah mushibah. Kata mushibah
sendiri pada awalnya berarti mengenai atau menimpa, akan tetapi pada
perkembangannya, kata ini kemudian dikhususkan pada makna musibah atau bencana
saja. Menurut Quraish Shihab, pengertian mengenai atau menimpa tersebut memang bisa
saja mengarah pada sesuatu yang menyenangkan, namun apabila al-Qur’an
menggunakan kata mushibah, maka ia berarti sesuatu yang tidak
menyenangkan yang menimpa manusia. Ada dua indikator dari al-Qur’an yang
menunjukkan pada sebab-sebab diberikannya bencana kepada manusia, yaitu: (1) aidikum
أیدیكم
tangan kalian
sendiri, dan (2) min ‘indi anfusikum من عند أنفسكم disebabkan dari diri
kalian sendiri. Kedua kata ini menunjukkan bahwa ketika al-Qur’an menyebutkan
bencana dengan menggunakan term mushibah, maka di situ pasti terdapat
penyebab ditimpakan bencana terdapat
penyebab ditimpakan bencana tersebut kepada manusia, yang mana itu berasal dari
manusia itu sendiri.