Blue Wings - Working In Background

"Sambas"

Powered By Blogger

GOOGLE FEED BURNER

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

BERDIRI DI UJUNG NEGERI

PERBATASAN INDONESIA-MALAYSIA, TEMAJUK, SAMBAS.

TUGU GARUDA PERBATASAN

TEMAJUK, SAMBAS.

TANJUNG DATOE INDONESIA

INDAHNYA INDONESIA KU, TEMAJUK, SAMBAS.

PERBATASAN INDONESIA-MALAYSIA

BERDIRI DI BATAS NEGERI, TEMAJUK, SAMBAS.

TUGU KETUPAT BERDARAH

SAKSI BISU PERTUMPAHAN DARAH 1999, JAWAI, SAMBAS

Monday 21 November 2016

GOLPUT dalam Perspektif Hadis


    1.    Sejarah Perkembangan
Gol Put pertama kali diawali gerakan sebuah protes Mahasiswa yang pada saat itu di dukung oleh rezim militer Orde Baru. Yang menyebabkan banyak konflik antara Mahasiswa dengan partai politik. Pada tanggal 3 Juni 1971 di balai budaya Jakarta yang di ketuai oleh Arief Budiman mencetuskan untuk Golput atau di sebut Golongan Putih sebagai suatu penentangan Protes politik. Akan tetapi awal dari munculnya Gol Put di dasari sebagai sebuah gerakan Moral yang diktator. Artinya munculnya Gol Put didasari oleh sebuah Gerakan yang di dasari oleh tidak setujunya terhadap suatu Partai yang di anggap diktator terhadap yang lain.  
Menurut istilah Gol Put atau Golongan Putih adalah sebuah gerakan untuk menganjurkan tidak mencoblos suatu partai manapun yaitu bagian putih kertas agar suara tidak sah. Dan pupulernya lambang Gol Put berupa segilima yang kosong dan sebuah ajakan menolak memberikan suara.
Pada saat itu tahun 1971 pemilihan yang terjadi sangat ketat dan jarang yang berani Gol Put atau dengan sengaja untuk tidak memilih semua anggota diarahkan untuk menggunakan hak pilih sesuai dengan hati nurani. Awal dari gerakan yang menentang Orde Baru yang dilakukan Mahasiswa dan rakyat sehingga tumbuh dan berkembang lebih besar meskipun sebelumnya sudah dilakukan upaya untuk tidak melakukan Golput. Pada tahun tersebut penentangan rakyat semangkin besar yang di karenakan ketidak puasan mereka terhadap ORBA.
Berawal dari penjelasan diatas banyak akibat buruk yang ditmbulkan yaitu sejumlah penduduk atau wilayah untuk tidak memilih seperti protes Megawati terhadap dan pendukungnya atas pelengseran dari kursi PDI dan di NTT sebagian besar untuk tidak emilih banyak kertas suara yang rusak. Hal ini merupakan upaya untuk Golput akibat dari protes atau ketidak puasan terhadap ORBA yang selalu memaksakan kehendak untuk memilih partai Golkar.
Setelah kejadian Tahun 1971 merupakan gambaran yang harus di jadikan pelajaran dimana soeharto terpilih lagi yang akhirnya berujung pada Reformasi selama 16 tahun bagaikan keluar dari mulut harimau masuk ke mulut buaya darat akan tetapi Golput tetap semankin besar.
Namun jika dilihat dari aspek partisipasi politik dalam sejarah pesta demokrasi di Indonesia. Pemilu tahun 1999 merupakan awal dari penurunan tingkat partisipasi politik pemilih, atau mulai meningkatnya golongan putih , dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya dengan tingkat partisipasi politik pemilih tertinggi 96,6% pada Pemilu tahun 1971. jika dinilai dengan penyelenggaraan Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) sebagai bagian dari Pemilu yang telah berlangsung di beberapa daerah, terutama di wilayah Jawa sebagai konsentrasi mayoritas penduduk Indonesia juga menunjukkan potensi Golput yang besar antara 32% sampai 41,5%.

2.    Pengertian Golongan Putih
Golongan Putih atau sering disebut Golput yaitu merupakan awal dari sebuah gerakan moral yang bertujuan untuk melawan rezim Orde Baru. Golongan Putih ini muncul pertama kali di Indonesia yang diketuai oleh Arief Budiman pada tahun 1971 yakni sebelum pemilu diadakan. Arief Budiman beserta rekannya dan di ikuti sejumlah Mahasiswa dengan keras menentang Orde baru yang bertujuan untuk memilih Golkar sehingga mengakibatkan konflik yang berkepanjangan.
Jadi dari sejarah tersebut maka dapat dipahami bahwa munculnya Golongan Putih itu merupakan sebuah gerakan menentang Orde Baru yang dimana bertujuan untuk memilih Golkar. Sehingga dapat dikatakan bahwa Gol Put adalah untuk memilih diri sendiri bukan dari warga Negara yang berdasarkan Islam. Golongan ini juga muncul karena ketidak puasan dengan pemerintah yang selalu diktator yagn mementingkan diri sendiri atau pun partainya.
Berdasarkan sejarah diatas tentunya sangat berseberangan dengan aturan Islam yang konsep dasarnya adalah taati lah Allah, Rasul dan Pemimpin diantara kalian selama mereka menegakkan Shalat, beriman serta bertakwa kepada Allah maka harus untuk di ikuti dan jika pemimpin tersebut menyimpang dari Syari’at boleh untuk tidak di ikuti. Fakta yang terjadi sampai saat sekarang banyak orang untuk Golput yang hanya mengkedepankan emosional, tidak puas dan bahkan benci terhadap sesama yang berakibat timbul dalam diri pemberontakan untuk tidak memilih dalam Islam sangat dilarang dan bahkan haram.
Adapun dasar Al-Qur’an dan Hadits  yang terkait tentang Gol Put yaitu sebagai beikut;
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَمَنْ أَطَاعَ الْإِمَامَ فَقَدْ أَطَاعَنِي وَمَنْ عَصَى الْإِمَامَ فَقَدْ عَصَانِ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Ali bin Muhammad, keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Waki'; telah menceritakan kepada kami Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barang siapa yang mentaatiku berarti ia taat kepada Allah, dan siapa yang membangkang kepadaku maka ia telah membangkang pada Allah. Dan barang siapa yang mentaati pemimpin maka ia telah mentaatiku dan siap yang membangkang kepada pemimpin maka ia telah membangkang kepadaku." (IBNUMAJAH - 2850) :
وحَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَخْبَرَهُ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَمَنْ أَطَاعَ أَمِيرِي فَقَدْ أَطَاعَنِي وَمَنْ عَصَى أَمِيرِي فَقَدْ عَصَانِي
Artinya :  Dan telah menceritakan kepadaku Harmalah bin Yahya telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb telah mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab telah mengabarkan kepadanya, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Salamah bin Abdurrahman dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda: "Barangsiapa mentaatiku sungguh dia telah mentaati Allah, barangsiapa bermaksiat kepadaku maka dia telah bermaksiat kepada Allah. Dan barangsiapa mentaati pemimpinku sungguh dia telah mentaatiku, barangsiapa bermaksiat kepada pemimpinku maka dia telah bermaksiat kepadaku." (MUSLIM - 3418).
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْحَنْظَلِىُّ أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا الأَوْزَاعِىُّ عَنْ يَزِيدَ بْنِ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ عَنْ رُزَيْقِ بْنِ حَيَّانَ عَنْ مُسْلِمِ بْنِ قَرَظَةَ عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم- قَالَ: خِيَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ. قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلاَ نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ فَقَالَ: لاَ مَا أَقَامُوا فِيكُمُ الصَّلاَةَ وَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْ وُلاَتِكُمْ شَيْئًا تَكْرَهُونَهُ فَاكْرَهُوا عَمَلَهُ وَلاَ تَنْزِعُوا يَدًا مِنْ طَاعَةٍ.

Artinya : Rasulullah SAW bersabda: “(Pilihlah) pemimpin yang terbaik bagimu, yaitu pemimpin yang kamu cintai dan mereka mencintaimu; mereka mendo’akanmu dan kamu juga mendo’akan mereka. Sedangkan sejelek-jelek pemimpin bagimu adalah pemimpin yang kamu benci dan mereka membencimu, yang kamu laknat dan mereka melaknatmu. Para sahabat bertanya: wahai Rasulullah, bolehkah kami memerangi mereka dengan pedang? Beliau menjawab, Tidak, selama mereka mendirikan shalat. Dan jika kamu melihat dari pemimpinmu sesuatu yang tidak kamu sukai, maka bencilah perbuatannya (saja); dan janganlah kamu keluar dari ketaatan kepadanya”.
Hadit diatas dengan tegas perintah untuk mentaati pemimpin selama beriman dan bertakwa serta tidak bermaksiat kepada Allah Subhaanahu wata’aala. Mengingkari perintah Rasul berarti mengingkari perintah Allah dan sebaliknya menentang perintah Allah sama dengan mentang Rasulnya. Sedangkan kualitas hadits tersebut sebagaimana yang diketahui bahwa baik sanad hadits tersebut maka hadits tersebut bisa menjadi shahih dan baik untuk digunakan. Berdasarkan hadits dari Ibnu Majah no 2850 dalam Kitab 9 Imam diketahui jalur sanadnya yaitu  Abdurrahman bin Shakhr, Dzakawan, Sulaiman bin Mirhan, Waki’ bin Al Jarrah bin Malih, Abdullah bin Muhammad bin Abi Shaibah Ibrahim bin Utsman.[1]
Menurut Imam Ahmad Ibn Hambal menilainya Syaduq dan Hatim menilai nya Tsiqah.
Sedangkan dari segi matan jika di lihat dari sanadnya bisa di golongkan hadits shahih karena tidak ada cacat atau komentar dari para ulama bahwa hadits tersebut buruk atau cacat (‘illat). Banyak sekali hubungan hadits diatas salah satu contoh terkait dengan perintah shalat dimana hadits yang menggambarkan perbedaan  orang muslim adalah meninggalkan shalat, perintah shalat  tidak dikerjakan pelakunya disebut orang yang musrik sama hal nya dengan tidak mendengarkan dan mengikuti pemimpin dan bisa dikatakan bahwa hadits diatas tersebut sangat Relevan untuk saai ini. Hadits tersebut berhubungan sekali ketika Rasulullah memerangai pemimpin yang dzaalim akan tetapi tetap mengerjakan shalat.
Di sisi lain juga terkait hadits di atas bahwa ketaatan terhadap pemimpin itu wajib dan bahkan haram hukumnya karena kita tahu bahwa prinsipnya adalah mentaati pemimpin selama pemimpin tersebut taat kepada Allah dan pemimpin yang berbuat maksiat, durhaka kepada Allah dan tidak adil maka wajig juga untuk tidak di ikuti.
Dengan ini bisa dikatakan bahwa perintah taat terhadap pemimpin yang terdapat di dalam hadits tersebut khususnya terkait dengan matan sangat baik dan relevan serta tidak ada kejanggalan dari segi matannya sehingga hadits tersebut bisa dikategorikan hadits yang shahih.


3.    Keterkaitan Hadits dengan Pendapat Ulama
Hadits diatas banyak sekali persamaan tema terhadap hadits yang lain. Melihat latar belakang hadits tersebut bahwa ada pertanyaan para sahabat dengan Rasulullah yang terkait dengan pemimpin, hak pemimpin serta kewajiban yang harus di penuhi terhadap pemimpin.
Rasulullah juga mengajarkan kepada umatnya untuk memilih pemimpin yakni pemimpin yang adil, menyayangi rakyat, bertanggung jawab sehingga rakyatnya juga sayang dan inilah pemimpin yang harus di percaya dan di ikuti bersama. Bukan pemimpin yang banyak menebar kebencian dan menebar janji terhadap rakyatnya serta dapat mengakibatkan kesenjangan antara rakyat dengan pemimpin.
Jika dihubungkan pada saat ini yang terkait masaalah pemimpin jauh berbeda, dimana pada saat Rasulullah masih hidup pengangkatan pemimpin beliau menunjuk lansung atau musyawarah jadi pemimpin yang diangkat betul-betul orang yang sesuai dan cocok tetapi setelah generasi khalifah dan masuknya pada masa dinasti Umayyah pengangkatan pemimpin tidak lagi di tunjuk atau musyawarah melainkan sistem kekeluargaan. Sampailah saat ini pemilihan pemipin dengan suara terbanyak dari rakya atau di sebut dengan pemilu.
Terkait hal diatas pemilihan umum yang di lakukan pada saat ini jauh bertentangan dengan aturan Agama Golput di lakukan akibat protes dan ketidak puasan terhadap ORBA bukan melihat kewajiban yang di laksanakannya. Menurut MUI bahwa Golput di larang dan di hukumi haram karena tidak sesuai dengan hadits di atas.
4.    Hubungan hadits dengan konteks sekarang
Hubungan hadits atau konteks sekarang dengan Golput berbagai macam pandangan yang terkait dengan Golput. Menurut pakar hadits dapat di bagi tiga yaitu;
a.    Golput Administratif
Golongan ini adalah orang yang tidak memilih karena alasan Administratif maksudnya adalah ia orang secara berhak memilih tetapi tidak terdaftar sebagai pemilih.
b.    Golput Teknis dan
Adalah orang yang tidak memilih karena alasan teknis maksudnya adalah orang yang berhalangan untuk tidak memilih seperti sakit, udzur, atau ganguan dari alam.
c.    Golput ideologis
Golongan ini adalah orang yang tidak memilih karena ideologi maksudnya karena tidak yakin dengan calon pemimpin, rasa benci, perbedaan pendapat yang akhirnya timbul untuk tidak memilih serta kepentingan pribadi yang di anggap di rugikan atau disebut masa bodoh dan tidak percaya dengan sistem pemerintah yang disebut dengan pemilu.
Jadi di lihat dari ketiga faktor-faktor tersebut dapat disimpulkan yang terjadi pada saat ini adalah point no tiga yang banyak terjadi dan bahkan sebagaian besar untuk tidak memilih atau Golput. Menuru MUI haram hukumnya bagi siapa saja yang bebuat demikian karena tidak sesuai dengan syari’at yakni selama mereka masih menegakkan shalat maka wajib untuk di ikuti.
Terkait hal tersebut MUI di dalam pengambilan nash atau dalil Al-Qur’an atau Hadits pada dasarnya seringkali tidak memperhatikan dasar atau alasan mengapa di tetapkannya Golput haram dan tentunya berakibat kepada masyarakat yang kurang tau karena tingkat keilmuan mereka berbeda-beda. Tetapi yang terjadi banyak keputusan MUI yang kurang tegas dan kurang memperhatikan nash dan dalil Al-Qur’an yang tanpa keterangan dan penjelasan yang jelas salah satu contoh terkait dengan TV yang menampilkan hal-hal yang tidak harus ditonton atau juga atas permintaan partai politik dan masyarakat untuk mengharamkan Golput.
Beranjak dari hal diatas boleh jadi penetapan MUI dari hal tersebut. Akan tetapi yang kita tahu bahwa setiap masyarakat harus memilih pemimpin untuk kepentingan bersama baik untuk rakyatnya atau suatu negara. Karena pada dasarnya adalah memilih pemimpin merupakan suatu keperluan untuk masyarakat dan bahkan negara. Di dalam hadits di riwayatkan Abi Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam berkata “Apabila berkumpul tiga orang, maka salah seorang dari mereka menjadi imamnya” dari hadits tersebut bisa dikatakan di dalam memilih pemimpin itu sangat penting, apalagi untuk membangun suatu masyarkat dan sebuah negara yang baik tanpa pemimpin. Yaitu pemimpin yang mengatur tata sosial masyarkat denganbaik, pembangunan serta kemakmuran rakyatnya. Karena tidak mungkin bahwa suatu negara bisa hidup aman, damai, tentram serta kesehjahteraan hidup. Tetapi faktanya pada saat ini banyak calon pemimpin atau calon legislatif yang kurang kompeten, sesuai dengan Agama atau tidak yakin bisa mengembangkan potensi masyarkat atau mengatur negara dengan baik sehingga sulit untuk di pilih melainkan jalan yang mereka tempuh adalah dengan tidak memilih atau disebut dengan golongan putih.
Permasaalahan yang terjadi pada sekarang ini di buktikan banyak yang tidak sesuai dengan hati nurani, yang taat dengan agama dan terkadang menempatkan sesuatu pada tempatnya artinya yang tidak punya kreteria seorang pemimpin menjadi pemimpin yang dilakukan atas kecurangan tertentu mengakibatkan seseorang di angkat. Bahwa jauh ketika Rasulullah menegaskan bahwa memilih pemimpin harus memiliki kreteria yang baik salah satunya adalah pemimpin yang mencintai rakyat dan sebaliknya rakyat juga mencintainya tentunya sangat sulit untuk di jumpai dengan melihat kondisi saat ini banyak kecurangan-kecurangan di dalam memilih pemimpin serta mencampur adukkan haram dan halal. Sehingga tidak heran jika suatu bangsa itu hancur akibat pemimpin yang kurang baik atau menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya. Banyak calon-calon pemimpin yang keburukannya sudah nampak dan banyak juga calon pemimpin memberikan janji-janji akan tetapi tidak di laksanakan. Hal ini mungkin diantara orang-orang banyak untuk Golput dari pada memilih pemimpin yang tidak layak untuk memimpin akan tetapi banyak alasan seseorang untuk memilih Golput tiga di antaranya yang telah disebutkan diatas.[2]
Salah satu pemilu yang terjadi di pulau jawa dari sekian puluhan juta orang tepapi yang memilih 7.5 juta dan 10 juta adalah Golput dengan ini dapat dikatakan tingkat golongan putih sangat tinggi khususnya Indonesia. Kurangnya kepercayaan dan keyakinan terhadap pemimpin mejadikan mereka lebih ikhlas untuk tidak memilih dari pada memilih yang berakibat kepada suatu masyakat tersebut atau suatu negara. Dari penjelasan di atas bisa dikatakan alasan MUI mengharamkan Golput.
Pengharaman Golput menurut pemakalah bukan karena tidak memilih melainkan pengharaman Golput yang di lakukan tidak berdasarkan aturan Agama seperti jika pemimpin masih menunaikan shalat maka pemimpin seperti itu masih bisa untuk d ikuti dan tidak untuk di musuhi atau di perangi. Jadi bisa dikatakan bahwa pengharaman Golput tidak mutlak selagi pemimpin tersebut tetap mendirikan shalat. Golput yang terjadi pada pemilu bukan karena pemimpin tersebut tidak melaksanakan kewajiban shalat melainkan adanya kepentingan pribadi, kelompok atau partai yang di pegang. Sehingga pengharaman Golput itu di lakukan menurut MUI.
Golput akan berpengaruh besar kepada masyarakat lain, kelompok atau yang fanatik dengan suatu partai akan ikut untuk tidak memilih jadi wajar saja pulau jawa dan sekitarnya yang memenangkan pemilu adalah Golput.
Jadi seharusnya yang dilakukan pada saat ini adalah tidak memilih Golput karena dengan tegas bahwa selagi pemimpin masih taat kepada Allah Subhaanahu Wata’aala dan semua calon pemimpin tidak mungkin semua jahat atau tidak melaksanakan perintah Allah maka oleh itu sudah kewajiban untuk memilih calon pemimpin karena merupakan suatu keharusan bagi semua rakyat. Firman Allah Subhaanahu Wata’aala.
öNßg»uZù=yèy_ur Zp£Jͬr& šcrßöku $tR̍øBr'Î/ !$uZøŠym÷rr&ur öNÎgøs9Î) Ÿ@÷èÏù ÏNºuŽöyø9$# uQ$s%Î)ur Ío4qn=¢Á9$# uä!$tFƒÎ)ur Ío4qŸ2¨9$# ( (#qçR%x.ur $oYs9 tûïÏÎ7»tã ÇÐÌÈ  

Artinya : “Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada kamilah mereka selalu menyembah, (QS. Al-an-biyaa’ : 73).
Ayat diatas dengan tegas bahwa pemimpin yang masih bebuat kebaikan, mendirikan shalat dan tetap masih dalam syari’at maka harus untuk di ikuti. Tentunya pemimpin yang di ikuti berdasarkan Al-Qur’an maupun Al-Hadits.
Secara umum, bisa dikatakan hadits di atas berkaitan dengan memilih pemimpin antara baik atau tidak, karena baik pemimpin yang baik atau pun tidak maka tidak boleh untuk di perangi atau di musuhi selama pemimpin tersebut masih menunaikan shalat.
2.    Implikasi Golput Dalam Proses Demokratisasi
Dalam tahapan demokrasi elektoral atau demokrasi prosedural, golput adalah manifestasi politik, dimana rakyat tidak berpartisipasi politik (menggunakan hak pilihnya) secara sukarela dalam pemilihan umum sebagai pesta demokrasi.[3]
Secara faktual fenomena Golput tidak hanya terjadi di negara demokrasi yang sedang berkembang, di negara yang sudah maju dalam berdemokrasipun juga menghadapi fenomena Golput, seperti di Amerika Serikat yang capaian angka partisipasi politik pemilihnya berkisar antara 50% s/d 60%, begitu pula di Perancis dan Belanda yang angka capaian partisipasi politik pemilihnya berkisar 86%.
Secara kondisional faktor penyebab munculnya Golput di negara berkembang dan di negara maju tentunya berbeda. Sebagaimana dikemukakan Varma “Di Negara berkembang lebih disebabkan oleh kekecewaan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan hasil Pemilu yang kurang amanah dan memandang nilai-nilai demokrasi belum mampu mensejahterakan masyarakat. Kondisi ini jelas akan mempengaruhi proses demokratisasi kehidupan berbangsa dan bernegara, karena terjadi paradoks demokrasi atau terjadi kontraproduktif dalam proses demokratisasi”.
Karenanya menghadapi fenomena Golput yang terjadi lebih disebabkan oleh faktor kekecewaan publik terhadap kinerja partai politik dan pemerintah yang belum efektif, maka menjadi pembelajaran bagi partai politik dan pemerintah untuk meningkatkan kinerjanya sebagai mesin kerja demokrasi yang efektif dan memiliki komitmen yang kuat, mewujudkan good public governance. Ketidakmampuan partai politik dan pemerintah menampilkan kinerja tersebut, maka fenomena Golput akan mengkristal menjadi faktor internal demokrasi yang potensial menimbulkan pembusukan demokrasi atau pembusukan politik (political decay), sehingga akan berimplikasi melumpuhkan demokrasi, dimana partai politik sebagai mesin pebangkit partisipasi politik dalam demokrasi secara moral ikut bertanggungjawab.



[1] Mujani, Saiful, (2004), “Opini: Mitos Golput”, Kompas Online.
[2] Abdurrahman, Asjmuni, Pengembangan Pemikiran terhadap Hadits, Yogyakarta: LPPI Univ. Muhammadiyah, 1996.
[3] Budiardjo, M. (1996). Demokrasi di Indonesia: Demokrasi parlementer dan demokrasi Pancasila. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.