Oleh: Halim Setiawan
Islam adalah agama “rahmatan lil
‘alamin” yaitu rahmat bagi sekalian alam. Ajaran yang terkandng di dalamnya
menjadikan Islam mudah diterima dan diamalkan oleh pemeluknya. Hal ini dibuktikan
islam tumbuh dan berkembang dengan subur hampir seluruh dunia. Bahkan menurut
perkiraan badan Pusat Penelitian non-partisan Pew Washington Amarika Serikat
yang dirilis pada Kamis (2 April 2015), memprediksikan pada tahun 2050 ke
depan, Islam akan mendominasi penduduk di dunia. Hal ini tentunya menjadi bukti
bahwa Islam itu merupakan agama yang dapat diterima oleh semua orang di dunia.
Sekaligus menjadi bukti bahwa agama Islam itu adalah agama yang benar-benar memberikan
rahmat kepada seluruh alam.
Secara umum, Islam memberikan pengajaran
yang sangat relevan dengan kondisi sekarang ini. Hal ini dikarenakan substansi
ajaran yang terkadung dalam Islam itu sangatlah luas dan lengkap. Bukti
keluasan ajaran Islam tersebut jelas sekali terlihat dari hukum yang telah
disyari’atkan dalam ajaran agama Islam. Diantaranya mengenai persolan akidah, bahkan sampai pada
persoalan kebersihan. Semua itu telah diatur dalam Islam.
Terkait dengan persoalan-persoalan
tersebut, Islam juga sangat terbuka kepada pemeluknya. Misalnya dalam memahami
persoalan hukum yang di syariatkan dalam Islam. Umat islam memahami hal
tersebut berbeda-beda dan sangat beragam. Sebagai contoh, bagiamana hukumnya
menggunakan media elektronik dalam berkhutbah pada hari jum’at?. Sebagian
kalangan pemikir baru (modernis) banyak yang mencoba menawarkan untuk
setiap khatib menampilkan isi khutbahnya dalam bentuk power point. Tujuannya
adalah agar jama’ah tidak tidur atau mengantuk ketika mendengarkan Khutbah
Jum’at. Namun, sebagian kalangan pemikir yang mempertahankan paham sebelumnya (tradisionalis)tidak
setuju dengan penawaran tersebut. Alasan mereka adalah karena apa yang
ditawarkan tidak memiliki dasar hukum dan tidak mengikuti hukum Islam. Tetapi tentu
keduanya memiliki argumen yang disertai dengan dalil-dalil yang terdapat dalam
sumber hukum Islam.
Terlepas dari perdebatan tersebut, jelas
sekali bahwa Islam itu sangatlah memberikan ruang kepada pemeluknya untuk
memahami sumber hukumnya. Berawal dari sumber hukum itulah melahirkan pandangan
yang berbeda dari berbagai sisinya. Sebagaimana dikatakan oleh M. Quraish
Shihab (1996: 3) dalam bukunya wawasan al-Qur’an “al-Qur’an layaknya sebuah
permata yang memancarkan cahaya yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandang
masing-masing”. Jadi, tidak bisa dikatakan secara pasti bahwa apa yang
ditawarkan oleh kalangan modernis salah atau tidak melaksanakan hukum
Islam. Demikian juga dengan kalangan tradisionalis tidak bisa dikatakan
secara pasti argumen mereka itu adalah salah atau keliru.
Berdasarkan kajian keislaman, perbedaan
tersebut bukanlah hal yang harus diperdebatkan karena satu pihak mengkajinya
dari sudut pandang antropologis, sedangkan pihak lainnya memandang dari sisi
normatif (Ideologis). Dari kedua pandangan tersebut bisa salah juga bisa
benar. Oleh sebab itu islam sangatlah indah seperti indahnya mutiara permata
yang memancarakn kilauan cahaya. Itulah
bukti bahwa Islam itu sangatlah indah dan relevan dengan waktu, seperti
dikatakan bahwa Islam itu “Shalih Li kulli Zaman Wal Makan” yaitu Islam
adalah agama yang tidak terbetas oleh ruang dan waktu. Substansi ajarannya
tetaplah sempurna mengatarkan pemeluknya kepada al-Shirat al-Mustaqim.
0 comments:
Post a Comment