Letak geografis Kesultanan Sambas terletak diantara jalur
perdagangan Selat Malaka, yang merupakan daerah transit perdagangan baik dari
Timur maupun Barat Nusantara[1]
sehingga menjadikan daerah Kesultanan Sambas ini sebagai pusat pelabuhan. Letak
pelabuhan Kesultanan Sambas yang strategis ini berdekatan dengan Malaka, Selat
Malaka, Laut Cina Selatan, dan Singapura[2]
yang merupakan jalur perdagangan internasional. Kesultanan Sambas yang
merupakan sebuah negeri yang besar ini memiliki luas wilayah sekitar 20.940 km2
yang merupakan salah satu kerajaan tertua dan kerajaan Islam yang besar di
Kalimantan Barat. Wilayah daerah kekuasaan Kesultanan Sambas di masa Islam
sampai kedatangan kedatangan orang-orang Belanda yakni dari Tanjung Datuk Kecamatan
Paloh sampai dengan Sungai Duri yang berbatasan dengan wilayah kerajaan
Mempawah.[3]
Kesultanan Sambas terletak dibagian Utara Kalimantan Barat yang
beribukota di Istana Al-Watzikhoebillah Sambas,
yang terletak di Muara Ulakan yang menghadap ke persimpangan tiga cabang anak
sungai, yaitu Sungai Sambas, Sungai Teberau dan Sungai Subah.[4]
Muara Sungai Sambas terletak pada 10 12’ 24” lintang Utara dan 1090
1’ 30” bujur Timur dari Greenwich[5],
yang menjadikan sungai Sambas sebagai salah satu sungai terbesar dari seluruh
Borneo. Sekarang daerah ini merupakan desa, yang bernama desa Dalam Kaum
Sambas, dimana sejak zaman dahulu telah berdiri sebuah Istana Kerajaan
Kesultanan Sambas pada tahun 1632 M[6]
yang didirikan oleh Raden Bima bergelar Sultan Muhammad Tajuddin yang merupakan
raja kedua Sambas.
Masa kemerdekaan Indonesia Kesultanan Sambas berubah menjadi
sebuah kabupaten (Kabupaten Sambas), dengan demikian luas wilayah Kabupaten
Sambas menjadi 12.296 km2, dengan panjang pantainya
sekitar 300 km, dan panjang perbatasan dengan negara Serawak dan Malaysia Timur
sekitar 150 km. Kabupaten Sambas terletak di bagian paling utara Provinsi
Kalimantan barat atau teletak diantara 2008 Lintang Utara dan 108039’
Bujur Timur. Secara administratif batas
wilayah Kabupaten Sambas adalah[7]:
1. Sebelah utara: berbatasan dengan
Serawak (Malaysia Timur) dan Laut Natuna,
2. Sebelah Selatan: berbatasan dengan
Kabupaten Bengkayang dan Kota Singkawang,
3. Sebelah Barat: berbatasan degan Laut
Natuna,
4. Sebelah Timur: berbatasan dengan
Kabupaten Bengkayang dan Serawak (Malaysia Timur).
Perubahan bentuk Sambas menjadi Kabupaten Sambas tetuang
dalam UU Nomor 27 Tahun 1959, sejak tahun 1963, wilayah pemerintahan Kabupaten
Sambas berubah menjadi 15 kecamatan, dan pada 1982 menjadi 17 kecamatan, dua di
antaranya daerah pemerintahan kota Administratif Singkawang, seluruhnya memiliki
271 desa dan delapan kelurahan.[8]
Pada tahun 1999 Kabupaten Sambas di bagi lagi menjadi tiga wilayah Kabupaten yaitu:
Kabupaten Sambas, Kota Singkawang, dan Kabupaten Bengkayang. Sejak saat itu,
luas wilayah Kabupaten Sambas menjadi 6.395,70 km2 atau sekitar
4,36% dari luas propinsi Kalimantan Barat. Kemudian pada tahun 2007 Kabupaten
Sambas terbagi lagi menjadi 19 kecamatan dan terdiri dari 183 desa.[9]
[1] Poltak Johansen,
dkk, Jurnal Sejarah dan Budaya Kalimantan,
(Pontianak: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Pontianak, 2004), hal.
149.
[2] Erwin Mahrus,
dkk, Syekh Ahmad Katib Sambas
(1803-1875), Ulama Besar dan Pendiri Tarekat Qadiriyah-Naqsabandiyah,
(Pontianak: UNTAN Press, 2013), hal. 2.
[3] Lisyawati Nurcahyani,
Sejarah Kerajaan Sambas, (Pontianak:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998), hal. 47.
[4] Lihat, Pabali
Musa, Sejarah Kesultanan Sambas
Kalimantan Barat, (Pontianak: Romeo Pertama Grafika Pontianak, 2003), hal.
36.
[5] P. J. Veth, Borneo Bagian Barat: Geografis,
Statistis Historis, (trj: P. Yeri OFM. Cap, Amstrdam, P.N Van Kamp, 1869),
hal. 87.
[6] Arpan, Catatan Peninggalan Sejarah Sambas, (Sambas: Penilik Kebudayaan Kecamatan
Sambas, 1995), hal. 14.
[7] Pabali Musa,
Kiprah Anak Zaman Gagasan, Pemikiran dan
Buah Karya Maharaja Imam Sambas H. Muhammad Basyuni Imran, (Pontianak:
Pusat Penelitian Budaya Melayu
Universitas Tanjungpura, 2002), hal. 7
[8] Syafaruddin Usman
MHD, Sambas Merajut Kisah Menenun Sejarah,
(Pontianak: Pemerintah Kabupaten Sambas, 2011), hal. 76
[9] Sunandar,
Peran Mahraja Imam Muhammad Basiuni Imran
Dalam Kehidupan Sosial Keagamaan Masyarakat kerajaan Al-Watzikhoebillah Sambas
1913-1976, (Yogyakarta: Tesis Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Tidak
diterbitkan, 2012), hal. 66
0 comments:
Post a Comment