Blue Wings - Working In Background

"Sambas"

Powered By Blogger

GOOGLE FEED BURNER

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

BERDIRI DI UJUNG NEGERI

PERBATASAN INDONESIA-MALAYSIA, TEMAJUK, SAMBAS.

TUGU GARUDA PERBATASAN

TEMAJUK, SAMBAS.

TANJUNG DATOE INDONESIA

INDAHNYA INDONESIA KU, TEMAJUK, SAMBAS.

PERBATASAN INDONESIA-MALAYSIA

BERDIRI DI BATAS NEGERI, TEMAJUK, SAMBAS.

TUGU KETUPAT BERDARAH

SAKSI BISU PERTUMPAHAN DARAH 1999, JAWAI, SAMBAS

Saturday 19 November 2016

TINJAUAN TENTANG USAHA GURU MENINGKATKAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA KEGIATAN EKSTRAKURIKULER


Sebagai salah satu mata rantai upaya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, pendidikan merupakan landasan untuk menghadapi berbagai perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Dalam rangka pembaharuan masyarakat, pendidikan sangat besar peranannya dengan dipengaruhi oleh faktor budaya dan sosial. Berkat fungsi pendidikan, secara tertib pembaharuan yang menyangkut tradisi masyarakat akan diarahkan sesuai tujuan yang dikehendaki.
Kemudian dari pada itu, guru pendidikan agama Islam adalah guru yang bertugas membina rohani murid sebagai tujuan pendidikan agama Islam, seperti murid harus patuh kepada tuhan Yang Maha Esa, harus berbakti kepada kedua orang tua, berbuat baik sesama manusia dan lain-lain.  Maka  dari itu  guru  pendidikan  secara  keseluruhan  harus memiliki kepribadian dan mental yang baik yang dapat diteladani oleh para murid.
Penampilan guru merupakan keseluruhan yang utuh dan menentukan hasil pendidikan agama dalam melaksanakan tugasnya, maka peranan itu perlu didukung oleh ilmu-ilmu yang menyertainya dalam melaksanakan tugas tadi.
Usaha erat sekali dengan tugas guru sebagai pengajar dan pendidik. Tugas guru sebagai suatu profesi menuntut kepada guru untuk mengembangkan profesionalitas diri sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mendidik, mengajar dan melatih anak didik adalah tugas guru sebagai suatu profesi. Tugas guru sebagai pendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup kepada anak didik. Tugas guru sebagai pengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada anak didik. Tugas guru sebagai pelatih berarti mengembangkan keterampilan dan menerapkannya dalam kehidupan demi masa depan anak didik.
Tugas kemanusiaan juga menjadi salah satu segi dari tugas guru. Sisi ini tidak bisa guru abaikan, karena guru harus terlibat dengan kehidupan di masyarakat dengan interaksi sosial. Guru harus menanamkan nilai-nilai kemanusiaan kepada anak didik. Dengan begitu anak didik dididik agar mempunyai sifat kesetiakawanan sosial. Tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Ia harus mampu menarik simpati sehingga ia menjadi idola para siswanya.
Pelajaran apapun yang diberikan, hendaknya dapat menjadi motivasi bagi siswanya dalam belajar. Bila seorang guru dalam penampilannya tidak menarik, maka kegagalan pertama adalah ia tidak akan dapat menanamkan benih pengajarannya itu kepada para siswanya. Para siswa akan enggan mengahadapi guru yang tidak menarik. Pelajaran tidak dapat diserap sehingga setiap lapisan masyarakat, dan dapat mengerti bila menghadapi guru. Di bidang kemasyarakatan merupakan tugas guru yang juga tidak kalah pentingnya. Pada bidang ini guru mempunyai tugas mendidik dan mengajar masyarakat untuk menjadi warga negara Indonesia yang baik (yaitu yang bermoral Pancasila). Memang tidak dapat dipungkiri bila guru mendidik anak didik sama halnya guru juga bertugas mencerdaskan bangsa secara keseluruhan.
Bila dipahami, maka tugas guru tidak hanya sebatas dinding sekolah, tetapi juga sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat.  Menurut Sardiman AM (2001: 37-38) merumuskan tiga kemampuan penting yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional. Ketiga kemampuan tersebut dikenal dengan sebutan tiga kompetensi  yaitu:
1.  Kompetensi profesional,
2.  Kompetensi personal, dan
3.  Kompetensi sosial. Penjelasan untuk masing-masing adalah sebagai berikut:
a. Kompetensi profesional, artinya bahwa guru harus memiliki pengetahuan yang luas serta mendalam tentang bidang studi yang akan diajarkan, serta penguasaan metodologis dalam arti memiliki pengetahuan konsep teoretis, mampu memilih metode yang tepat, serta mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar.
b. Kompetensi personal, artinya bahwa guru harus memiliki sikap kepribadian yang mantap, sehingga mampu menjadi sumber intensifikasi bagi subjek. Arti lebih terperinci adalah bahwa ia memiliki kepribadian yang patut diteladani seperti yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantoro yaitu “Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani”.
c. Kompetensi sosial, artinya bahwa guru harus memiliki kemampuan berkomunikasi sosial, baik dengan murid-muridnya maupun dengan sesama teman guru, dengan kepala sekolah, dengan pegawai tata usaha, dan tidak lupa dengan anggota masyarakat di lingkungannya.



ADAKAH KONSEP ISLAM DALAM NEGARA


Islam adalah faktor penting dalam bangunan kebangsaan Indonesia. Sumber daya budaya, sosial dan politik serta ekonomi negara ini secara potensial berada dan melekat dalam tubuh warganya yang mayoritas muslim. Kolaborasi Islam dan budaya lokal selama berabad-abad hingga cucuran keringat, air mata dan darah para syuhada’ telah memperkokoh bangunan keindonesiaan modern. Sejarah Indonesia juga mencatat penolakan dan penentangan umat Islam terhadap penindasan kolonialisme. Agenda ekonomi, politik, sosial, pendidikan dan keagamaan yang digerakkan oleh SI, Muhammadiyah dan NU terbukti mengusung cita-cita luhur memperjuangkan terwujudnya kemerdekaan dan pemerintahan sendiri oleh rakyat Indonesia.
Demikian halnya para tokoh pergerakan nasional dari kalangan Muslim, meskipun mereka kelihatan berbeda-beda penekanan dan perspektifnya tentang nasionalisme Indonesia, tak diragukan lagi kecintaan dan komitmen mereka pada perjuangan terwujudnya negara bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat.
Fakta-fakta tersebut cukup menjelaskan bahwa Islam tidak merintangi nasionalisme, justru dari rahim Islamlah, nasionalisme Indonesia dapat tumbuh subur. Pergerakan-pergerakan Islam sudah lama mempunyai ikatan kebangsaan lebih kuat jika dibandingkan dengan organisasi lokal yang masih berbasis etnik, termasuk Budi Utomo yang berbasis kepentingan priyayi Jawa.
Jika kehidupan bernegara ditujukan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, maka tentulah berkenaan dengan umat Islam Indonesia. Maka umat Islam juga harus mengambil peran strategis dan kreatif memajukan Indonesia menuju negara plural yang kuat. Penolakan terhadap nation-state dalam sisi tertentu menunjukkan kekhawatiran berlebihan terhadap subordinasi Islam oleh negara, juga merupakan ekspresi dari ketidakberdayaan mengambil peran-peran kreatif dan strategis dalam merealisasikan keIslamann dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan mempertimbangkan keragaman agama sebagai salah satu faktor dalam nasionalisme, maka perjuangan mewujudkan berlakunya syari’at Islam di tengah-tengah masyarakat dapat dilakukan melalui gerakan-gerakan kultural dan struktural melalui sarana politik, sebagai bentuk dari pengamalan syuro. Dalam konteks ini maka pilihannya bukan negara Islam atau juga sistem khilafah yang menerapkan syariah atau negara sekuler yang menolak syariah, tapi negara Indonesia yang merealisasikan nilai-nilai universal ajaran agama (Islam) dalam bingkai Ukhuwwah Basyariyyah, Ukhuwwah Islamiyyah, dan Ukhuwwah Wathaniyyah.
Islam dan Nasionalisme Indonesia adalah dua sisi mata uang yang saling memberikan makna. Keduanya tidak bisa diposisikan secara diametral atau dikhotomik. Nasionalisme selalu meletakkan keberagaman atau pluralitas sebagai konteks utama yang darinya dapat melahirkan ikatan dasar yang menyatukan sebuah negara bangsa. Idealnya umat Islam tidak perlu merasa khawatir kehilangan identitasnya karena persenyawaannya dalam negara bangsa. Perjuangan yang ditekankan untuk menonjolkan identitas atau simbol-simbol keislaman dalam kerangka perjuangan politik kebangsaan hanya merupakan cerminan kelemahan umat Islam sendiri. Selain itu, meskipun terbuka peluangnya di alam demokrasi ini, penekanan berlebihan dalam hal itu akan potensial menjadi penyulut disintegrasi, dan ini tidak sejalan dengan nasionalisme itu sendiri. Idealnya, perjuangan politik umat Islam menekankan pada penguatan nasionalisme Indonesia dengan memperkokoh faktor-faktor perekat kebangsaan yang secara substantif. Nilai-nilai dimaksud merupakan nilai-nilai universal Islam yang menyentuh kesadaran pragmatis warga negara, seperti keadilan, kesejahteraan, kepercayaan, dan sebagainya.
Itulah sebabnya Al Mawardi, dalam kitab al-Ahkam al Shulthaniyyah mempersyaratkan keadilan bagi seorang pemimpin negara dan tidak memasukkan syarat harus beragama Islam, dan dalam kitabnya yang lain, yakni Adab al-Dunya wa al-Din ia merumuskan proposisi bahwa umur persatuan sebuah bangsa sesungguhnya ditentukan oleh keadilan dalam bangsa itu. Selama keadilan ada dalam kehidupan bangsa itu, selama itu pula mereka akan tetap bersatu. Begitu keadilan berganti dengan kezhaliman, maka tunggulah saat perpecahan mereka.


KEDUDUKAN EKSTRAKURIKULER DALAM KURIKULUM KTSP


Upaya meningkatkan mutu pendidikan Indonesia, pemerintah terus berupaya melakukan berbagai reformasi dalam bidang pendidikan, diantaranya dengan diluncurkanya peraturan Mendiknas No. 22 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah serta peraturan Mendiknas No. 23 tentang standar kompetensi kelulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah untuk mengatur pelaksanaan peraturan tersebut pemerintah mengeluarkan pula peraturan Mendiknas No. 24 tahun 2006. Ketiga peraturan diatas memuat beberapa hal penting, diantaranya adalah bahwa satuan pendidikan dasar dan menengah mengembangkan dan menetapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yang kemudian dipopulerkan dengan istilah KTSP.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) struktur kurikulum yang dikembangkan mencakup tiga komponen yaitu: (1) mata pelajaran; (2) muatan local; (3) pengembngan diri. Komponen pengembangan diri merupakan komponen yang relatif baru dan berlaku untuk dikembangkan pada semua jenjang pendidikan. (Rusman, 2009: 413). Baik pada pendidikan umum, pendidikan kejuruan, maupun pendidikan khusus, meskipun demikian, pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru, tetapi bisa juga difaslitasi oleh konselor atau tanaga pendidikan lain yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. E. Mulyasa, 2007: 283).
Mengetahui  begitu pentingnya  tujuan  PAI  yang  harus  dicapai, maka jika guru agama hanya mengandalkan pada kegiatan proses belajar mengajar saja tidak sempurna, tujuan pendidikan agama itu setelah dipelajari  dan  dipahami maka  perlu dan diamalkan dalam segala kehidupan. Disinilah fungsi dari kegiatan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam, yang bertujuan untuk memberikan kesempatan pada siswa- siswi untuk memperoleh pengalaman dalam menjalankan apa-apa yang diperintahkan oleh agama Islam.


DAPATKAH HUKUM SYARA’ SEBAGAI PROBLEM SOLVING


Islam memang memberi solusi praktis bagi problem-problem cabang yang muncul, seperti masalah politik, ekonomi, hukum, dan lain lain. Tapi, jangan pandang Islam semata-mata sekadar “jalan keluar” atau semata “solusi praktis” untuk mengatasi masalah-masalah cabang mereka itu. Jangan pandang Islam sekadar sebagai “solusi masalah ekonomi”, “solusi masalah politik”, “solusi masalah sosial”, dan lain lain. Islam harus dipandang sebagai “solusi masalah manusia secara utuh” yang tak bisa dilepaskan dari pemikiran tentang “apa masalah utama manusia dalam kehidupan” (al-uqdah al-kubra).
Masalah utama manusia adalah “bagaimana agar selalu bisa menjalani hidup di atas syari’ah”. Masalah cabangnya adalah “bagaimana mencari dan menerapkan hukum syara’ untuk setiap masalah yang muncul”. masalah menurut Islam bukan sekedar “bagaimana keluar dari masalah ekonomi ini” namun yang dilihat pertama oleh Islam adalah “bagaimana hukum syara’ yang benar atas masalah ekonomi ini”. Itulah yang disebut masalah manusia, yakni, ia membutuhkan hukum syara’ atas segala permasalahan yang ia hadapi.
 An-Nabhani menyatakan,“hukum-hukum syara’ yang berupa peraturan Islam inilah yang mengatasi berbagai problematika manusia. pada saat memecahkan masalah manusia, Islam memecahkannya dengan suatu pandangan bahwa setiap masalah memerlukan suatu pemecahan, yaitu dengan anggapan bahwa problematika tersebut merupakan masalah yang memerlukan putusan hukum syara’. Dengan kata lain, seluruh problematika kehidupan dipecahkan dengan satu cara yang sama, yaitu sebagai masalah manusia, bukan dengan sifat-sifat yang lain. Islam, misalnya, tatkala memecahkan masalah ekonomi seperti nafkah, atau memecahkan masalah pemerintahan seperti pengangkatan khalifah, atau masalah sosial seperti perkawinan, tidak diatasi berdasarkan sifat-sifatnya sebagai masalah ekonomi, pemerintahan ataupun masalah sosial saja, melainkan diatasi dengan suatu pandangan bahwa hal itu merupakan bagian dari masalah manusia secara keseluruhan, lalu digali suatu pemecahan bagi masalah tersebut, yaitu dengan anggapan bahwa ia merupakan masalah yang memerlukan penggalian hukum syara’.


JILBAB ZAMAN DAHULU DAN ZAMAN SEKARANG



Jilbab merupakan suatu syari’at yang di turunkan oleh Allah swt. Terbukti dari dahulu telah ada orang yang melaksanakan syari’at Islam. Tahun 1929 Muslim Vejer dengan hijab khas mereka yang menutup seluruh tubuhnya salah satu kota di Andalusia. Tahun 1909, sebagaimana wilayah Eropa lainnya yang terpengaruhi ajaran Islam wanita juga menggunakan hijab sempurna saat di luar rumah.
Uzbekistan dahulunya adalah negeri Muslim bersejarah yang berperadaban tinggi. Ia merupakan negeri berpenduduk terbanyak di Asia Tengah (Turki). Wanita-wanita di sana menggunakan sejenis hijab yang dikenal dengan nama branji yang menutup seluruh tubuh dari atas sampai bawah. Fenomena hijab mulai marak, dan ribuan pelajar pergi menuntut ilmu di seluruh Universitas berbagai negara, untuk belajar Islam.
Sejak tahun 1980-an perjuangan kaum jilbab, sepakat memperjuangkan gerakan menutup aurat seiring dengan semangat kebangkitan Islam di seluruh dunia. Tahun 1983 jilbab masih menggunakan kata kerudung. Pada tahun 1984 saja, dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia belum ada kata jilbab, yang digunakan adalah kata  yang belum populer di Indonesia saat  itu,  yaitu  hijab, yang merujuk pada kain penutup aurat bagi wanita muslimah. Kesadaran muslimah untuk menggunakan jilbab di Indonesia sebenarnya berjalan seiring dengan kebangkitan Islam yang bepicu oleh runtuhnya kekuasaan Syah Reza Pahlevi di Iran, sebelumnya pada tahun 1936, Shah Reza Pahlevi memang mengeluarkan  perintah   yang  melarang  penggunaan segala bentuk pakaian bernuansa Islami oleh perempuan di Iran, Reza yang mendirikan Iran modern di atas tiga pilar (kebarat-baratan, pengkhianatan, sifat tunduk pada imperialisme), pertama-tama membawa istri dan anak perempuannya yang tidak menggunakan hijab sewaktu menjalankan tugas pemerintahannya (sebagai raja).
Kemudian melalui sebuah ketetapan, ia mewajibkan seluruh wanita menanggalkan kerudung (hijab) seraya mulai memerintahkan memakai pakaian ala barat di lingkungan kantor-kantor pertemuan dan dalam seluruh pertemuan.  Khusus di Indonesia,  revolusi  jilbab  bisa  dikatakan  berjalan  seiring  dengan  maraknya gerakan dakwah pada era 80-an. Jilbab zaman sekarang yang banyak dipakai khususnya di Indonesia jilbab yang penggunaannya ada yang melilit-lilit leher sehingga dadanya tidak ditutupi jilbab, jilbab yang kebanyakan digunakan sekarang ini jilbab paris, ada juga yang menggunakan jilbab yang besar sampai lututnya, bahkan ada juga yang bercadar.
Terlihat jelas bahwa jilbab sudah digunakan dari sejak dahulu hanya berbeda bentuknya dan jenis yang digunakan, apapun bentuknya itu memberikan tujuan yang sama menutup aurat, penutupan aurat telah ada dari dahulu sejak turunnya ayat al-Quran mengenai wajibnya menggunakan jilbab untuk menutupi aurat.




EKSPRESI ISLAM DALAM SENI DAN BUDAYA (SENI KERAJINAN KAYU)


Kesenian Islam adalah kesinambungan kesenian pada zaman lalu yang telah berkembang dan bercorakkan pada konsep tauhid yang tinggi kepada Allah Swt.. dan kesenian Islam memiliki khazanah sejarahnya yang tersendiri dan unik. Kesenian Islam terus berkembang di dalam bentuk dan falsafahnya yang berorientasikan sumber Islam yang menitikberatkan kesejajaran dengan tuntutan tauhid dan syara’.
Dalam jiwa, perasaan, nurani, dan keinginan manusia tertanamnya rasa suka akan keindahan dan keindahan itu adalah seni. Sebenarnya,  kesadaran mengenai keindahan adalah satu faktor yang amat penting dalam Islam. Antara faktor yang penting dalam seni ialah hakikat, kesucian, kejujuran dan semua ini terjalin dalam jiwa orang-orang Islam. Seni dibentuk untuk melahirkan manusia yang benar-benar baik dan beradab. Selain itu, seni juga seharusnya lahir sebagai satu proses pendidikan yang bersifat positif dan tidak lari daripada batas-batas syariat.
Ukiran kayu atau seni ukir merupakan seni pertukangan tangan yang menjadi satu tradisi dalam masyarakat melayu sejak turun temurun. Seni ukir akan memperkenalkan teknik dan motif bunga ukir yang menjadi identitas ukiran melayu. Dalam menghasikan sebuah karya seni ukir memerlukan kemahiran daripada memilih kayu, memproses kayu, memilih dan melukis motif ukiran hinggalah mengukir silat dengan menggunakan pemahat dan pisau wali.

1.      Sejarah Perkembangan Seni Kerajinan Kayu
Seni ukir atau ukiran merupakan gambar hiasan dengan bagian-bagian cekung (kruwikan) dan bagian-bagian cembung (buledan) yang menyusun suatu gambar yang indah. Pengertian ini berkembang hingga dikenal sebagai seni ukir yang merupakan seni membentuk gambar pada kayu, batu, atau bahan-bahan lain. Kayu yang biasanya digunakan adalah: kayu jati, mahoni, waru, sawo, nangka dan lain-lain. Contohnya mebel, relief, masjid Mantingan (Jepara), ukiran kayu dari Cirebon, ukiran pada makam (Gunongan) di Madura, ukiran pada gapura makam Sunan Pandanaran (Klaten), dan gapura makam Sendang Dhuwur (Tuban).
Bangsa Indonesia mulai mengenal ukiran sejak zaman batu muda (Neolitik), yakni sekitar tahun 1500 SM. Pada zaman itu nenek moyang bangsa Indonesia telah membuat ukiran pada kapak batu, tempaan tanah liat atau bahan lain yang ditemuinya. Motif dan pengerjaan ukiran pada zaman itu masih sangat sederhana. Umumnya bermotif geometris yang berupa garis, titik, dan lengkungan, dengan bahan tanah liat, batu, kayu, bambu, kulit, dan tanduk hewan. Pada zaman yang lebih dikenal sebagai zaman perunggu, yaitu berkisar antara tahun 500 hingga 300 SM. Bahan untuk membuat ukiran telah mengalami perkembangan yaitu menggunakan bahan perunggu, emas, perak dan lain sebagainya dan pembuatan ukirannya adalah menggunakan teknologi. Motif-motif yang di gunakan pada masa zaman perunggu adalah motif meander, tumpal, pilin berganda, topeng, serta binatang maupun manusia. Motif meander ditemukan pada nekara perunggu dari Gunung merapi dekat Bima. Motif tumpal ditemukan pada sebuah buyung perunggu dari kerinci Sumatera Barat, dan pada pinggiran sebuah nekara (moko dari Alor, NTT. Motif pilin berganda ditemukan pada nekara perunggu dari Jawa Barat dan pada bejana perunggu darikerinci, Sumatera. Motif topeng ditemukan pada leher kendi dari Sumba. Nusa Tenggara, dan pada kapak perunggu dari danau Sentani, Irian Jaya. Motif ini menggambarkan muka dan mata orang yang memberi kekuatan magis yang dapat menangkis kejahatan. Motif binatang dan manusia ditemukan pada nekara dari Sangean.
Setelah agama Hindu, Budha dan Islam masuk ke Indonesia, seni ukir mengalami perkembangan yang sangat pesat, dalam bentuk desain produksi, dan motif. Ukiran banyak ditemukan pada badan-badan candi dan prasasti-prasasti yang di buat orang pada masa itu untuk memperingati para raja-raja. Bentuk ukiran juga ditemukan pada senjata-senjata, seperti keris dan tombak, batu nisan, masjid, keraton, alat-alat musik, termasuk gamelan dan wayang. Motif ukiran selain menggambarkan bentuk dan juga berisi tentang kisah para dewa, mitos kepahlawanan dan lain-lain. Bukti-bukti sejarah peninggalan ukiran pada periode tersebut dapat dilihat pada relief candi Penataran di Blitar, candi Prambanan dan Mendut di Jawa Tengah.
Pada saat sekarang ini ukiran kayu dan logam mengalami perkembangan pesat. Fungsinya sudah bergeser dari hal-hal yang berbau magis berubah menjadi hanya sebagai alat penghias saja pada ukiran kayu meliputi motif Pejajaran, Majapahit, Mataram, Pekalongan, Bali, Jepara, Madura, Cirebon, Surakarta, Yogyakarta, dan berbagai macam motif yang berasal dari luar Jawa.
2.      Unsur-Unsur dalam Seni Ukiran Kayu
Unsur-unsur yang digunakan dalam ukiran ini sangat dipengaruhi beberapa faktor yang berkaitan dengan cara hidup seperti adat istiadat, kepercayaan agama, lingkungan alam, iklim dan topografi.
a.      Unsur-unsur makhluk hidup
Unsur makhluk hidup ini tidak banyak di gunakan dalam ukiran melayu karena agama Islam tidak menganjurkan ragam hias berdasarkan makhluk yang bernyawa. Ukiran yang berunsurkan makhluk hidup merupakan peninggalan orang melayu sebelum datangnya agama Islam.
b.      Unsur kosmos
Unsur kosmos merupakan unsur ruang angkasa yang dilihatkan melalui gambaran matahari, bulan, bintang dan lain-lain. Unsur-unsur ini selalu disatukan bersama unsur tumbuhan.
c.       Unsur geometri
Unsur ini dapat dilihat dalam ukiran melayu yang menggunakan pola seperti persegi seperti pada ukiran sarung keris, barang-barang tembaga, dan tempat alat hias yang dipakai di rumah.
d.      Unsur kaligrafi
Unsur ini mengambil contoh pada huruf Arab, ayat Al-Qur’an dan tulisan jawi. Contoh dari unsur kaligrafi ini terdapat pada ukiran yang ada pada bangunan mesjid dan surau.
e.       Unsur tumbuh-tumbuhan
Unsur tumbuhan seperti ini biasanya menggambarkan tumbuhan yang menjalar atau pohon-pohon bunga yang menjadi pilihan para pengukir. Antara yang menjadi sumber ilham ialah jenis kacang, labu, peria, daun salad dan sebagainya.
3.      Bentuk-Bentuk Ukiran pada Seni Kerajinan Kayu
Bentuk-bentuk ukiran dari seni karajinan kayu ini dibedakan menjadi beberapa macam bentuk yang menurut nama dari bentuk ukuran tersebut, yaitu sebagai berikut:
a.      Ukiran Tebuk Tembus
Ukiran tebuk berasal dari sekeping papan atau beberapa keping papan yang ditebuk dengan menggunakan gerudi gergaji (gergaji menggerudi) supaya tembus bentuk-bentuk bunga atau corak. Terdapat dua jenis ukiran jenis ini, yaitu ukiran tebuk tidak silat dan ukiran tebuk silat. Ukiran tebuk tidak silat banyak terdapat pada rumah-rumah lama yaitu pada bagian selasar, dinding, pintu, perabot dan mimbar masjid. Bentuk bunga ukir adalah awan larat, siling, kaligrafi dan simetri. Ukiran tebuk silat, bagian yang menindih serta melengkung keluar ditimbulkan dan bagian yang melengkung ke dalam serta yang tertindih ditenggelamkan. Silat merupakan istilah yang menunjukkan bahagian yang timbul dan tenggelam serta papan tebuk disobek. Bunga ukir yang terdapat pada bentuk ini ialah awan larat, silang dan simetri.
b.      Ukiran Bunga Timbul
Ukiran ini tidak tembus. Ia mengandungi bunga ukir yang disilatkan dan tidak silat. Ukiran ini terdapat pada perabot, mimbar masjid, barang hiasan yang diperbuat daripada kayu. Bunga ukirnya sama seperti ukiran tebuk.
c.       Ukiran Arca
Ukiran ini banyak terdapat pada ulu senjata seperti ulu keris, kepala tongkat, kukur kelapa, kotak nelayan dan sebagainya. Bunga ukirannya sama seperti ukiran timbul tetapi lebih halus dan kecil.
d.      Larik
Melarik merupakan satu cara orang-orang melayu mengukir kayu. Ukiran ini sering terdapat pada ulu senjata, perabot, tongkat, gasing, tiang-tiang rumah dan sebagainya.
e.       Ukiran Kayu Hanyut
Ukiran ini di anggap masih baru. Ukiran ini diperkenalkan oleh Badan Kerajinan Tangan Malaysia. Ukiran ini hanya sebagai hiasan semata-mata. Ukiran kayu hanyut diukir pada bahagian-bahagian tertentu dan dibentuk menyelurai ikan, burung dan sebagainya. Kayu induknya di ambil dari kayu atau akar yang terdapat dalam sungai.
4.      Hasil Seni Karajinan Kayu
a.      Perabotan Keraton
Hampir semua benda yang tersimpan di kraton mempunyai nilai-nilai arsitektur karya seni kerajinan juga mempunyai nilai yang serba religio-magis dan setiap benda yang berada di istana di pandang keramat dan bertuah. Pada zaman Islam, pembuatan benda kerajinan kayu masih diteruskan dan jarang pula benda-benda peninggalan seperti peninggalan para Walisongo atau Sultan dianggap juga sebagai barang-barang pusaka.
Kegiatan membuat barang tersebut sendiri dilakukan oleh para empu. Mebel kraton yang berada di kraton melihatkan desain dari Eropa. Mebel bermotifkan Eropa atau Kolonial ini dahulu dibawa dari sana oleh orang-orang Eropa yang diberikan kepada raja-raja sebagai hadiah.  Ada pula mebel kraton yang bercorak dari Cina yang dibawa oleh para pedagang. Untuk memberikan ciri khas bahwa perabotan tersebut adalah perabotan kraton, perabotan tersebut berhiasan atau bermotif ukiran yang bercorak kerajaan di Eropa.
Demikian pula dengan motif ukiran khas Islam, seperti motif kaligrafi Arab dan motif pada permadani. Hiasan pada perabotan kraton tetap menampilkan nafas seni hias Hindu. Gaya mebel kraton dalam perkembangannya menunjukkan tanda-tanda gaya seni lokal sesuai dengan tradisi seni daerahnya masing-masing. Kereta kerajaan yang disimpan di kraton-kraton lama Surakarta, Yokyakarta dan Cirebon adalah contoh karya seni dekoratif zaman Islam. Ukiran-ukirannya masih melihatkan corak Hindu, baik motif tumbuhan, kembangan, motif binatang maupun motif perlambangan. Pada kereta inilah dapat dicacat hasil nyata perpaduan produk disain dari seni kerajinan kayu dan seni hias pada zaman Islam.
b.      Hiasan ukiran
Penjelmaan sesuatu ragam hias dalam karya ukiran melayu tidak dapat dipisahkan dari dua hal yaitu motif hiasan dan cara penyusunan. Dalam seni ukiran ini, terdapat beberapa cara ukiran tersebut dibuat dengan menggunakan kemampuan, kebijaksanaa, keahlian yang terdapat pada seorang pengukir. Pola seni ukiran ini terdiri dari tiga pola yang penting yaitu pola bujang atau pola putu, pola bingkai dan pola lengkap. Pola bujang merupakan pola yang bermotifkan gaya bebas, tidak terikat atau bersambung. Pola ini biasanya menggunakan unsur-unsur makhluk hidup dan unsur kosmos. Pola bingkai menggunakan unsur sederhana ukirannya yang berbentuk melingkar dengan mempunyai bingkai. Selanjutnya pola lengkap yang juga disebut dengan pola induk lebih menitikberatkan pada unsur tumbuh-tumbuhan karena sifatnya yang lebih lembut dan mudah disusun.
Karya seni ukir memiliki macam-macam fungsi antara lain:
Ø  Fungsi hias, yaitu ukiran yang dibuat semata-mata sebagai hiasan dan tidak memiliki makna tertentu.
Ø  Fungsi magis, yaitu ukiran yang mengandung simbol-simbol tertentu dan berfungsi sebagai benda magis berkaitan dengan kepercayaan dan spiritual.
Ø  Fungsi simbolik, yaitu ukiran tradisional yang selain sebagai hiasan juga berfungsi menyimbolkan hal tertentu yang berhubungan dengan spiritual.
Ø  Fungsi konstruksi, yaitu ukiran yang selain sebagai hiasan juga berfungsi sebagai pendukung sebuah bangunan.
Ø  Fungsi ekonomis, yaitu ukiran yang berfungsi untuk menambah nilai jual suatu benda.
Penutup
Seni ukir kayu merupakan kerajinan yang menggunakan bahan dari kayu yang dikerjakan atau dibentuk menggunakan tatah ukir. Kayu yang biasanya digunakan adalah: kayu jati, mahoni, waru, sawo, nangka dan lain-lain. Contohnya mebel, relief dan lain-lain. Sejarah seni ukir di Indonesia berawal dari zaman batu muda, dimana pada zaman itu nenek moyang bangsa Indonesia telah membuat ukiran pada kapak batu, tempaan tanah liat atau bahan lain yang ditemuinya dengan motif yang sederhana. Setelah agama Hindu, Budha dan Islam masuk ke Indonesia, seni ukir mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam bentuk desain produksi, dan motif.
Dalam agama Islam ada larangan untuk melukiskan makhluk hidup terutama manusia. Banyak pola-pola yang diambil dari zaman purba, yaitu pola daun-daunan, bunga-bungaan, bukit karang, pemandangan dan garis-garis geometri. Huruf-huruf Arab juga dapat masuk ke dalam pola seni ukiran. Pola-pola ini sering sekali digunakan untuk menyamarkan lukisan makhluk hidup. Ukiran-ukiran biasannya menghiasi makam-makam, sedangkan pada masjid hanya tedapat di mimbarnya saja. Ukir-ukiran di makam dapat ditemui pada jirat dan gapura. Di Indonesia ada masjid yang memiliki ukiran samar dari zaman madya, yaitu masjid Mantingan di Jepara.





















MASIHKAH INDENTITAS MELAYU DI TANAH PATANI


Muslim di Thailand Selatan memiliki identitas, etnis dan agama yang berbeda dengan mayoritas penduduk (dan juga pemerintah) Thailand. Muslim Patani berbahasa Melayu dan beragama Islam. Identitas lokal di Thailand Selatan, sebetulnya lebih dekat dengan Kelantan dan Kedah, Malaysia. Sehingga Masyarakat Muslim Patani, lebih menggunakan bahasa Melayu ketimbang bahasa Thai yang digalakkan oleh pemerintah pusat sebagai bahasa resmi negara.
Keterpaksaan masyarakat Melayu Muslim di Thailand Selatan berintegrasi dengan gaya hidup masyarakat Siam yang beragama Buddha, dirasakan selama puluhan tahun. Terutama sejak integrasi Melayu di selatan Thailand menjadi bagian dari Kerajaan Thailand. Penggunakan bahasa Thai wajib digunakan di kantor kerajaan, pemerintah, sekolah dan media massa.
Strategi pemerintah Thailand memang membuahkan hasil. Dalam waktu sekitar 50 tahun, banyak generasi muda Melayu Muslim lebih suka berbahasa Thai dibandingkan bahasa Melayu, baik di sekolah maupun dalam pergaulan sehari-hari. Tetapi mereka ’dipaksa’ keluarga untuk berbicara dalam bahasa Melayu, ketika berkumpul di lingkungan keluarga.
Upaya menjaga ’tradisi nenek moyang’ menjadi bagian dari identitas terkuat bagi keluarga Muslim Melayu di Thailand Selatan yang berbeda dengan kebanyakan masyarakat Thai lainnya. Penggunaan bahasa Melayu menurut statistik nasional Thailand, diakui sangat kuat di tiga provinsi ini; Narathiwat, Patani dan Yala (di atas 7 persen), dibandingkan dengan provinsi lain di Selatan, Satun dan Songkhla. Komposisi Muslim di Kerajaan Thailand tidak lebih dari 15 persen, sementara Buddha lebih dari 75 persen.
Kendati bahasa Melayu ’dilarang’ digunakan sebagai bahasa resmi di perkantoran, lembaga pendidikan pemerintah, dan tempat atau acara resmi lainnya, larangan itu tidak menyurutkan masyarakat untuk menggunakan bahasa Melayu.
 Salah satu upaya untuk menjaga identitas Melayu dan keislaman masyarakat Muslim Patani agar tak hilang adalah dengan Tadika (Taman Didikan Kanak-kanak), semacam madrasah yang beraktivitas setiap Sabtu-Ahad, dimana anak-anak usia sekolah rendah dikondisikan untuk belajar agama dengan menggunakan bahasa pengantar Melayu di masjid-masjid atau di kampung-kampung.
Di Tadika inilah, ada tambahan pelajaran agama Islam, dan terjadi interaksi budaya Melayu. Melalui Tadika inilah, identitas keislaman dan kemelayuan bisa dipertahankan. Para gurunya adalah sukarelawan yang memiliki semangat Melayu dan Islam yang tinggi. “Jika selama lima hari anak-anak belajar di sekolah menggunakan bahasa Thai, maka setiap Sabtu-Ahad inilah, mereka bisa memanfaatkan waktu untuk menjaga identitas asli mereka. Jika tak ada Tadika, apa jadinya,” kata Albar. Yang jelas, sudah beberapa kali pihak pemerintah mencoba menghapuskan Tadika di kampung-kampung, tapi tidak berhasil. Berbagai cara mereka lakukan agar Tadika dihapuskan, misalnya saja memasukkan pelajaran agama di sekolah kerajaan, dengan durasi yang minim dan kualitas tenaga pengajarnya yang payah.
“Sekalipun ada pelajaran agama Islam, tapi tak berkualitas. Karena guru-guru yang mengajar, hanya yang lulusan rendah. Sehingga pelajaran agama tak mendalam. Saya pikir, ini hanya trik pemerintah saja untuk menarik perhatian umat Islam di Patani,” lanjut Albar.  Ketika ditanya, kenapa pemerintah Thailand tidak melibatkan orang yang pernah belajar di Timur Tengah? Mengingat ribuan generasi muda Patani yang belajar ke Luar Negeri tanpa sokongan pemerintah, seperti di Malaysia, Indonesia, Kairo, Sudan, Baghdad, Syiria dan negara Timur Tengah lainnya.  “Biasanya, orang yang pulang dari Timur Tengah tidak diberi jabatan tinggi. Sekarang, generasi muda Muslim Patani sebagian lebih berminat belajar bahasa Thai ketimbang bahasa Arab. Oleh gurunya, dikatakan bahasa Arab tak akan menjanjikan masa depan. Bila tamat, sulit untuk sambung ke mana-mana dan sulit mendapatkan pekerjaan. Ini berbahaya,” pungkas Albar.