Keluarga
memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan kepribadian
anak. Peranan orang tua yang penuh kasih sayang, dan pendidikan tentang
nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikannya
merupakan faktor pendukung untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota
masyarakat yang sehat.
Keluarga
merupakan aset yang sangat penting, individu tidak bisa hidup sendirian, tanpa
ada ikatan-ikatan dengan keluarga. Begitu menurut fitrahnya, menurut budayanya,
dan begitulah perintah Allah Swt. Keluarga memberikan pengaruh yang besar
terhadap seluruh anggotanya, sebab selalu terjadi interaksi yang paling
bermakna, paling berkenan dengan nilai yang sangat mendasar dan sangat intim. [1]
Keluarga yang
bahagia merupakan suatu hal yang sangat penting bagi perkembangan emosi para
anggotanya (terutama anak). Kebahagiaan itu diperoleh, apabila keluarga dapat
memerankan fungsinya secara baik. Fungsi dasar keluarga adalah memberikan rasa
memiliki, rasa aman, kasih sayang; dan mengembangkan hubungan yang baik di
antara anggota keluarga. Hubungan cinta kasih dalam keluarga tidak sebatas
perasaan, akan tetapi juga menyangkut pemeliharaan, rasa tanggung jawab,
perhatian, pemahaman, respek, dan keinginan untuk menumbuhkembangkan anak yang
dicintainya.
Keluarga yang
hubungan antar anggotanya tidak harmonis, penuh konflik, atau gap
communication, dapat mengembangkan masalah-masalah kesehatan mental (mental
illness) bagi anak. Masalah-masalah penyakit tersebut bias berkurang
jika keluarga anak tersebut memahami dan memberikan dukungan serta orangtua
bekerjasama dalam perawatan anak.[2]
Menciptakan
keluarga sebagai lingkungan yang kondusif bagi perkembangan mental yang sehat,
suasana sosiopsikologis keluarga yang bahagia, khususnya perkembangan
karakteristik pribadi anak yang shaleh, agama Islam telah memberikan
petunjuk atau rambu-rambu, yang diantaranya adalah sebagai berikut.
1.
Bangunlah keluarga itu dengan
melalui pernikahan yang syah berdasarkan syariat atau ketentuan agama.
2.
Pernikahan itu hendaknya
didasarkan kepada niat beribadah kepada Allah, karena menikah adalah sunnah
Rasulullaah SAW (Annikaahu sunnatii famanlamyargobu ‘an sunnatii palaisa
minnii = nikah adalah sunnahku, barangsiapa yang membenci nikah berarti dia
bukan ummatku ). Dengan demikian suami dan istri, atau orang tua dan anak
adalah mitra dalam beribadah kepada Allah.
3.
Pada saat berhubungan suami-istri
(jima’ atau bersenggama), berdo’alah kepada Allah agar diberi anak yang
terhindar dari godaan syetan. Do’a yang diajarkan Rasulullaah adalah Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Allahumma jannibnasysyaithona, wajannibisysyaithona minmaa rozaqtanaa
(dengan nama Allah, ya Allah jauhkan kami dari syetan, dan jauhkanlah syetan
dari rizqi/anak yang engkau berikan kepada kami).
4.
Perbanyaklah doa’ Robbanaa
hablanaa min azwaajinaa wa dzurriyyatinaa qurrota ‘ayun waj’alnaa lilmuttaqiina
imaamaa (Ya Allah Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami dari pasangan-pasangan
kami (suami/istri) dan keturunan kami yang membahagiakan mata hati kami, dan
jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa). Do’a lain yang sebaiknya
didawamkan dalam rangka memohon anak yang shaleh adalah Rabbii wablii
minashshaalihiin (Ya Tuhanku anugrahkanlah kepadaku anak-anak yang
shaleh).
5.
Pada saat istri mengandung,
hendaknya melakukan beberapa amalanl ibadah : (a) membaca Al-Qur’an (selama
sembilan bulan mengandung, bacalah Al-Qur’an dari mulai surat Alfatihah s.d.
surat Annaas, jangan hanya membaca surat-surat tertentu saja); (b) melaksanakan
shalat tahajjud, dan memperbanyak do’a setelahnya; (c) memperbanyak shadaqah
atau infaq; dan (d) memperbanyak dzikir kepada Allah, atau membaca kalimatuttoyyibah,
seperti : tasbih (subhaanallaah), tahmid (alhamdulillaah), takbir (Allaahu
akbar), dan tahlil (laa ilaaha illallaah). Yang melakukan ‘amalan
ini bukan hanya istri, tetapi juga suami.
6.
Menciptakan pola pergaulan yang
ma’ruf (baik atau harmonis) antara suami - sitri, atau orang tua - anak.
7.
Pada saat anak lahir, ucapkanlah
kalimah toyyibah (minimal membaca tahmid); ada juga yang menyarankan untuk
mengumandangkan (dengan suara yang lembut) adzan pada telinga kanan anak dan
qomat pada telinga kirinya.
8.
Pada saat anak sudah berusia tujuh
hari, lakukan aqiqah bagi anak, yaitu menyembelih kambing/domba
jantan (bagi anak laki-laki dua ekor, dan bagi anak perempuan satu ekor),
mencukur rambut anak (rambut ini ditimbang seperti menimbang emas, hasilnya
dihargai dengan harga emas, kemudian uangnya dibagikan kepada fakir
miskin atau yatim piatu); dan memberi nama yang baik kepada anak. Pada acara
ini undanglah keluarga, kerabat, atau tetangga dekat untuk bersama-sama
mensyukuri ni’mat dari Allah.
9.
Pada saat anak sudah masuk usia
taman kanak-kanak, didiklah mereka (melalui pengajaran, ketauladanan, dan
pembiasaan) tentang berbagai aspek kehidupan yang penting bagi perkembangan
kepribadiannya yang mantap, seperti (a) mengajar rukun iman dan rukun islam,
mengajar dan membiasakan ibadah shalat, memberikan contoh dalam membayar zakat
atau infaq, mengajar membaca Al-Quran, dan do’a-do’a; (b) melatih dan memberi
contoh tentang cara merawat kebersihan dan kesehatan diri dan lingkungan :
mandi, gosok gigi, makan dan minum yang teratur, membuang sampah pada
tempatnya, memelihara kebersihan dan kerapihan rumah; (c) memberi contoh
tentang bertutur kata yang sopan (sesuai dengan bahasa ibunya); dan (d)
mengajar dan memberi contoh tentang tata krama (etika) bergaul dengan
orang lain.
0 comments:
Post a Comment