Oleh : Halim Setiawan
Perguruan tinggi merupakan
kelanjutan pendidikan setelah di sekolah menengah. Pendidikan tersebut diselenggarakan
untuk mempersiapkan peserta didik sehingga menjadi anggota masyarakat yang
memiliki tingkat keilmuan yang mendalam. Peserta didik yang melanjutkan
pendidikan di perguruan tinggi disebut mahasiswa.
Mahasiswa dalam sebuah perguruan
tinggi itu tidak hanya berasal dari daerah setempat melainkan datang dari
berbagai daerah. Apalagi perguruan tinggi yang berada di kota-kota besar,
mahasiswanya banyak yang berasal dari luar daerah hingga luar provinsi.
Setiap mahasiswa memiliki
karakter, budaya dan bahasa masing-masing. Semakin banyak mahasiswanya, maka
keanekaragaman juga akan terlihat jelas, sehingga komunikasi yang terbentuk semakin
luas. Komunikasi merupakan rangkaian proses pengalihan inforamasi dari satu
orang kepada orang lain dengan maksud tertentu, (Tommy Suprapto, 2009: 5). Komuniksi
juga dapat diartikan sebagai proses penciptaan makna antara dua orang atau
lebih aktor komunikasi lewat pengguna tanda-tanda. (Asep Saeful Muhtadi, 2012: 21). Komunikasi yang terbentuk memberikan warna
tersendiri kepada setiap mahasiswa. Tidak menutup kemungkinan dengan adanya
keanekaragaman tersebut, maka miskomunikasi bisa saja terjadi antar semama
mahasiswa maupun antar kelompok mahasiswa. Miskomunikasi tersebut dapat
menimbulkan suatu konflik yang berkepanjangan jika tidak segera dinetralisir.
Ketidakpastian makna atau tujuan
karena perbedaan konsep atau konsepsi suatu ajaran yang disebabkan oleh
kesalahpahaman, perbedaan persepsi, dan perbedaan tujuan akan mengakibatkan
terjadinya salah komunikasi (miskomunikasi) bahkan kesenjangan komunikasi (comunication
gap), atau sekurang-kurangnya akan terjadi nuansa dari variants yang
dapat menimbulkan kebingungan (confusion), frustasi, atau sikap masa
bodoh yang disebabkan oleh tidak adanya pengertian. (Jusuf Amir Feisal, 1995:
352).
Miskomunikasi merupakan pesan atau informasi yang disampaikan
dan dipahami dengan pengertian yang salah oleh si penerima pesan atau penerima
informasi. Sehingga tujuan yang diharapkan dari komunikasi tersebut tidak
tercapai.
Miskomunikasi yang terjadi dalam
ruang lingkup mahasiswa salah satunya bisa saja disebabkan ketidak pahaman
dalam berbahasa, karena beda daerah berbeda juga bahasanya. Sebagai contoh
dalam bahasa sunda kata bogoh berarti suka, sayang, dan cinta, sedangkan
dalam bahasa melayu khususnya melayu Sambas, bogoh berarti orang yang
kuat makan atau orang yang rakus, bogoh juga nama lain dari binatang
yaitu luwak. Hanya dikarenakan kurang faham mengenai makna suatu kata dapat
menimbualkan suatu konflik. Padahal maksud dari kata tersebut adalah untuk
mengungkapkan sutu rasa yaitu rasa suka, cinta, dan sayang.
Bahasa sangat mempengaruhi efektif atau
tidaknya suatu komunikasi. Melalui bahasa segala informasi tersampaikan untuk
di proses lebih lanjut. Hal tersebut yang perlu di garis bawahi agar miskomunikasi dalam
ruang lingkup mahasiswa itu tidak terjadi. Berdasarkan kasus diatas memberikan
suatu contoh kepada mahasiswa yang memiliki keanekaragaman budaya maupun bahasa
yang terdapat dalam suatu perguruan tinggi, agar selalu menjalin hubungan
komunikasi antara satu dengan yang lain. Hargai
lawan ketika bicara, karena menghargai dan menghormati lawan bicara akan
membuat seseorang cenderung berhati-hati dalam memilih kata dan
mengungkapkannya. Informasi yang disampaikan haruslah jelas dan menggunakan
bahasa yang dimengerti oleh semua mahasiswa yaitu bahasa Indonesia. Semua itu
adalah untuk menjaga agar miskomunikasi tidak akan terjadi, karena komunikasi
yang baik adalah awal dari sebuah kesuksesan.