Blue Wings - Working In Background

"Sambas"

Powered By Blogger

GOOGLE FEED BURNER

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Thursday 24 November 2016

Filologi


     A.    Pengertian Filologi
Filologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu philos yang berarti ‘cinta’ dan logos yang berarti ‘kata’. Dengan demikian, kata filologi membentuk arti ‘cinta kata’ atau ‘senang bertutur’. Arti itu kemudian berkembang menjadi ‘senang belajar’ dan ‘senang kesustraan’ atau ‘senang kebudayaan’.
Sebagai istilah, filologi merupakan suatu disiplin ilmu yang ditujukan pada studi teks yang tersimpan dalam peninggalan tulisan masa lampau. Menurut Djamaris (1977: 20), filologi merupakan suatu ilmu yang objek penelitiannya berupa manuskrip-manuskrip atau naskah-naskah kuno. Di Jawa, penyebutan filologi mengikuti penyebutan yang ada di negeri Belanda, yaitu suatu disiplin ilmu yang mendasarkan kerjanya pada bahan tertulis dan bertujuan mengungkapkan makna teks (Baroroh-Baried, 1985: 3). Dari pengertian tersebut, penelitian dengan pendekatan filologi bertugas mencari kandungan naskah yang disimpan di dalam teks-teks naskah kuno.
Tugas seorang filolog, nama untuk ahli filologi, ialah meneliti naskah-naskah ini, membuat laporan tentang keadaan naskah-naskah ini, dan menyunting teks yang ada di dalamnya. Ilmu filologi biasanya berdampingan dengan paleografi, atau ilmu tentang tulisan pada masa lampau.
Salah seorang filolog Indonesia ternama adalah Prof. Dr. R. M. Ng. Poerbatjaraka.
Ada beberapa pendapat tentang pnegertian filologi, yaitu :
1.      Menurut Kamus Istilah Filologi (Baroroh Baried, R. Amin Soedoro, R. Suhardi, Sawu, M. Syakir, Siti Chamamah Suratno: 1977), filologi merupakan ilmu yang menyelidiki perkembangan kerohanian suatu bangsa dan kekhususannya atau yang menyelidiki kebudayaan berdasarkan bahasa dan kesusastraan-nya.
2.      Sementara itu dalam Leksikon Sastra (Suhendra Yusuf: 1995) dikatakan bahwa dalam cakupan yang luas filologi berarti seperti tersebut di atas, sedangkan dalam cakupan yang lebih sempit, filologi merupakan telaah naskah kuno untuk menentukan keaslian, bentuk autentik, dan makna yang terkandung di dalam naskah itu.
3.      Dictionary of World Literature (Joseph T. Shipley, ed.: 1962) memuat definisi filologi secara panjang lebar. Dalam kamus ini dijelaskan asal kata filologi dan orang-orang yang pertama kali menggunakan kata itu. Di samping itu dijelaskan pula perkembangan ilmu filologi di beberapa tempat. Misalnya pada abad ke-19 istilah filologi di Inggris selalu berhubungan dengan ilmu linguistik. Filologi juga termasuk dalam teori sastra dan sejarah sastra. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa kritik sastra tidak mungkin ada tanpa filologi.
Jika setiap definisi tersebut kita cermati lebih lanjut, setidak-tidaknya sebagian kecil dari masing-masing definisi ada yang sama. Setiap definisi menggolongkan filologi sebagai sebuah cabang ilmu pengetahuan. Filologi berhubungan erat dengan bahasa, sastra, dan budaya. Filologi menelaah bahasa, sastra, dan budaya itu dengan bersumber pada naskah-naskah kuno. Dari naskah-naskah kuno itu dapat diketahui pula perkembangan bahasa, sastra, budaya, moral, dan intelektual suatu bangsa.    
B.     Tujuan filologi
Secara umum, filologi bertujuan mengungkapkan hasil pemikiran, pengalaman, dan budaya yang hidup pada masa lalu. Dengan cara seperti itu muncul juga manfaatnya, yakni terkodifikasinya nilai-nilai budaya klasik, melestarikan budaya yang terkandung dalam naskah itu dan memperkenalkannya kepada masyarkat. 
Adapun filologi terdapat 2 tujuan yaitu tujuan umum dan khusus :
a.       Tujuan umum filologi:
1.      memahami sejauh mungkin kebudayaan suatu bangsa melalui hasil sastranya, baik lisan maupun tulisan.
2.       memahami makna dan fungsi teks bagi masyarakat penciptanya.
3.      mengungkapkan nilai-nilai budaya lama sebagai alternative pengembangan kebudayaan.
b.      Tujuan khusus filologi:
1.      menyunting sebuah teks yang dipandang paling dekat dengan teks Aslinya.
2.      mengungkap sejarah terjadinya teks dan sejarah perkembangannya.
3.      mengungkap resepsi pembaca pada setiap kurun penerimaannya.
C.     Manfaaat filologi
Secara umum manfaat filologi adalah menjaga kelestarian warisan luhur nenek moyang yang terkanding dalam naskah-naskah klasik. Dengan filologi naskah-naskah yang diambang kerusakan bisa diselamatkan. Lebih jauh dari itu hasil kerja filologi dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dari berbagai bidang pekerjaan dan cabang ilmu untuk memperdalam dan memperluas pengetahuan mereka di bidangnya masing-masing.
Dilihat dari pelestarian dan pengembangan budaya dan sastra daerah, filologi bernilai strategis. Objek studi filologi berasal dari berbagai daerah di nusantara yang dengan sendirinya membantu pelestarian dan pengembangan budaya dan sastra daerah. Rekonstruksi historis jadi mungkin dilakukan karena hasil kerja filologi. Selain rekonstruksi historis, adanya hasil kerja filologi bisa dijadikan dasar pemahaman akan kebudayaan bangsa Indonesia sebagai suatu pemahaman yang bisa dipertanggung jawabkan secara moral karena ditunjang oleh akar argemen yang kuat secara historis.
Manfaat-manfaat khusus yang dapat dinikmati dari hasil kerja filologi antara lain:
a.       Untuk bidang bahasa, memperkaya perbendaharaan kata (istilah) dalam rangka penyusunan kamus.
b.      Untuk Bidang Sastra, mengenal, mempelajari, dan menikmati karya sastra Lama yang ada di nusantara.
c.       Untuk Bidang Sejarah, dapat digunakan sebagai sumber data sejarah masa lalu, terutama tentang sejarah kerajaan-kerajaan di nusantara.
d.      Untuk Bidang Pendidikan, isi cerita dapat dijadikan suri teladan yang baik dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat sekarang.

D.    Objek kajian filologi
Objek kajian  atau bisa juga disebut dengan objek penelitian filologi adalah naskah dan teks. Berikut ini adalah uraian tentang naskah dan teks.
a.       Naskah
Naskah dalam bahasa Inggris disebut manuskrip dan dalam bahasa Belanda disebut handschrift, Menurut Darusuprapta (1984:10), naskah adalah karangan tulisan tangan, baik yang asli maupun salinannya, yang mengandung teks atau rangkaian kata-kata yang merupakan bacaan dengan isi tertentu. Baroroh-Baried (1977: 20) berpendapat bahwa naskah merupakan tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa masa lampau. Dari ketiga pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa naskah adalah tulisan tangan, baik asli maupun salinannya yang merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, sebagai hasil budaya bangsa pada masa lampau.
Peninggalan-peninggalan naskah pada masa lampau banyak yang tersebar di wilayah Jawa. Adapun lembagalembaga
yang menyimpan naskah Jawa, antara lain: Balai Penelitian Bahasa di Yogyakarta, Balai Kajian Sejarah dan Nilai-Nilai Tradisional di Yogyakarta, serta naskah-naskah koleksi pribadi yang tersebar luas di segala lapisan masyarakat.

Naskah Jawa mengandung isi bermacam-macam, di antaranya naskah mengandung unsur peristiwa penting dalam sejarah, sikap dan pikiran serta perasaan masyarakat, ide kepahlawanan, sikap bawahan terhadap atasan dan sebaliknya. Ada pula naskah yang menguraikan sistem pemerintahan, tata hukum, adat istiadat, kehidupan keagamaan, ajaran moral, perihal pertunjukan beserta segenap peralatannya (Darusuprapta, 1995: 137).
b.      Teks
Objek penelitian selain naskah adalah teks. Teks adalah kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang abstrak yang hanya dapat dibayangkan saja (Baroroh-Baried, 1985: 56). Kandungan naskah yang menyajikan berbagai aspek sekarang sudah mulai mendapat perhatian peneliti. Hal itu disebabkan karena kandungan naskah menyimpan informasi tentang produk-produk masa lampau mempunyai relevansi dengan produk-produk masa kini. Dalam penjelmaan dan penurunannya, secara garis besar dapat disebutkan adanya tiga macam teks, yaitu:
(1)   teks lisan atau tidak tertulis
(2)   teks naskah atau tulisan tangan, dan
(3)   teks cetakan (Baroroh-Baried, 1985: 56).
Adapun salah satu isi teks, yaitu berupa sêngkalan. Sêngkalan adalah
rangkaian kata-kata, gambar, atau perwujudan tertentu yang mengandung makna
bilangan atau angka (Darusuprapta, 1985: 348). Sêngkalan tersebut, yakni sebagai berikut.
1.      Sifat (bernilai) satu, yaitu barang (bagian tubuh manusia atau hewan) yang berjumlah satu buah, barang berbentuk bundar.
2.      Sifat (bernilai) dua, yaitu barang yang berjumlah dua buah.
3.      Sifat (bernilai) tiga, yaitu api atau barang-barang yang mengandung api.
4.      Sifat (bernilai) empat, yaitu kata-kata yang mempunyai sifat gawe, barang-barang yang berisi air.
5.      Sifat (bernilai) lima, yaitu buta, panah, dan angin.
6.      Sifat (bernilai) enam, yaitu sebutan untuk rasa, kata-kata yang mengandung arti bergerak, yang berarti kayu, dan nama-nama serangga.
7.      Sifat (bernilai) tujuh, yaitu gunung, pendeta, naik, dan kuda.
8.      Sifat (bernilai) delapan, yaitu gajah, hewan melata (reptil).Sifat (bernilai) sembilan, yaitu dewa, barang-barang yang dianggap berlubang.
9.      Sifat (bernilai) sepuluh, yaitu kata-kata yang mengandung arti tidak ada, berarti langit, atau tinggi.

E.     Ruang lingkup filologi
Sebagai istilah, kata ‘filologi’ mulai dipakai kira-kira abad ke-3 SM oleh sekelompok ilmuwan dari Iskandariyah. Istilah ini digunakan untuk menyebut keahlian yang diperlukan untuk mengkaji peninggalan tulisan yang berasal dari kurun waktu beratus-ratus tahun sebelumnya. Pada saat itu, perpustakaan Iskandariyah mendapatkan banyak naskah berupa gulungan papyrus dari beberapa wilayah di sekitarnya. Sebagian besar naskah tersebut sudah mengandung sejumlah bacaan yang rusak dan korup, diantaranya adalah naskah-naskah Alkitab yang muncul dalam beberapa versi. Keadaan ini mendorong para ilmuwan untuk mengadakan kajian untuk mengetahui firman Tuhan yang dianggap paling asli. Mereka menyisihkan kekeliruan-kekeliruan yang terdapat dalam naskah-naskah kuno tersebut. Jika naskah yang mereka hadapi dalam jumlah besar atau lebih dari satu naskah, maka kajian juga dihadapkan pada bacaan-bacaan (varian-varian) yang berbeda.
Dalam perkembangan terakhirnya, filologi menitikberatkan pengkajiannya pada perbedaan yang ada dalam berbagai naskah sebagai suatu penciptaan dan melihat perbedaan-perbedaan itu sebagai alternatif yang positif. Dalam hubungan ini suatu naskah dipandang sebagai penciptaan kembali (baru) karena mencerminkan perhatian yang aktif dari pembacanya. Sedangkan varian-varian yang ada diartikan sebagai pengungkapan kegiatan yang kreatif untuk memahami, menafsirkan, dan membetulkan teks bila ada yang dipandang tidak tepat. 
Obyek kajian filologi adalah teks, sedang sasaran kerjanya berupa naskah.

 Naskah merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan peninggalan tulisan masa lampau, dan teks merupakan kandungan yang tersimpan dalam suatu naskah. ‘Naskah’ sering pula disebut dengan ‘manuskrip’ atau ‘kodeks’ yang berarti tulisan tangan.
Naskah yang menjadi obyek kajian filologi mempunyai karaktristik bahwa naskah tersebut tercipta dari latar social budaya yang sudah tidak ada lagi atau yang tidak sama dengan latar social budaya masyarakat pembaca masa kini dan kondisinya sudah rusak. Bahan yang berupa kertas dan tinta serta bentuk tulisan, dalam perjalanan waktu telah mengalami kerusakan atau perubahan. Gejala yang demikian ini terlihat dari munculnya berbagai variasi bacaan dalam karya tulisan masa lampau.




0 comments: