Blue Wings - Working In Background

"Sambas"

Powered By Blogger

GOOGLE FEED BURNER

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Sunday, 20 November 2016

KESEHATAN MENTAL DALAM LINGKUNGAN KELUARGA



Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan kepribadian anak. Peranan orang tua yang penuh kasih sayang, dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya  yang diberikannya merupakan faktor pendukung untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat.
Keluarga merupakan aset yang sangat penting, individu tidak bisa hidup sendirian, tanpa ada ikatan-ikatan dengan keluarga. Begitu menurut fitrahnya, menurut budayanya, dan begitulah perintah Allah Swt. Keluarga memberikan pengaruh yang besar terhadap seluruh anggotanya, sebab selalu terjadi interaksi yang paling bermakna, paling berkenan dengan nilai yang sangat mendasar dan sangat intim. [1]
Keluarga yang bahagia merupakan suatu hal yang sangat penting bagi perkembangan emosi para anggotanya (terutama anak). Kebahagiaan itu diperoleh, apabila keluarga dapat memerankan fungsinya secara baik. Fungsi dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih sayang; dan mengembangkan hubungan yang baik di antara anggota keluarga. Hubungan cinta kasih dalam keluarga tidak sebatas perasaan, akan tetapi juga menyangkut pemeliharaan, rasa tanggung jawab, perhatian, pemahaman, respek, dan keinginan untuk menumbuhkembangkan anak yang dicintainya. 
Keluarga yang hubungan antar anggotanya tidak harmonis, penuh konflik, atau gap communication, dapat mengembangkan masalah-masalah kesehatan mental (mental illness) bagi anak. Masalah-masalah penyakit tersebut bias berkurang jika keluarga anak tersebut memahami dan memberikan dukungan serta orangtua bekerjasama dalam perawatan anak.[2]
Menciptakan keluarga sebagai lingkungan yang kondusif bagi perkembangan mental yang sehat, suasana sosiopsikologis keluarga yang bahagia, khususnya perkembangan karakteristik pribadi anak yang shaleh,  agama Islam telah memberikan petunjuk atau rambu-rambu, yang diantaranya adalah  sebagai berikut.
1.      Bangunlah keluarga itu dengan melalui pernikahan yang syah berdasarkan syariat atau ketentuan agama.
2.      Pernikahan itu hendaknya didasarkan kepada niat beribadah kepada Allah, karena menikah adalah sunnah Rasulullaah SAW (Annikaahu sunnatii famanlamyargobu ‘an sunnatii palaisa minnii = nikah adalah sunnahku, barangsiapa yang membenci nikah berarti dia bukan ummatku ). Dengan demikian suami dan istri, atau orang tua dan anak  adalah mitra dalam beribadah kepada Allah.
3.      Pada saat berhubungan suami-istri (jima’ atau bersenggama), berdo’alah kepada Allah agar diberi anak yang terhindar dari godaan syetan. Do’a yang diajarkan Rasulullaah adalah Bismillaahirrahmaanirrahiim, Allahumma jannibnasysyaithona, wajannibisysyaithona minmaa rozaqtanaa (dengan nama Allah, ya Allah jauhkan kami dari syetan, dan jauhkanlah syetan dari rizqi/anak yang engkau berikan kepada kami).  
4.      Perbanyaklah doa’ Robbanaa hablanaa min azwaajinaa wa dzurriyyatinaa qurrota ‘ayun waj’alnaa lilmuttaqiina imaamaa (Ya Allah Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami dari pasangan-pasangan kami (suami/istri) dan keturunan kami yang membahagiakan mata hati kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa). Do’a lain yang sebaiknya didawamkan dalam rangka memohon anak yang shaleh adalah Rabbii wablii minashshaalihiin  (Ya Tuhanku anugrahkanlah kepadaku anak-anak yang shaleh).
5.      Pada saat istri mengandung, hendaknya melakukan beberapa amalanl ibadah : (a) membaca Al-Qur’an (selama sembilan bulan mengandung, bacalah Al-Qur’an dari mulai surat Alfatihah s.d. surat Annaas, jangan hanya membaca surat-surat tertentu saja); (b) melaksanakan shalat tahajjud, dan memperbanyak do’a setelahnya; (c) memperbanyak shadaqah atau infaq; dan (d) memperbanyak dzikir kepada Allah, atau membaca kalimatuttoyyibah, seperti : tasbih (subhaanallaah), tahmid (alhamdulillaah), takbir (Allaahu akbar), dan tahlil (laa ilaaha illallaah). Yang melakukan ‘amalan ini bukan hanya istri, tetapi juga suami.
6.      Menciptakan pola pergaulan yang ma’ruf (baik atau harmonis) antara suami - sitri, atau orang tua - anak.
7.      Pada saat anak lahir, ucapkanlah kalimah toyyibah (minimal membaca tahmid); ada juga yang menyarankan untuk mengumandangkan (dengan suara yang lembut) adzan pada telinga kanan anak dan qomat pada telinga kirinya.
8.      Pada saat anak sudah berusia tujuh hari, lakukan aqiqah bagi anak, yaitu menyembelih kambing/domba jantan (bagi anak laki-laki dua ekor, dan bagi anak perempuan satu ekor), mencukur rambut anak (rambut ini ditimbang seperti menimbang emas, hasilnya dihargai dengan harga emas,  kemudian uangnya dibagikan kepada fakir miskin atau yatim piatu); dan memberi nama yang baik kepada anak. Pada acara ini undanglah keluarga, kerabat, atau tetangga dekat untuk bersama-sama mensyukuri ni’mat dari Allah.
9.      Pada saat anak sudah masuk usia taman kanak-kanak, didiklah mereka (melalui pengajaran, ketauladanan, dan pembiasaan) tentang berbagai aspek kehidupan yang penting bagi perkembangan kepribadiannya yang mantap, seperti (a) mengajar rukun iman dan rukun islam, mengajar dan membiasakan ibadah shalat, memberikan contoh dalam membayar zakat atau infaq, mengajar membaca Al-Quran, dan do’a-do’a; (b) melatih dan memberi contoh tentang cara merawat kebersihan dan kesehatan diri dan lingkungan : mandi, gosok gigi, makan dan minum yang teratur, membuang sampah pada tempatnya, memelihara kebersihan dan kerapihan rumah; (c) memberi contoh tentang bertutur kata yang sopan (sesuai dengan bahasa ibunya); dan (d) mengajar dan memberi contoh tentang tata krama (etika) bergaul  dengan orang lain.




[1] Jalaluddin Rahmat & Muhtar, Keluarga Muslim dalam Masyarakat Modern, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 1994), h. 49
[2] Teifion Davies dan TKJ Craig, ABC Kesehatan Mental, Penerjemah: Alifa Dimanti, (Jakarta: EGC, 2009). h. 156

0 comments: