Blue Wings - Working In Background

"Sambas"

Powered By Blogger

GOOGLE FEED BURNER

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Tuesday, 22 November 2016

ISLAM DALAM EKONOMI




A. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
Pemikiran ekonomi islam lahir dari kenyataan bahwa Islam adalah sistem yang diturunkan Allah kepada seluruh manusia untuk menata seluruh aspek kehidupannya dalam ruang dan waktu. Karakteragama Islam yang paling kuat adalah fungsi sistem dan penataan. Objek dari sistem ini adalah seluruh aspek kehidupan manusia; individu, keluaraga, sosial, pendidikan, budaya, ekonomi, politik, militer dan di atas itu semu. Tidak satu pun masalah aau aspek yang terkait dengan kehidupan manusia, langsung atau tidak langsung, dan dibutuhkan tentang masalah atau aspek itu.[1]
Sebagai subsistem, masalah-masalah ekonomi dijelaskan dalam Al-Qur’an dan sunah secara berurut.[2]
Aktivitas ekonomi harus diletakkan dalam konteks memenuhi kebutuhan biologis manusia untuk melangkah lebih jauh; kepada obsesi-obsesi spiritual yang senantiasa menghubungkan manusia dengan langit. Ibadah dan kerja selanjutnya diimplementasikan ke dalam prinsip-prinsip umum yang kemudian menjadi dasar ekonomi bahwa Allah adalah pemilik asli dari semua harta benda, tetapi Dia memberikan harta itu kepada manusia untuk tujuan ibadah. Konsep ibadah selanjutnya melahirkan prinsip kebebasan terbatas; kebebasan yang dibatasi oleh nilai-nilai etika dalam berbagai aktivitas ekonomi, yaitu pengharaman segala bentuk kezaliman, penumbuhan berbagai buntuk kesetiakawanan sosial, dan tetap memberi ruang pada kompetisi sosial yang sehat.  Allah mengharamkan riba sebagai subtansi ekonomi jahiliah, menganjurkan jual beli, zakat, infak dan sedekah, mengatur proses utang-piutang, sewa-menyewa, perkongsian, dan semua bentuk aktivitas ekonomi.[3]

B. Pengertian Ekonomi Menurut Islam
Dalam realita kehidupan, manusia berusaha mengerahkan daya, tenaga dan juga fikirannya untuk memenuhi berbagai keperluan hidupnya seperti makan, pakaian dan tenpat tinggal. Pengerahan tenaga dan fikiran ini penting bagi menyempurnakan kehidupannya sebagai individu dam anggota masyarakat. Segala kegiatan yang bersangkutan dengan usaha-usaha yang bertujuan untuk memenuhi keperluan ini dinamakan ekonomi.
Dari pengertian diatas,dapat diambil bahwa ekonomi adalah setiap satu yang memberi khidmat kepada kehidupan manusia.
Dalam pengkajian masa kini ekonomi ialah satu pengkajian berkenaan dengan kelakuan manusia dalam menggunakan sumber-sumber untuk memenuhi keperluan mereka. Dalam pengertian islam pula, ekonomi ialah salah satu sains sosial yang mengkaji masalah-masalah ekonomi manusia-manua yang berdasarkan kepada asas-asas dan nulai-nilai islam.[4]
Dalam penataan ekonomi, sebenarnya tidak lepas dari agama islam. Karena Nabi Muhammad SAW telah mempraktekkan sistem ekonomi pada zamannya. Dimana aturan-aturan yang ada didalam ekonomi itu selalu terarah. Dalam sistem ekonomi, Nabi pernah mengajarkan tentang kejujuran dalam berdagang sehingga orang-orang percaya padanya dan dagangannya pun laris. Sesungguhnya itu merupakan salah satu ajaran Nabi Muhammad SAW kepada kita betapa pentingnya peranan Islam terhadap ekonomi.
Ruang lingkup ekonomi Islam adalah masyarakat Muslim atau komunitas negara Muslim itu sendiri. Artinya, perilaku ekonomi dari masyarakat atau negara Muslim dimana nilai-nilai ajaran Islam dapat diaplikasikan. Menurut Yuliadi (2001) titik tekan ilmu ekonomi Islam adalah bagaimana Islam memberikan pandangan dan solusi atas berbagai persoalan ikonomi yang dihadapi umat secara umum.[5]
Ekonomi islam merupakan mazhab ekonomi islam yang menjelma di dalamnya bagaimana cara Islam mengatur kehidupan perekonomian, dengan apa yang dimiliki dan ditunjukkan oleh mazhab ini tentang ketelitian cara berpikir yang terdiri dari nilai-nilai moral Islam dan nilai-nilai ekonomi, atau nilai sejarah yang ada hubungannya dengan masalah siasat perekonomian, maupun dengan uraian sejarah masyarakat (As Shodr, 1968; hlm 9). Menurut An-Nabhani (1990) Ekonomi sebagai suatu kajian studi, bersifat universal, artinya tidak terkait dengan sebuah ideologi tertentu. Ia dapat dikembangkan dan diadopsi dari mana pun selama tidak kontraproduktif dengan sabda Rasulullah “kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian” yang berarti boleh untuk mengembangkan kemampuan produksi secara kualitas maupun kuantitas. Pemahaman seperti ini akan mengantarkan kepada kita agar tidak terjebak dalam wacana Islamisasi ilmu pengetahuan. Pakar Ekonomi Islam tidak perlu membuang semua teori yang telah berhasil dikembangkan. Yang diperlukan ialah melakukan internalisasi nilai-nilai Islam dalam rangka turut mengembangkan keberadaan dari ilmu ekonomi.[6]
A.M. Saefuddin (1987) mengemukakan bahwa pandangan ilmu ekonomi tentang manusia sekarang ini sarat dengan kultur Barat sehingga perlu diganti dengan homo Islamicus.[7]
Seorang muslim yang baik adalah mereka yang memperhatikan keseimbangan faktor dunia dan akhirat, yang tidak meninggalkan urusan dunia demi kepentingan akhirat,  juga tidak meninggalkan akhirat untuk urusan dunia.
Penyeimbangan aspek dunia dan akhirat merupakan karakteristik unik sistem ekonomi dalam Islam.
Tujuan ekonomi menurut islam
1.  Menunaikan sebagian  daripada tuntutan ibadah.
2.  Menegakkan keadilan sosial dan ekonomi dalam masyarakat.
3.  Menghapuskan kemiskinan dan keadaan guna tenaga penuh serta kadar perkembangan ekonomi yang Optimum.
4.  Mewujudkan kestabilan barang sejajar dengan kondisi masyarakat yang tidak mementingkan kepentingan sendiri, sehingga sistem ekonomi di pasaran menjadi stabil.
5.  Mengekalkan keamanan dan kepatuhan terhadap undang-undang.
6.  Mewujudkan keharmonisan hubungan antara bangsa dan memastikan kekuatan pertahanan negara.[8]

C. Landasan Hukum Ekonomi Islam
Dalam konsep islam, semua sistem kehidupan yang di dalamnya termasuk sistem ekonomi harus dibangun dengan sebuah kebenaran. Diambil dari sumber yang benar, dikaji dan diterapkan secara benar pula.[9]
Dua hal pokok yang menjadi landasan hukum islam dalam ekonomi yaitu Al-Qur’an dan Sunah Rasulullah. Hukum-hukum yang diambil dari kedua landasan pokok tersebut secara konsep dan prinsip adalah tetap (tidak dapat berubah kapan pun dan dimana saja), tetapi pada praktiknya untuk hal-hal dan situasi serta kondisi tertentu bisa saja berlaku luwes dan ada pula yang bisa mengalami perubahan.
1. Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah sumber pertama dan utama bagi penerapan Islam dalam Ekonomi. Didalamnya dapat kita temui hal yang berkaitan dengan ekonomi dan juga terdapat hukum-hukum dan undang-undang diharamkannya riba, dan diperbolehkannya jual beli yang tertera pada surah Al-Baqarah ayat 275 yang artinya “..... padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba) maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan), dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba) maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”
Contoh lain seperti perintah mencatat atau pembukuan yang baik dalam masalah utang-piutang, Allah ungkapkan di surat Al-Baqarah ayat 282 yang artinya: “wahai orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu, menuliskannya......”
Dan contoh terakhir adalah perintah menepati dan menghormati janji pada surat Al-Maidah ayat 1 yang artinya:  “wahai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad itu...”[10]
Banyak ayat Al-Qur’an yang menyerukan penggunaan kerangka kerja perekonomian Islam, diantaranya:
Makan dan minumlah dari rizki yang diberikan Allah dan janganlah berrkeliaran di muka bumi ini dengan berbuat kerusakan. (QS. Al-Baqarah: 60).
“Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi janganlah kumu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (AS Al-Baqarah: 168).
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagimu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas, dan makanlah yang halal lagi baik dari apa yang telah Allah rizkikan kepadamu dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya. (QS Al-Maidah: 87-88).
Semua ayat itu merupakan penentuan dasar pikiran dari pesan Al-Qur’an dalam bidang ekonomi. Dari ayat-ayat tersebut dapat dipahami bahwa Islam mendorong manusia untuk menikmati karunia yang telah diberikan oleh Allah. Karunia tersebut harus didayagunakan untuk meningkatkan pertumbuhan, baik materi maupun non materi.[11]
2. As-Sunah An Nabawiyah
As-Sunah adalah sumber kedua dalam perundang-udangan Islam. Di dalamnya dapat kita jumpai aturan perekonomian Islam. Di antaranya seperti sebuah hadis yang isinya memerintahkan untuk menjaga dan menlindungi harta, baik milik pribadi maupun umum serta tidak boleh mengambil yang bukan miliknya, “Sesungguhnya (menumpahkan) darah kalian, (mengambil) harta kalian, (mengganggu) kehormatan kalian haram sebagaimana haramnya hari kalian saat ini, di bulan ini, di negeri ini, .....” (HR Bukhari).
Contoh lain misalnya As-Sunah juga menjelaskan jenis-jenis harta yang harus menjadi milik umum dan untuk kepentingan umum, tertera pada hadis: “Aku ikut berperang bersama Rasulullah, ada tiga hal yang aku dengar dari Rasulullah: Orang-orang Muslim bersyariat (sama-sama memiliki) tempat mengembala, air, dan api.” ( HR. Abi Dawud).
Contoh terakhir adalah hadis yang menerangkan larangan menipu “Barang siapa yang menipu kami, maka tidak termasuk golongan kami. “ (HR. Muslim).
3. Kitab-kitab Fikih Umum
Kitab-kitab ini menjelaskan ibadah dan muamalah, di dalamnya terdapat pula bahasan tentang ekonomi yang kemudian dikenal dengan istilah Al-muamalah Al-Maliyah, isinya merupakan hasil-hasil ijtihad Ulama terutama dalam mengeluarkan hukum-hukum dari dalil-dalil Al-Qur’an maupun hadis yang sahih.
Adapun bahasan-bahsan yang langsung berkaitan dengan ekonomi Islam adalah zakat, sedekah sunah, fidyah, zakat fitrah, jual beli, riba dan jual beli uang dan lain-lain.
4. Kitab-kitab Fikih Khusus (Al-Maaulu wal-Iqtishaadi)
Kitab-kitab ini secara khusus membahas masalah yang berkaitan dengan uang, harta lainnya, dan ekonomi.[12]
Islam mendorong penganutnya berjuang untuk mendapatkan harta dengan berbagai cara, asalkan mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan.
Salah satu hadis Rasulullah menegaskan: “Kaum Muslimin (dalam kebebasan) sesuai dengan syarat dan kesepakatan mereka, kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”. (At Tirmidzi, kitab Al Ahkam nomor 1272).
Rambu-rambu tersebut di antaranya: carilah yang halal lagi baik; tidak menggunakan cara bathil; tidak berlebih-lebihan/melampaui batas; tidak dizhalimi maupun menzhalimi; menjauhkan diri dari unsur riba, maisir (perjudian dan intended speculation), dan gharar ( ketidakjelasan dan manipulatif), serta tidak melupakan tanggung jawab sosial berupa zakat, infaq, dan sedekah. Ini yang membedakan sistem ekonomi islam dengan perekonomian yang lainnya`yang menggunakan prinsip self interest (kepentingan pribadi) sebagai dasar perumusan konsepnya.
Islam mendorong umatnya untuk bekerja. Hal tersebut disertai jaminan Allah bahwa Ia telah menetapkan rizki setiap makhluk yang diciptakan-Nya. Islam juga melarang umatnya untuk meminta-mina atau mengemis. Dalam salah satu hadisnya, Rasulullah menyatakan:
“Barang siapa yang mencari dunianya dengan cara yang halal, menahan diri dari mengemis, memenuhi kebutuhan keluarganya, dan berbuat kebaikan kepada tetangganya, maka ia akan menemui Tuhan dengan muka atau wajah bersinar bagai bulan purnama.”[13]

D. Asas-Asas Ekonomi Islam
Sistem ekonomi mencakup pembahasan tentang tata cara perolehan harta kekayaan dan pemanfaatannya baik untuk kegiatan konsumsi maupun distribusi. Dalam hukum syara’ dijelaskan bagaimana seharusnya harta kekayaan (barang dan jasa) diperoleh, juga menjelaskan bagaimana manusia mengelola (mengonsumsi dan mengembangkan) harta serta bagaimana mendistribusikan kekayaan yang ada. Inilah yang sesungguhnya dianggap oleh islam sebagai masalah ekonomi bagi suatu masyarakat. Atas dasar ini, maka asas-asas ekonomi islam yang digunakan untuk membangun sisem ekonomi berdiri di atas tiga asas (fundamental) yaitu: bagaimana harta diperoleh yakni menyangkut hak milik (tamalluk), pengelolaan (tasharruf) hak milik, serta distribusi kekayaan di tengah masyarakat.[14]


E. Prinsip-Prinsip Dasar Ekonomi Islam
Banyak orang yang menyepelekan keampuhan tatanan Islam kalau tidak mau dikatakan sangsi, termasuk umat Islam sendiri, padahal konsep ini sebagaimana yang telah kita ketahui adalah konsep yang Allah ridhai untuk seluruh umat manusia, dan selaras dengan fitrah manusia, serta menjunjung tinggi kepentingan pribadi maupun kepentingan masyarakat.
Sistem ini telah diuji coba selama lebih delapan abad sejak zaman Rasulullah SAW dengan zaman kita berada sekarang sangatlah mencolok. Akan tetapi, satu hal yang perlu kita ingat bahwa konsep Islam secara keseluruhan adalah produk Allah yang Maha Mengetahui sejauh mana perubahan akan terjadi yang dilakukan oleh umat manusia. Oleh karena itu, konsep Islam adalah konsep yang telah disiapkan untuk mampu menghadapi dan menjawab segala macam bentuk tantangan pada setiap zamannya.[15]
1. Hak Milik Pribadi
Hak milik pribadi adalah hukum syara’ yang berlaku bagi zat ataupun manfaat (utiliti) tertentu, yang memungkinkan siapa saja mendapatkannya untuk memanfaatkan barang tersebut, serta memperoleh kompensasi, baik karena barangnya diambil kegunaannya oleh orang lain (seperti disewa), ataupun karena dikonsumsi untuk dihabiskan zatnya seperti dibeli dari barang tersebut. Oleh karena itu, setiap orang bisa mimiliki kekayaan dengan cara-cara kepemilikan tertentu.[16]
2. Kebebasan mencarai sumber pendapatan
Islam memberikan kepada setiap orang hak dan kebebasan dalam menentukan corak kehidupannya. Ia bebas memilih kerja yang ia minati asalkan tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Dalam Islam, pekerjaan mempunyai taraf kemuliaan yang besar yang tidak ada dibandingnya dalam semua agama dan kebudayaan yang lain. Kebebasan mencari sumber pendapatan dalam Islam berdasarkan kepada firman Allah yang artinya:
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah kurnia Allah” ( Al-jum’ah:10)
Dialahyang menjadikan bumi ini sudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah kebahagiaan daripada rezeki-Nya, dan kepadaNya kamu (kembali setelah) dibangkitkan.(Al-Mulk:15)
3. Keadilan Sosial
Apa saja yang hendak ditegakkan oleh Islam maka itu jugalah yang ditegakkan mana-mana bagian daripadanya. Islam betujuan untuk menegakkan keadilan, oleh itu salah asas utama sistem ekonomi Islam juga ialah untuk menegakkan keadilan.
Keadilan sosial yang hendak ditegakkan oleh sistem ekonomi Islam bersih daripada sebarang slogan kosong dan bebas daripada sebarang kekeliruan. Ini adalah karena keadilan dalam Islam mempunyai asasnya yang tersendiri, yaitu diatas dasar taqwa dan ma’ruf.
3. Hak Pewarisan
Diantara prinsip yang ditetapkan oleh Islam dalam memperoleh hak milik ialah melalui hak pewarisan. Hak pewarisan kepada berdasarkan fitrah manusia.
Malah islam memandang bahwa hak pewarisan adalah salah satu alat yang utama bagi mencapai keadilan sosial di dalam masyarakat. Di atas dasar inilah undang undang  pewarisan Islam menjadi sesuatu ndang-undang yang unik yang tidak terdapat di dalam sestem-sistem yang lain.[17]

F. Keistimewaan dan Karakteristik Ekonomi Islam
1. Ekonomi Islam merupakan bagian yang tak terpisahkan dari konsep Islam yang utuh dan menyeluruh.
2. Aktivitas ekonomi Islam merupakan suatu bentuk ibadah.
3. Tatanan ekonomi Islam memiliki tujuan yang sangat mulia.
4. Ekonomi Islam merupakan sistem yang memiliki pengawasan melekat yang berakar dari keimanan dan tanggung jawab kepada Allah (Muraqabatullah).
5. Ekonomi Islam merupakan sistem yang menyelaraskan antara maslahat individu dan maslahat umum.[18]



[1] Ahmad Izzan dan Syahri Tanjung, Referensi Ekonomi Syariah; Ayat-Ayat Al-Qur’an yang Berdimensi Ekonomi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 1.
[2] Ahmad Izzan dan Syahri Tanjung, Referensi Ekonomi Syariah; Ayat-Ayat Al-Qur’an yang Berdimensi Ekonomi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 5.
[3] Ahmad Izzan dan Syahri Tanjung, Referensi Ekonomi Syariah; Ayat-Ayat Al-Qur’an yang Berdimensi Ekonomi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 6-7.
[5] M. Sholahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 5.
[6] M. Sholahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 6-7.
[7] Saefuddin, Ekonomi dan Mayarakat dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Rajawali, 1987).
[9] M. Sholahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 11.
[10] Ahmad Izzan dan Syahri Tanjung, Referensi Ekonomi Syariah; Ayat-Ayat Al-Qur’an yang Berdimensi Ekonomi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 32.
[11] M. Sholahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), hlm.29-30.
[12] Ahmad Izzan dan Syahri Tanjung, Referensi Ekonomi Syariah; Ayat-Ayat Al-Qur’an yang Berdimensi Ekonomi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 32.
[13] M. Sholahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 30-31.
[14] M. Sholahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 32.
[15] Ahmad Izzan dan Syahri Tanjung, Referensi Ekonomi Syariah; Ayat-Ayat Al-Qur’an yang Berdimensi Ekonomi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 31.
[16] Ahmad Izzan dan Syahri Tanjung, Referensi Ekonomi Syariah; Ayat-Ayat Al-Qur’an yang Berdimensi Ekonomi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 33.
[18] Ahmad Izzan dan Syahri Tanjung, Referensi Ekonomi Syariah; Ayat-Ayat Al-Qur’an yang Berdimensi Ekonomi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 33.

0 comments: