Kesenian Islam adalah kesinambungan kesenian
pada zaman lalu yang telah berkembang dan bercorakkan pada konsep tauhid yang tinggi
kepada Allah Swt.. dan kesenian Islam memiliki khazanah sejarahnya yang
tersendiri dan unik. Kesenian Islam terus berkembang di dalam bentuk dan
falsafahnya yang berorientasikan sumber Islam yang menitikberatkan kesejajaran
dengan tuntutan tauhid dan syara’.
Dalam jiwa, perasaan, nurani, dan keinginan
manusia tertanamnya rasa suka akan keindahan dan keindahan itu adalah seni.
Sebenarnya, kesadaran mengenai keindahan adalah satu faktor yang amat
penting dalam Islam. Antara faktor yang penting dalam seni ialah hakikat, kesucian,
kejujuran dan semua ini terjalin dalam jiwa orang-orang Islam. Seni dibentuk
untuk melahirkan manusia yang benar-benar baik dan beradab. Selain itu, seni
juga seharusnya lahir sebagai satu proses pendidikan yang bersifat positif dan
tidak lari daripada batas-batas syariat.
Ukiran
kayu atau seni ukir merupakan seni pertukangan tangan yang menjadi satu tradisi
dalam masyarakat melayu sejak turun temurun. Seni ukir akan memperkenalkan
teknik dan motif bunga ukir yang menjadi identitas ukiran melayu. Dalam menghasikan
sebuah karya seni ukir memerlukan kemahiran daripada memilih kayu, memproses
kayu, memilih dan melukis motif ukiran hinggalah mengukir silat dengan
menggunakan pemahat dan pisau wali.
1.
Sejarah Perkembangan Seni Kerajinan Kayu
Seni ukir atau ukiran merupakan gambar hiasan dengan bagian-bagian cekung (kruwikan) dan bagian-bagian cembung (buledan) yang menyusun suatu gambar yang indah. Pengertian ini berkembang hingga dikenal sebagai seni ukir yang
merupakan seni membentuk gambar pada kayu, batu, atau bahan-bahan
lain. Kayu yang biasanya digunakan adalah: kayu jati, mahoni, waru, sawo,
nangka dan lain-lain. Contohnya mebel, relief, masjid Mantingan (Jepara),
ukiran kayu dari Cirebon, ukiran pada makam (Gunongan) di Madura, ukiran pada
gapura makam Sunan Pandanaran (Klaten), dan gapura makam Sendang Dhuwur
(Tuban).
Bangsa Indonesia mulai mengenal ukiran sejak zaman batu muda (Neolitik), yakni
sekitar tahun 1500 SM. Pada zaman itu
nenek moyang bangsa Indonesia
telah membuat ukiran pada kapak batu, tempaan
tanah liat atau bahan lain yang ditemuinya.
Motif dan pengerjaan ukiran pada zaman itu masih sangat sederhana. Umumnya
bermotif geometris yang berupa garis, titik,
dan lengkungan, dengan bahan tanah liat,
batu, kayu, bambu, kulit, dan tanduk hewan. Pada zaman yang lebih dikenal sebagai
zaman perunggu, yaitu berkisar antara tahun 500 hingga 300 SM. Bahan untuk
membuat ukiran telah mengalami perkembangan yaitu
menggunakan bahan perunggu, emas, perak dan
lain sebagainya dan pembuatan ukirannya adalah
menggunakan teknologi. Motif-motif yang di gunakan pada masa zaman perunggu adalah motif meander, tumpal, pilin berganda,
topeng, serta binatang maupun manusia. Motif meander ditemukan
pada nekara perunggu dari Gunung merapi
dekat Bima. Motif tumpal ditemukan pada sebuah buyung
perunggu dari kerinci Sumatera Barat, dan pada pinggiran sebuah nekara (moko
dari Alor, NTT. Motif pilin berganda ditemukan pada nekara perunggu dari
Jawa Barat dan pada bejana perunggu darikerinci, Sumatera. Motif topeng
ditemukan pada leher kendi dari Sumba. Nusa Tenggara, dan
pada kapak perunggu dari danau Sentani,
Irian Jaya. Motif ini menggambarkan muka dan mata orang yang
memberi kekuatan magis yang dapat menangkis kejahatan. Motif binatang
dan manusia ditemukan pada nekara dari Sangean.
Setelah agama Hindu, Budha dan Islam masuk ke Indonesia, seni
ukir mengalami perkembangan yang sangat pesat, dalam bentuk desain produksi,
dan motif. Ukiran banyak ditemukan pada badan-badan candi dan prasasti-prasasti yang di buat orang pada masa itu untuk
memperingati para raja-raja. Bentuk ukiran juga ditemukan
pada senjata-senjata, seperti keris dan tombak,
batu nisan, masjid, keraton, alat-alat musik,
termasuk gamelan dan wayang. Motif ukiran selain menggambarkan bentuk dan juga berisi tentang kisah para
dewa, mitos kepahlawanan dan
lain-lain. Bukti-bukti sejarah peninggalan ukiran pada periode tersebut dapat
dilihat pada relief candi Penataran di Blitar, candi Prambanan dan Mendut di
Jawa Tengah.
Pada saat sekarang
ini ukiran kayu dan logam mengalami perkembangan pesat. Fungsinya sudah
bergeser dari hal-hal yang berbau magis berubah menjadi hanya sebagai alat
penghias saja pada ukiran kayu meliputi motif Pejajaran,
Majapahit, Mataram, Pekalongan, Bali, Jepara,
Madura, Cirebon, Surakarta, Yogyakarta, dan berbagai
macam motif yang berasal dari luar Jawa.
2. Unsur-Unsur dalam Seni Ukiran Kayu
Unsur-unsur
yang digunakan dalam ukiran ini sangat dipengaruhi beberapa faktor yang
berkaitan dengan cara hidup seperti adat istiadat, kepercayaan agama,
lingkungan alam, iklim dan topografi.
a.
Unsur-unsur makhluk hidup
Unsur
makhluk hidup ini tidak banyak di gunakan dalam ukiran melayu karena agama
Islam tidak menganjurkan ragam hias berdasarkan makhluk yang bernyawa. Ukiran
yang berunsurkan makhluk hidup merupakan peninggalan orang melayu sebelum
datangnya agama Islam.
b.
Unsur kosmos
Unsur
kosmos merupakan unsur ruang angkasa yang dilihatkan melalui gambaran matahari,
bulan, bintang dan lain-lain. Unsur-unsur ini selalu disatukan bersama unsur
tumbuhan.
c. Unsur geometri
Unsur ini
dapat dilihat dalam ukiran melayu yang menggunakan pola seperti persegi seperti
pada ukiran sarung keris, barang-barang tembaga, dan tempat alat hias yang
dipakai di rumah.
d. Unsur kaligrafi
Unsur ini
mengambil contoh pada huruf Arab, ayat Al-Qur’an dan tulisan jawi. Contoh dari
unsur kaligrafi ini terdapat pada ukiran yang ada pada bangunan mesjid dan
surau.
e.
Unsur tumbuh-tumbuhan
Unsur
tumbuhan seperti ini biasanya menggambarkan tumbuhan yang menjalar atau
pohon-pohon bunga yang menjadi pilihan para pengukir. Antara yang menjadi
sumber ilham ialah jenis kacang, labu, peria, daun salad dan
sebagainya.
3.
Bentuk-Bentuk
Ukiran pada Seni Kerajinan Kayu
Bentuk-bentuk
ukiran dari seni karajinan kayu ini dibedakan menjadi beberapa macam bentuk
yang menurut nama dari bentuk ukuran tersebut, yaitu sebagai berikut:
a. Ukiran
Tebuk Tembus
Ukiran
tebuk berasal dari sekeping papan atau beberapa keping papan yang ditebuk
dengan menggunakan gerudi gergaji (gergaji menggerudi) supaya tembus bentuk-bentuk
bunga atau corak. Terdapat dua jenis ukiran jenis ini, yaitu ukiran tebuk tidak
silat dan ukiran tebuk silat. Ukiran tebuk tidak silat banyak terdapat pada
rumah-rumah lama yaitu pada bagian selasar, dinding, pintu, perabot dan mimbar
masjid. Bentuk bunga ukir adalah awan larat, siling, kaligrafi dan simetri.
Ukiran tebuk silat, bagian yang menindih serta melengkung keluar ditimbulkan
dan bagian yang melengkung ke dalam serta yang tertindih ditenggelamkan. Silat
merupakan istilah yang menunjukkan bahagian yang timbul dan tenggelam serta
papan tebuk disobek. Bunga ukir yang terdapat pada bentuk ini ialah awan larat,
silang dan simetri.
b. Ukiran
Bunga Timbul
Ukiran
ini tidak tembus. Ia mengandungi bunga ukir yang disilatkan dan tidak silat. Ukiran
ini terdapat pada perabot, mimbar masjid, barang hiasan yang diperbuat daripada
kayu. Bunga ukirnya sama seperti ukiran tebuk.
c. Ukiran
Arca
Ukiran
ini banyak terdapat pada ulu senjata seperti ulu keris, kepala tongkat, kukur
kelapa, kotak nelayan dan sebagainya. Bunga ukirannya sama seperti ukiran
timbul tetapi lebih halus dan kecil.
d. Larik
Melarik
merupakan satu cara orang-orang melayu mengukir kayu. Ukiran ini sering
terdapat pada ulu senjata, perabot, tongkat, gasing, tiang-tiang rumah dan
sebagainya.
e. Ukiran
Kayu Hanyut
Ukiran
ini di anggap masih baru. Ukiran ini diperkenalkan oleh Badan Kerajinan Tangan
Malaysia. Ukiran ini hanya sebagai hiasan semata-mata. Ukiran kayu hanyut
diukir pada bahagian-bahagian tertentu dan dibentuk menyelurai ikan, burung dan
sebagainya. Kayu induknya di ambil dari kayu atau akar yang terdapat dalam
sungai.
4.
Hasil Seni Karajinan Kayu
a.
Perabotan Keraton
Hampir
semua benda yang tersimpan di kraton mempunyai nilai-nilai arsitektur karya
seni kerajinan juga mempunyai nilai yang serba religio-magis dan setiap benda
yang berada di istana di pandang keramat dan bertuah. Pada zaman Islam, pembuatan
benda kerajinan kayu masih diteruskan dan jarang pula benda-benda peninggalan
seperti peninggalan para Walisongo atau Sultan dianggap juga sebagai
barang-barang pusaka.
Kegiatan
membuat barang tersebut sendiri dilakukan oleh para empu. Mebel kraton yang
berada di kraton melihatkan desain dari Eropa. Mebel bermotifkan Eropa atau
Kolonial ini dahulu dibawa dari sana oleh orang-orang Eropa yang diberikan
kepada raja-raja sebagai hadiah. Ada
pula mebel kraton yang bercorak dari Cina yang dibawa oleh para pedagang. Untuk
memberikan ciri khas bahwa perabotan tersebut adalah perabotan kraton, perabotan
tersebut berhiasan atau bermotif ukiran yang bercorak kerajaan di Eropa.
Demikian
pula dengan motif ukiran khas Islam, seperti motif kaligrafi Arab dan motif pada
permadani. Hiasan pada perabotan kraton tetap menampilkan nafas seni hias
Hindu. Gaya mebel kraton dalam perkembangannya menunjukkan tanda-tanda gaya seni
lokal sesuai dengan tradisi seni daerahnya masing-masing. Kereta kerajaan yang
disimpan di kraton-kraton lama Surakarta, Yokyakarta dan Cirebon adalah contoh
karya seni dekoratif zaman Islam. Ukiran-ukirannya masih melihatkan corak
Hindu, baik motif tumbuhan, kembangan, motif binatang maupun motif perlambangan.
Pada kereta inilah dapat dicacat hasil nyata perpaduan produk disain dari seni
kerajinan kayu dan seni hias pada zaman Islam.
b.
Hiasan ukiran
Penjelmaan
sesuatu ragam hias dalam karya ukiran melayu tidak dapat dipisahkan dari dua
hal yaitu motif hiasan dan cara penyusunan. Dalam seni ukiran ini, terdapat
beberapa cara ukiran tersebut dibuat dengan menggunakan kemampuan,
kebijaksanaa, keahlian yang terdapat pada seorang pengukir. Pola seni ukiran
ini terdiri dari tiga pola yang penting yaitu pola bujang atau pola putu, pola
bingkai dan pola lengkap. Pola bujang merupakan pola yang bermotifkan gaya
bebas, tidak terikat atau bersambung. Pola ini biasanya menggunakan unsur-unsur
makhluk hidup dan unsur kosmos. Pola bingkai menggunakan unsur sederhana
ukirannya yang berbentuk melingkar dengan mempunyai bingkai. Selanjutnya pola
lengkap yang juga disebut dengan pola induk lebih menitikberatkan pada unsur
tumbuh-tumbuhan karena sifatnya yang lebih lembut dan mudah disusun.
Karya seni
ukir memiliki macam-macam fungsi antara lain:
Ø Fungsi hias, yaitu ukiran yang dibuat semata-mata sebagai hiasan dan tidak memiliki makna tertentu.
Ø Fungsi magis, yaitu ukiran yang mengandung simbol-simbol tertentu dan berfungsi sebagai benda magis berkaitan dengan kepercayaan dan spiritual.
Ø Fungsi simbolik, yaitu ukiran tradisional yang selain sebagai hiasan juga berfungsi menyimbolkan hal tertentu yang berhubungan dengan spiritual.
Ø Fungsi konstruksi, yaitu ukiran yang selain sebagai hiasan juga berfungsi sebagai pendukung sebuah bangunan.
Ø Fungsi ekonomis, yaitu ukiran yang berfungsi untuk menambah nilai jual suatu benda.
Penutup
Seni
ukir kayu merupakan kerajinan yang menggunakan bahan dari kayu yang dikerjakan
atau dibentuk menggunakan tatah ukir. Kayu yang biasanya digunakan adalah: kayu
jati, mahoni, waru, sawo, nangka dan lain-lain. Contohnya mebel, relief dan
lain-lain. Sejarah seni ukir di Indonesia berawal dari zaman batu muda, dimana pada zaman itu nenek moyang bangsa
Indonesia telah membuat ukiran pada kapak batu,
tempaan tanah liat atau bahan lain yang
ditemuinya dengan motif yang sederhana. Setelah agama Hindu,
Budha dan Islam masuk ke Indonesia, seni ukir mengalami perkembangan yang sangat
pesat dalam bentuk desain produksi,
dan motif.
Dalam agama
Islam ada larangan untuk melukiskan makhluk hidup terutama manusia. Banyak
pola-pola yang diambil dari zaman purba, yaitu pola daun-daunan, bunga-bungaan,
bukit karang, pemandangan dan garis-garis geometri. Huruf-huruf Arab juga dapat
masuk ke dalam pola seni ukiran. Pola-pola ini sering sekali digunakan untuk
menyamarkan lukisan makhluk hidup. Ukiran-ukiran biasannya menghiasi
makam-makam, sedangkan pada masjid hanya tedapat di mimbarnya saja. Ukir-ukiran
di makam dapat ditemui pada jirat dan gapura. Di Indonesia ada masjid yang
memiliki ukiran samar dari zaman madya, yaitu masjid Mantingan di Jepara.