1. Sejarah
Perkembangan
Gol Put pertama kali diawali gerakan sebuah
protes Mahasiswa yang pada saat itu di dukung oleh rezim militer Orde Baru.
Yang menyebabkan banyak konflik antara Mahasiswa dengan partai politik. Pada
tanggal 3 Juni 1971 di balai budaya Jakarta yang di ketuai oleh Arief Budiman
mencetuskan untuk Golput atau di sebut Golongan Putih sebagai suatu penentangan
Protes politik. Akan tetapi awal dari munculnya Gol Put di dasari sebagai
sebuah gerakan Moral yang diktator. Artinya munculnya Gol Put didasari oleh
sebuah Gerakan yang di dasari oleh tidak setujunya terhadap suatu Partai yang
di anggap diktator terhadap yang lain.
Menurut istilah Gol Put atau Golongan Putih
adalah sebuah gerakan untuk menganjurkan tidak mencoblos suatu partai manapun
yaitu bagian putih kertas agar suara tidak sah. Dan pupulernya lambang Gol Put
berupa segilima yang kosong dan sebuah ajakan menolak memberikan suara.
Pada saat itu tahun 1971 pemilihan yang
terjadi sangat ketat dan jarang yang berani Gol Put atau dengan sengaja untuk tidak
memilih semua anggota diarahkan untuk menggunakan hak pilih sesuai dengan hati
nurani. Awal dari gerakan yang menentang Orde Baru yang dilakukan Mahasiswa dan
rakyat sehingga tumbuh dan berkembang lebih besar meskipun sebelumnya sudah
dilakukan upaya untuk tidak melakukan Golput. Pada tahun tersebut penentangan
rakyat semangkin besar yang di karenakan ketidak puasan mereka terhadap ORBA.
Berawal dari penjelasan diatas banyak akibat
buruk yang ditmbulkan yaitu sejumlah penduduk atau wilayah untuk tidak memilih
seperti protes Megawati terhadap dan pendukungnya atas pelengseran dari kursi
PDI dan di NTT sebagian besar untuk tidak emilih banyak kertas suara yang
rusak. Hal ini merupakan upaya untuk Golput akibat dari protes atau ketidak
puasan terhadap ORBA yang selalu memaksakan kehendak untuk memilih partai
Golkar.
Setelah kejadian Tahun 1971 merupakan gambaran
yang harus di jadikan pelajaran dimana soeharto terpilih lagi yang akhirnya
berujung pada Reformasi selama 16 tahun bagaikan keluar dari mulut harimau
masuk ke mulut buaya darat akan tetapi Golput tetap semankin besar.
Namun jika dilihat dari aspek partisipasi
politik dalam sejarah pesta demokrasi di Indonesia. Pemilu tahun 1999 merupakan awal dari
penurunan tingkat partisipasi politik pemilih, atau mulai meningkatnya golongan
putih , dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya dengan tingkat partisipasi
politik pemilih tertinggi 96,6% pada Pemilu tahun 1971. jika dinilai dengan
penyelenggaraan Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) sebagai bagian dari Pemilu
yang telah berlangsung di beberapa daerah, terutama di wilayah Jawa sebagai
konsentrasi mayoritas penduduk Indonesia juga menunjukkan potensi Golput yang
besar antara 32% sampai 41,5%.
2. Pengertian
Golongan Putih
Golongan Putih atau sering disebut Golput yaitu
merupakan awal dari sebuah gerakan moral yang bertujuan untuk melawan rezim
Orde Baru. Golongan Putih ini muncul pertama kali di Indonesia yang diketuai
oleh Arief Budiman pada tahun 1971 yakni sebelum pemilu diadakan. Arief Budiman
beserta rekannya dan di ikuti sejumlah Mahasiswa dengan keras menentang Orde
baru yang bertujuan untuk memilih Golkar sehingga mengakibatkan konflik yang
berkepanjangan.
Jadi dari sejarah tersebut maka dapat dipahami
bahwa munculnya Golongan Putih itu merupakan sebuah gerakan menentang Orde Baru
yang dimana bertujuan untuk memilih Golkar. Sehingga dapat dikatakan bahwa Gol
Put adalah untuk memilih diri sendiri bukan dari warga Negara yang berdasarkan
Islam. Golongan ini juga muncul karena ketidak puasan dengan pemerintah yang
selalu diktator yagn mementingkan diri sendiri atau pun partainya.
Berdasarkan sejarah diatas tentunya sangat
berseberangan dengan aturan Islam yang konsep dasarnya adalah taati lah Allah,
Rasul dan Pemimpin diantara kalian selama mereka menegakkan Shalat, beriman
serta bertakwa kepada Allah maka harus untuk di ikuti dan jika pemimpin
tersebut menyimpang dari Syari’at boleh untuk tidak di ikuti. Fakta yang
terjadi sampai saat sekarang banyak orang untuk Golput yang hanya mengkedepankan
emosional, tidak puas dan bahkan benci terhadap sesama yang berakibat timbul
dalam diri pemberontakan untuk tidak memilih dalam Islam sangat dilarang dan
bahkan haram.
Adapun dasar Al-Qur’an dan Hadits yang terkait tentang Gol Put yaitu sebagai
beikut;
حَدَّثَنَا أَبُو
بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا
الْأَعْمَشُ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ
اللَّهَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَمَنْ أَطَاعَ الْإِمَامَ فَقَدْ أَطَاعَنِي
وَمَنْ عَصَى الْإِمَامَ فَقَدْ عَصَانِ
Artinya : Telah
menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Ali bin Muhammad,
keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Waki'; telah menceritakan
kepada kami Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barang siapa yang mentaatiku
berarti ia taat kepada Allah, dan siapa yang membangkang kepadaku maka ia telah
membangkang pada Allah. Dan barang siapa yang mentaati pemimpin maka ia telah
mentaatiku dan siap yang membangkang kepada pemimpin maka ia telah membangkang
kepadaku." (IBNUMAJAH - 2850) :
وحَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ
بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَخْبَرَهُ
قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ
عَصَى اللَّهَ وَمَنْ أَطَاعَ أَمِيرِي فَقَدْ أَطَاعَنِي وَمَنْ عَصَى أَمِيرِي فَقَدْ
عَصَانِي
Artinya : Dan telah menceritakan
kepadaku Harmalah bin Yahya telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb telah
mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab telah mengabarkan kepadanya, ia
berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Salamah bin Abdurrahman dari Abu
Hurairah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda:
"Barangsiapa mentaatiku sungguh dia telah mentaati Allah, barangsiapa
bermaksiat kepadaku maka dia telah bermaksiat kepada Allah. Dan barangsiapa
mentaati pemimpinku sungguh dia telah mentaatiku, barangsiapa bermaksiat kepada
pemimpinku maka dia telah bermaksiat kepadaku." (MUSLIM - 3418).
حَدَّثَنَا
إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْحَنْظَلِىُّ أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ
حَدَّثَنَا الأَوْزَاعِىُّ عَنْ يَزِيدَ بْنِ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ عَنْ رُزَيْقِ
بْنِ حَيَّانَ عَنْ مُسْلِمِ بْنِ قَرَظَةَ عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ رَسُولِ
اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم- قَالَ: خِيَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ
تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَشِرَارُ
أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ
وَيَلْعَنُونَكُمْ. قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلاَ نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ
فَقَالَ: لاَ مَا أَقَامُوا فِيكُمُ الصَّلاَةَ وَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْ
وُلاَتِكُمْ شَيْئًا تَكْرَهُونَهُ فَاكْرَهُوا عَمَلَهُ وَلاَ تَنْزِعُوا يَدًا
مِنْ طَاعَةٍ.
Artinya : Rasulullah SAW
bersabda: “(Pilihlah) pemimpin yang terbaik bagimu, yaitu pemimpin yang kamu
cintai dan mereka mencintaimu; mereka mendo’akanmu dan kamu juga mendo’akan
mereka. Sedangkan sejelek-jelek pemimpin bagimu adalah pemimpin yang kamu benci
dan mereka membencimu, yang kamu laknat dan mereka melaknatmu. Para sahabat
bertanya: wahai Rasulullah, bolehkah kami memerangi mereka dengan pedang?
Beliau menjawab, Tidak, selama mereka mendirikan shalat. Dan jika kamu melihat
dari pemimpinmu sesuatu yang tidak kamu sukai, maka bencilah perbuatannya
(saja); dan janganlah kamu keluar dari ketaatan kepadanya”.
Hadit diatas dengan tegas perintah untuk mentaati
pemimpin selama beriman dan bertakwa serta tidak
bermaksiat kepada Allah Subhaanahu wata’aala. Mengingkari perintah Rasul
berarti mengingkari perintah Allah dan sebaliknya menentang perintah Allah sama
dengan mentang Rasulnya. Sedangkan kualitas hadits tersebut sebagaimana yang
diketahui bahwa baik sanad hadits tersebut maka hadits tersebut bisa menjadi
shahih dan baik untuk digunakan. Berdasarkan hadits dari Ibnu Majah no 2850
dalam Kitab 9 Imam diketahui jalur sanadnya yaitu Abdurrahman bin Shakhr, Dzakawan, Sulaiman
bin Mirhan, Waki’ bin Al Jarrah bin Malih, Abdullah bin Muhammad bin Abi
Shaibah Ibrahim bin Utsman.[1]
Menurut Imam
Ahmad Ibn Hambal menilainya Syaduq dan Hatim menilai nya Tsiqah.
Sedangkan dari
segi matan jika di lihat dari sanadnya bisa di golongkan hadits shahih karena
tidak ada cacat atau komentar dari para ulama bahwa hadits tersebut buruk atau
cacat (‘illat). Banyak sekali hubungan hadits diatas salah satu contoh
terkait dengan perintah shalat dimana hadits yang menggambarkan perbedaan orang muslim adalah meninggalkan shalat,
perintah shalat tidak dikerjakan
pelakunya disebut orang yang musrik sama hal nya dengan tidak mendengarkan dan
mengikuti pemimpin dan bisa dikatakan bahwa hadits diatas tersebut sangat
Relevan untuk saai ini. Hadits tersebut berhubungan sekali ketika Rasulullah
memerangai pemimpin yang dzaalim akan tetapi tetap mengerjakan shalat.
Di sisi lain
juga terkait hadits di atas bahwa ketaatan terhadap pemimpin itu wajib dan
bahkan haram hukumnya karena kita tahu bahwa prinsipnya adalah mentaati
pemimpin selama pemimpin tersebut taat kepada Allah dan pemimpin yang berbuat
maksiat, durhaka kepada Allah dan tidak adil maka wajig juga untuk tidak di
ikuti.
Dengan ini bisa
dikatakan bahwa perintah taat terhadap pemimpin yang terdapat di dalam hadits
tersebut khususnya terkait dengan matan sangat baik dan relevan serta tidak ada
kejanggalan dari segi matannya sehingga hadits tersebut bisa dikategorikan
hadits yang shahih.
3. Keterkaitan
Hadits dengan Pendapat Ulama
Hadits diatas banyak sekali persamaan tema terhadap
hadits yang lain. Melihat latar belakang hadits tersebut bahwa ada pertanyaan
para sahabat dengan Rasulullah yang terkait dengan pemimpin, hak pemimpin serta
kewajiban yang harus di penuhi terhadap pemimpin.
Rasulullah juga mengajarkan kepada umatnya untuk memilih
pemimpin yakni pemimpin yang adil, menyayangi rakyat, bertanggung jawab
sehingga rakyatnya juga sayang dan inilah pemimpin yang harus di percaya dan di
ikuti bersama. Bukan pemimpin yang banyak menebar kebencian dan menebar janji
terhadap rakyatnya serta dapat mengakibatkan kesenjangan antara rakyat dengan
pemimpin.
Jika dihubungkan pada saat ini yang terkait masaalah
pemimpin jauh berbeda, dimana pada saat Rasulullah masih hidup pengangkatan pemimpin
beliau menunjuk lansung atau musyawarah jadi pemimpin yang diangkat betul-betul
orang yang sesuai dan cocok tetapi setelah generasi khalifah dan masuknya pada
masa dinasti Umayyah pengangkatan pemimpin tidak lagi di tunjuk atau musyawarah
melainkan sistem kekeluargaan. Sampailah saat ini pemilihan pemipin dengan
suara terbanyak dari rakya atau di sebut dengan pemilu.
Terkait hal diatas pemilihan umum yang di lakukan pada
saat ini jauh bertentangan dengan aturan Agama Golput di lakukan akibat protes
dan ketidak puasan terhadap ORBA bukan melihat kewajiban yang di laksanakannya.
Menurut MUI bahwa Golput di larang dan di hukumi haram karena tidak sesuai
dengan hadits di atas.
4. Hubungan hadits
dengan konteks sekarang
Hubungan hadits atau konteks sekarang dengan Golput
berbagai macam pandangan yang terkait dengan Golput. Menurut pakar hadits dapat
di bagi tiga yaitu;
a. Golput Administratif
Golongan ini adalah orang yang tidak memilih karena
alasan Administratif maksudnya adalah ia orang secara berhak memilih tetapi
tidak terdaftar sebagai pemilih.
b. Golput Teknis dan
Adalah orang yang tidak memilih karena alasan teknis
maksudnya adalah orang yang berhalangan untuk tidak memilih seperti sakit,
udzur, atau ganguan dari alam.
c. Golput ideologis
Golongan ini adalah orang yang tidak memilih karena
ideologi maksudnya karena tidak yakin dengan calon pemimpin, rasa benci,
perbedaan pendapat yang akhirnya timbul untuk tidak memilih serta kepentingan
pribadi yang di anggap di rugikan atau disebut masa bodoh dan tidak percaya
dengan sistem pemerintah yang disebut dengan pemilu.
Jadi di lihat dari ketiga faktor-faktor tersebut dapat
disimpulkan yang terjadi pada saat ini adalah point no tiga yang banyak terjadi
dan bahkan sebagaian besar untuk tidak memilih atau Golput. Menuru MUI haram
hukumnya bagi siapa saja yang bebuat demikian karena tidak sesuai dengan
syari’at yakni selama mereka masih menegakkan shalat maka wajib untuk di ikuti.
Terkait hal tersebut MUI di dalam pengambilan nash atau
dalil Al-Qur’an atau Hadits pada dasarnya seringkali tidak memperhatikan dasar
atau alasan mengapa di tetapkannya Golput haram dan tentunya berakibat kepada
masyarakat yang kurang tau karena tingkat keilmuan mereka berbeda-beda. Tetapi
yang terjadi banyak keputusan MUI yang kurang tegas dan kurang memperhatikan
nash dan dalil Al-Qur’an yang tanpa keterangan dan penjelasan yang jelas salah
satu contoh terkait dengan TV yang menampilkan hal-hal yang tidak harus
ditonton atau juga atas permintaan partai politik dan masyarakat untuk
mengharamkan Golput.
Beranjak dari hal diatas boleh jadi penetapan MUI dari
hal tersebut. Akan tetapi yang kita tahu bahwa setiap masyarakat harus memilih
pemimpin untuk kepentingan bersama baik untuk rakyatnya atau suatu negara. Karena
pada dasarnya adalah memilih pemimpin merupakan suatu keperluan untuk
masyarakat dan bahkan negara. Di dalam hadits di riwayatkan Abi Sa’id Al-Khudri
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam berkata “Apabila berkumpul
tiga orang, maka salah seorang
dari mereka menjadi imamnya” dari hadits tersebut bisa dikatakan di dalam memilih pemimpin itu
sangat penting, apalagi untuk membangun suatu masyarkat dan sebuah negara yang
baik tanpa pemimpin. Yaitu pemimpin yang mengatur tata sosial masyarkat
denganbaik, pembangunan serta kemakmuran rakyatnya. Karena tidak mungkin bahwa
suatu negara bisa hidup aman, damai, tentram serta kesehjahteraan hidup. Tetapi
faktanya pada saat ini banyak calon pemimpin atau calon legislatif yang kurang
kompeten, sesuai dengan Agama atau tidak yakin bisa mengembangkan potensi
masyarkat atau mengatur negara dengan baik sehingga sulit untuk di pilih
melainkan jalan yang mereka tempuh adalah dengan tidak memilih atau disebut
dengan golongan putih.
Permasaalahan yang
terjadi pada sekarang ini di buktikan banyak yang tidak sesuai dengan hati
nurani, yang taat dengan agama dan terkadang menempatkan sesuatu pada tempatnya
artinya yang tidak punya kreteria seorang pemimpin menjadi pemimpin yang
dilakukan atas kecurangan tertentu mengakibatkan seseorang di angkat. Bahwa
jauh ketika Rasulullah menegaskan bahwa memilih pemimpin harus memiliki
kreteria yang baik salah satunya adalah pemimpin yang mencintai rakyat dan
sebaliknya rakyat juga mencintainya tentunya sangat sulit untuk di jumpai dengan
melihat kondisi saat ini banyak kecurangan-kecurangan di dalam memilih pemimpin
serta mencampur adukkan haram dan halal. Sehingga tidak heran jika suatu bangsa
itu hancur akibat pemimpin yang kurang baik atau menempatkan sesuatu bukan pada
tempatnya. Banyak calon-calon pemimpin yang keburukannya sudah nampak dan
banyak juga calon pemimpin memberikan janji-janji akan tetapi tidak di
laksanakan. Hal ini mungkin diantara orang-orang banyak untuk Golput dari pada
memilih pemimpin yang tidak layak untuk memimpin akan tetapi banyak alasan
seseorang untuk memilih Golput tiga di antaranya yang telah disebutkan diatas.[2]
Salah satu pemilu yang
terjadi di pulau jawa dari sekian puluhan juta orang tepapi yang memilih 7.5
juta dan 10 juta adalah Golput dengan ini dapat dikatakan tingkat golongan
putih sangat tinggi khususnya Indonesia. Kurangnya kepercayaan dan keyakinan
terhadap pemimpin mejadikan mereka lebih ikhlas untuk tidak memilih dari pada
memilih yang berakibat kepada suatu masyakat tersebut atau suatu negara. Dari
penjelasan di atas bisa dikatakan alasan MUI mengharamkan Golput.
Pengharaman Golput
menurut pemakalah bukan karena tidak memilih melainkan pengharaman Golput yang
di lakukan tidak berdasarkan aturan Agama seperti jika pemimpin masih
menunaikan shalat maka pemimpin seperti itu masih bisa untuk d ikuti dan tidak
untuk di musuhi atau di perangi. Jadi bisa dikatakan bahwa pengharaman Golput
tidak mutlak selagi pemimpin tersebut tetap mendirikan shalat. Golput yang
terjadi pada pemilu bukan karena pemimpin tersebut tidak melaksanakan kewajiban
shalat melainkan adanya kepentingan pribadi, kelompok atau partai yang di
pegang. Sehingga pengharaman Golput itu di lakukan menurut MUI.
Golput akan berpengaruh
besar kepada masyarakat lain, kelompok atau yang fanatik dengan suatu partai
akan ikut untuk tidak memilih jadi wajar saja pulau jawa dan sekitarnya yang
memenangkan pemilu adalah Golput.
Jadi seharusnya yang
dilakukan pada saat ini adalah tidak memilih Golput karena dengan tegas bahwa
selagi pemimpin masih taat kepada Allah Subhaanahu Wata’aala dan semua calon
pemimpin tidak mungkin semua jahat atau tidak melaksanakan perintah Allah maka
oleh itu sudah kewajiban untuk memilih calon pemimpin karena merupakan suatu keharusan
bagi semua rakyat. Firman Allah Subhaanahu Wata’aala.
öNßg»uZù=yèy_ur Zp£Jͬr& crßöku $tRÌøBr'Î/ !$uZøym÷rr&ur öNÎgøs9Î) @÷èÏù ÏNºuöyø9$# uQ$s%Î)ur Ío4qn=¢Á9$# uä!$tFÎ)ur Ío4q2¨9$# ( (#qçR%x.ur $oYs9 tûïÏÎ7»tã ÇÐÌÈ
Artinya : “Kami
telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk
dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan
kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada kamilah
mereka selalu menyembah, (QS. Al-an-biyaa’ : 73).
Ayat diatas
dengan tegas bahwa pemimpin yang masih bebuat kebaikan, mendirikan shalat dan
tetap masih dalam syari’at maka harus untuk di ikuti. Tentunya pemimpin yang di
ikuti berdasarkan Al-Qur’an maupun Al-Hadits.
Secara umum, bisa
dikatakan hadits di atas berkaitan dengan memilih pemimpin antara baik atau
tidak, karena baik pemimpin yang baik atau pun tidak maka tidak boleh untuk di
perangi atau di musuhi selama pemimpin tersebut masih menunaikan shalat.
2.
Implikasi Golput Dalam Proses Demokratisasi
Dalam tahapan
demokrasi elektoral atau demokrasi prosedural, golput adalah manifestasi
politik, dimana rakyat tidak berpartisipasi politik (menggunakan hak pilihnya)
secara sukarela dalam pemilihan umum sebagai pesta demokrasi.[3]
Secara
faktual fenomena Golput tidak hanya terjadi di negara demokrasi yang sedang
berkembang, di negara yang sudah maju dalam berdemokrasipun juga menghadapi
fenomena Golput, seperti di Amerika Serikat yang capaian angka partisipasi
politik pemilihnya berkisar antara 50% s/d 60%, begitu pula di Perancis dan
Belanda yang angka capaian partisipasi politik pemilihnya berkisar 86%.
Secara
kondisional faktor penyebab munculnya Golput di negara berkembang dan di negara
maju tentunya berbeda. Sebagaimana dikemukakan Varma “Di Negara berkembang
lebih disebabkan oleh kekecewaan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan hasil
Pemilu yang kurang amanah dan memandang nilai-nilai demokrasi belum mampu
mensejahterakan masyarakat. Kondisi ini jelas akan mempengaruhi proses
demokratisasi kehidupan berbangsa dan bernegara, karena terjadi paradoks
demokrasi atau terjadi kontraproduktif dalam proses demokratisasi”.
Karenanya
menghadapi fenomena Golput yang terjadi lebih disebabkan oleh faktor kekecewaan
publik terhadap kinerja partai politik dan pemerintah yang belum efektif, maka
menjadi pembelajaran bagi partai politik dan pemerintah untuk meningkatkan
kinerjanya sebagai mesin kerja demokrasi yang efektif dan memiliki komitmen
yang kuat, mewujudkan good public governance. Ketidakmampuan partai politik dan
pemerintah menampilkan kinerja tersebut, maka fenomena Golput akan mengkristal
menjadi faktor internal demokrasi yang potensial menimbulkan pembusukan
demokrasi atau pembusukan politik (political decay), sehingga akan berimplikasi
melumpuhkan demokrasi, dimana partai politik sebagai mesin pebangkit
partisipasi politik dalam demokrasi secara moral ikut bertanggungjawab.