Blue Wings - Working In Background

"Sambas"

Powered By Blogger

GOOGLE FEED BURNER

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Saturday 19 November 2016

ADAKAH KONSEP ISLAM DALAM NEGARA


Islam adalah faktor penting dalam bangunan kebangsaan Indonesia. Sumber daya budaya, sosial dan politik serta ekonomi negara ini secara potensial berada dan melekat dalam tubuh warganya yang mayoritas muslim. Kolaborasi Islam dan budaya lokal selama berabad-abad hingga cucuran keringat, air mata dan darah para syuhada’ telah memperkokoh bangunan keindonesiaan modern. Sejarah Indonesia juga mencatat penolakan dan penentangan umat Islam terhadap penindasan kolonialisme. Agenda ekonomi, politik, sosial, pendidikan dan keagamaan yang digerakkan oleh SI, Muhammadiyah dan NU terbukti mengusung cita-cita luhur memperjuangkan terwujudnya kemerdekaan dan pemerintahan sendiri oleh rakyat Indonesia.
Demikian halnya para tokoh pergerakan nasional dari kalangan Muslim, meskipun mereka kelihatan berbeda-beda penekanan dan perspektifnya tentang nasionalisme Indonesia, tak diragukan lagi kecintaan dan komitmen mereka pada perjuangan terwujudnya negara bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat.
Fakta-fakta tersebut cukup menjelaskan bahwa Islam tidak merintangi nasionalisme, justru dari rahim Islamlah, nasionalisme Indonesia dapat tumbuh subur. Pergerakan-pergerakan Islam sudah lama mempunyai ikatan kebangsaan lebih kuat jika dibandingkan dengan organisasi lokal yang masih berbasis etnik, termasuk Budi Utomo yang berbasis kepentingan priyayi Jawa.
Jika kehidupan bernegara ditujukan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, maka tentulah berkenaan dengan umat Islam Indonesia. Maka umat Islam juga harus mengambil peran strategis dan kreatif memajukan Indonesia menuju negara plural yang kuat. Penolakan terhadap nation-state dalam sisi tertentu menunjukkan kekhawatiran berlebihan terhadap subordinasi Islam oleh negara, juga merupakan ekspresi dari ketidakberdayaan mengambil peran-peran kreatif dan strategis dalam merealisasikan keIslamann dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan mempertimbangkan keragaman agama sebagai salah satu faktor dalam nasionalisme, maka perjuangan mewujudkan berlakunya syari’at Islam di tengah-tengah masyarakat dapat dilakukan melalui gerakan-gerakan kultural dan struktural melalui sarana politik, sebagai bentuk dari pengamalan syuro. Dalam konteks ini maka pilihannya bukan negara Islam atau juga sistem khilafah yang menerapkan syariah atau negara sekuler yang menolak syariah, tapi negara Indonesia yang merealisasikan nilai-nilai universal ajaran agama (Islam) dalam bingkai Ukhuwwah Basyariyyah, Ukhuwwah Islamiyyah, dan Ukhuwwah Wathaniyyah.
Islam dan Nasionalisme Indonesia adalah dua sisi mata uang yang saling memberikan makna. Keduanya tidak bisa diposisikan secara diametral atau dikhotomik. Nasionalisme selalu meletakkan keberagaman atau pluralitas sebagai konteks utama yang darinya dapat melahirkan ikatan dasar yang menyatukan sebuah negara bangsa. Idealnya umat Islam tidak perlu merasa khawatir kehilangan identitasnya karena persenyawaannya dalam negara bangsa. Perjuangan yang ditekankan untuk menonjolkan identitas atau simbol-simbol keislaman dalam kerangka perjuangan politik kebangsaan hanya merupakan cerminan kelemahan umat Islam sendiri. Selain itu, meskipun terbuka peluangnya di alam demokrasi ini, penekanan berlebihan dalam hal itu akan potensial menjadi penyulut disintegrasi, dan ini tidak sejalan dengan nasionalisme itu sendiri. Idealnya, perjuangan politik umat Islam menekankan pada penguatan nasionalisme Indonesia dengan memperkokoh faktor-faktor perekat kebangsaan yang secara substantif. Nilai-nilai dimaksud merupakan nilai-nilai universal Islam yang menyentuh kesadaran pragmatis warga negara, seperti keadilan, kesejahteraan, kepercayaan, dan sebagainya.
Itulah sebabnya Al Mawardi, dalam kitab al-Ahkam al Shulthaniyyah mempersyaratkan keadilan bagi seorang pemimpin negara dan tidak memasukkan syarat harus beragama Islam, dan dalam kitabnya yang lain, yakni Adab al-Dunya wa al-Din ia merumuskan proposisi bahwa umur persatuan sebuah bangsa sesungguhnya ditentukan oleh keadilan dalam bangsa itu. Selama keadilan ada dalam kehidupan bangsa itu, selama itu pula mereka akan tetap bersatu. Begitu keadilan berganti dengan kezhaliman, maka tunggulah saat perpecahan mereka.


0 comments: