Blue Wings - Working In Background

"Sambas"

Powered By Blogger

GOOGLE FEED BURNER

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Friday, 18 November 2016

AGAMA DAN KESEHATAN MENTAL


1.      Manusia dan Agama
Manusia adalah mahluk yang serba unik, dengan keunikannya mejadi kan manusia sebagai mahluk yang rumit dan misterius,[1] artinya dari ungkapan ini bahwa manusia adalah mahkluk yang memiliki kriteria-kriteria serta sifat-sifat yang berbeda dari yang lainnya. Manusia itu mahluk ang rumit dan misterius karena akal, pikiran dan apa yang sedang dipikirkan nya tidak bisa untuk di tebak oleh manusia lainnya.
“ Sebenarnya manusia telah mencurahkan perhatian dan usaha yang sangat besar untuk mengetahui dirinya, meskipun kita memiliki perbendarahaan yang cukup banyak dari hasil penelitian para ilmuan, filsuf, sastrawan dan ahli kerohanian sepanjang masa ini. Tetapi kita hanya mampu mengetahui beberapa segi tertentu dari diri kita.
Kita tidak mengetahui manusia secara utuh. Yang kita ketahui hanyalah bahwa manusia terdiri dari bagian-bagian tertentu, dan ini pun hakikatnya di bagi lagi menurut tata cara kita sendiri. Pada hakikatnya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mereka yang mempelajari manusia kepada diri mereka hingga kini masih tanpa jawaban”.[2]
Ungkapan ini bermaksud  bahwa kita sebagai manusia tidak bisa untuk mengetahui diri sendiri sepenuhnya, kita hanya dapat mengetahui diri sendiri pada bagian-bagian yang tertentu saja karena yang mengetahui semuanya adalah yang menciptakan kita. Jadi pertanyaan-pertanyaan tentang diri sendiri tidak bisa di jelaskan sampai sekarang dan bahkan kapanpun.
Kajian mengenai manusia memang belum tuntas. Dan mungkin tidak akan tuntas, tetapi dari khazanah kajian dimaksud setidaknya terungkapkan bahwa manusia adalah mahluk multidimensi.
Berangkat dari konsep fitrah, hubungan manusia dengan agama berdasarkan adanya kerinduan dalam diri manusia. Ia membagi kerinduan menjadi kerinduan jasmani dan kerinduan rohani.
Manusia secara etik, menjunjung tinggi kebaikan, kemuliaan, altruism, ataupun pengorbanan, dan menganggapnya sebagai nilai-nilai luhur. Kerinduan ini menjadikan manusia untuk mencari dan menemukan nilai-nilai luhur hakiki. Artinya kerinduan seperti ini lah yang dibutuhkan, kerinduan ini bisa diartikan sebagai sebuah ibadah seseoarang kepada yang maha kuasa, kerinduan ini sangat sulit untuk didapatkan karena ia berkaitan dengan ibadah. Kebanyakan manusia sangat sulit untuk melakukan ibadah-ibadah, meskipun tidak lah sesulit yang dikiranya.
Hubungan agama merupakan hubungan yang bersifat  kodrati. Agama itu sendiri menyatu dalam fitrah penciptaan manusia. Pendapat yang sudah ektrem tentang masalah itu pun masih menunjukkan betapa agama sudah dinilai sebagai bagian dari kehidupan manusia yang erat keterkaitannya dengan gejala psikologis. Jadi agama dalam kondisi diatas sangat terkait dengan manusia serta psikologis setiap manusia dan manusia tidak bisa lepas darinya.
Agama merupakan suatu bentuk rasa takut kepada Tuhan, dan secara psikologis agama adalah ilusi manusia atau bisa disebut sebagai khayalan manusia. Manusia lari kepada agama karena ketidakmampuannya dalm menghadapi becana atau suatu masalah. Segala bentuk prilaku keagamaan merupakan ciptaan manusia yang timbul supaya dirinya terhindar dari bahaya dan dapat memberikan rasa aman. Untuk keperluan itu manusia menciptakan Tuhan dalam pikirannya.
Agama sudah memang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Ketidak setujuannya manusia terhadap agama mungkin disebabkan oleh faktor-faktor tertentu baik oleh kepribadian maupun lingkungan manusia. Namun, untuk menutupi dan membuang rasa keagamaan sangat lah sulit dilakukannya. Manusia mempunyai unsure batin yang lebih untuk tunduk kepada dzat yang ghaib. Ketundukan ini adalah bagian dari faktor intern manusia yang dalam psikologi kpribadiaan disebut hati nurani atau pribadi seseoarang.
Agama sebagai fitrah manusia telah diinformasikan dalam al-qur’an:
“ maka hadapkan lah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan terhadap fitrah Allah (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. (Q.S 30:30).
Manusia di ciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidak wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan.
Artinya manusia diciptakan Allah memiliki naluri tauhid, dan Allah itu bersifat tauhid, tapi banyak manusia yang tidak tahu akan ketauhidan nya itu.      
2.      Agama dan Pengaruhnya terhadap Kesehatan Mental
Kesehatan mental adalah ilmu yang meliputi sistem-sistem tentang prinsip-prinsip, peraturan-peraturan serta prosedur-prosedur untuk mempertinggi kesehatan rohani.[3] Kesehatan mental juga bisa diartikan bahwa suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman dan tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan batin[4] dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi[5]. Jadi kesehatan mental adalah kondisi batin yang dalam keadaan sehat tidak ada gangguan dari apaun.
Orang yang sehat mentalnya ialah orang yang dalam rohani atau dalam hatinya selalu tenang, aman dan tentram. Dalam ilmu kedokteran dikenal istilah psikosomatik (kejiwabadanan). Di maksudkan dengan istilah tersebut adalahuntuk menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang erat antara jiwa dan badan. Jika jiwa berada dalam kondisi yang kurang normal seperti susah, cemas, gelisah, dan sebagainya, maka badan turut menderita.
Di dalam tubuh manusia terdapat Sembilan jenis kelenjar hormon yang memproduksi persenyawaan-persenyawaan kimia yang mempunyai pengaruh biokimia tertentu, disalurkan lewat pembuluh darah dan selanjutnya memberi pengaruh kepada eksistensi dan berbagai-bagai kegiatan tubuh. Persenyawaan-persenyawaan itu di sebut hormon.
Hubungan antara kejiwaan dan agama dalam kaitannya dengan hubungan antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa, terletak pada sikap penyerahan diri seorang terhadap suatu kekuasaan yang maha tinggi. Sikap pasrah yang serupa itu di duga akan member sifat optimis pada diri seseorang sehingga muncul perasaan positif seperti rasa bahagia, rasa senang, puas, sukses, merasa dicintai atau rasa aman. Sikap emosi yang demikian merupakan bagian dari kebutuhan asasi manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan. Maka, dalam kondisi yang serupa itu manusia berada dalam keadaan tenang dan normal, berada dalam keseimbangan persenyawaan kimia dan hormone tubuh. Dengan kata lain, kondisi yang demikian menjadi manusia pada kondisi kodratinya, sesuai dengan fitrah kejadiannya, sehat jasmani, dan rohani. [6]
Salah satu cabang ilmu jiwa, yang tergolong dalam psikologi Humanistika di kenal logoterapi[7].
Logoterapi menunjukkan tiga bidang kegiatan yang secara potensial member peluang kepada seseorang untuk menemukan makna hidup bagi dirinya sendiri. Ketiga kegiatan itu adalah :
a.       Kegiatan berkarya, bekerja, dan mencipta, serta melaksanakan dengan sebaik-baiknya tugas dan kewajiban masing-masing.
b.      Keyakinan dan penghayatan atas nilai-nilai tertentu ( kebenaran, keindahan, kebajikan, keimanan dan lainya).
c.       Sikap tepat yang diambil dalam keadaan dan penderitaan yang tidak bisa dihindari  lagi.
Hubungan antara kejiwaan dan agama dalam kaitannya dengan hubungan antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa, terletak pada sikap penyerahan diri seorang terhadap suatu kekuasaan Yang Maha Tingg.[8]
Kehilangan makna hidup begitu besar pengaruhnya terhadap perubahan prilaku manusia. Kecanggihan Iptek bukan menjadikan manusia sebagai berperadaban, tetapi semangkin biadap. Naluri kemanusiaan berubah jadi naluri kebinatangan. Kekerasan muncul, baik dalam bentuk nyata, ataupun dalam bentuk imajinasi. Siapa kuat, dialah yang menang. Bagi yang tak kuat menanggung derita batin ini terpaksa mencari jalan sendiri. Yaitu bunuh diri.
Kehilangan makna hidup menyebabkan manusia mencari jalan sendiri-sendiri. Bertualang tanpa arah, terus mencari, siapa dan apa pun yang di duga mampu menawarkan obat penawar kesepian batin akan dihampiri. Berlindung dibawah manusia mistik, mencoba melabuhkan diri digemerlap hidup selebritis, berhura-hura di suasana klub malam, ataupun mengonsumsiminuman keras. Batin manusia modern bagaikan terpengaruhi oleh produk teknologi hasil rekayasa mereka sendiri, sangat ironis sekali.
Padahal sang Maha Pencipta sudah mewanti-wanti hal itu. Di kala manusia melupakan Sang Maha Pencipta dan kehilangan kesadarannya, kehidupannya jadi hampa. Ketentraman batin tersaput, hidup tanpa makna. Menjauhkan diri dari sang pencipta, berarti mengosongkan diri nilai-nilai imani, sungguh merupakan kerugian terbesar bagi manusia selaku makhluk berdimensi spiritual..


3.       Karakteristik Mental yang Sehat
a.       Dapat menyesuaikan diri
Penyesuian diri harus lah bisa kita lakukan karena apabila kita pergi ke tempat lain kita bisa berkomunikasi dengan baik dan juga kesehatan mental kita akan menjadi sehat karena kita sudah dapat menyesuiankan diri kita dimana pun kita berada.
b.      Terhindar dari gangguan jiwa
Gangguan jiwa artinya suatu masalah yang kita hadapi dan sangat sulit untuk diselesai kan, jika kita terhindar dari suatu masalah yang membuat kita menjadi permasalah yang sangat berat, maka kita akan memiliki mental yang sehat, tidak ada gangguan apapun.
c.       Memanfaatkan potensi semaksimal mungkin
Jika kita memiliki sesuatu potensi maka, jangan malu untuk menampilkannya, kita harus memanfaatkan pontensi tersebut dengan sebaik mungkin, jika tidak akan mengganggu kesehatan mental kita.
d.      Tercapai kebahagian pribadi dan orang lain
Kebahagian sangat lah penting bagi semua orang, semua orang pastinya ingin bahagia, tetapi tidak semua orang yang mendapatkan kebahagian yang ia cari. Jadi jika seseorang sudah tercapai kebagiannya maka ia akan memiliki mental yang sehat. [9]
Karakteristik pribadi yang sehat mental nya juga bisa dilihat dari aspek pribadi. Yang pertama adalah melalui fisiknya yaitu perkembangannya normal, berfungsi untuk melakukan tugas-tugasnya dan sehat, tidak sakit-sakitan. Yang kedua adalah melalui psikis yaitu respek terhadap diri sendiri dan orang lain, memiliki insight dan rasa humor, memiliki respons emosional yang wajar, mampu berpikir realistic dan objektif, terhindar dari gangguan-gangguan psikologis, bersifat kreatif dan inovatif, bersifat terbuka dan fleksibel, tidak difensif, dan memilki perasaan bebas untuk memilih, menyatakan pendapat dan bertindak. Yang ketiga adalah melalui sosial, yaitu memiliki perasaan empati dan rasa kasih sayang terhadap orang lain, serta senang untuk memberikan pertolongan kepada orang-orang yang memerlukan pertolongan,  mampu berhubungan dengan orang lain secara sehat, penuh cinta kasih dan persahabatan, dan bersikap toleran dan mau menerima tanpa memandang kelas sosial, tingkat pendidikan, agama, politik, suku, ras, atau warna kulit. Yang terakhir adalah Moral religious yaitu beriman kepada Allah dan taat mengamalkan ajaran-Nya dan jujur, amanah, ikhlas dalam beramal.   
4.      Ciri-Ciri Kesehatan Mental
Pada abad 17 kondisi suatu pasien yang sakit hanya diidentifikasi dengan medis, namun pada perkembangannya pada abad 19 para ahli kedokteran menyadari bahwa adanya hubungan antara penyakit dengan kondisi dan psikis manusia. Hubungan ini menyebabkan adanya timbale balik antara satu sama lain.
Memasuki abad 19 konsep kesehatan mental mulai berkembang dengan pesatnya namun apabila ditinjau lebih mendalam teori-teori yang berkembang tentang kesehatan mental masih bersifat sekuler, pusat perhatian dan kajian dari kesehatan mental tersebut adalah kehidupan di dunia, pribadi yang sehat dalam menghadapi masalah dan menjalani kehidupan hanya berorientasi pada konsep sekarang ini dan disini, tanpa memikirkan adanya hubungan antara masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang.
Solusi terbaik untuk dapat mengatasi masalah-masalah kesehatan mental adalah dengan mengamalkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari, kesehatan mental seseorang dapat ditandai dengan kemampuan orang tersebut dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya, mampu mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sendiri semaksimal mungkin untuk menggapai ridho Allah SWT, serta dengan mengembangkan seluruh aspek kecerdasan, baik kesehatan spiritual, emosi maupun kecerdasan intelektual.
Mental yang sehat tidak akan mudah terganggu oleh pemikiran yang stress orang yang memiliki mental sehat berarti mampu menahan diri dari tekanan-tekanan yang datang dari dirinya sendiri dan lingkungannya. Ciri-ciri orang yang memilki kesehatan mental adalah Memilki kemampuan diri untuk bertahan dari tekanan-tekanan yang datang dari lingkungannya[10].
5.      Efek Agama pada Kesehatan Mental dan Fisik
Berdasarkan penelitian bahwa agama tidak lah berpengaruh yang tidak baik bagi kesehatan mental dan fisik
a.       Efek pada kesehatan mental
Agama merupakan fator penting yang berupaya untuk mengatasi suasana hidup yang penuh dengan gangguan, agama juga dapat meramalkan siapa yang mendapatkan defresi. Dalam menghadapi sikap yang tak terhindar lagi bagi kondisi, menurut logo terapi, maka ibadah merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk membuka pandangan seorang akan nilai-nilai potensial dan makna hidup yang terdapat dalam diri dan sekitarnya.
Sejumlah kasus yang menunjukan adanya hubungan antara faktor keyakinan (agama) dengan kesehatan jiwa (mental) tampaknya sudah disadari para ilmuan beberapa abad yang lalu.
b.      Efek pada kesehatan fisik
Seseorang yang berkeyakinan atau beragama apabila terserang penyakit, lebih cepat sembuhnya dari pada yang tidak beragama atau tidak mempunyai keyakinan. Do’a penyembuhan terbukti menimbulkan tanggapan positif dari kalangan masyarakat luas dan memang   terbukti bisa menyembuhkan.[11]



6.      Terapi Keagamaan
Orang yang tidak merasa tenang, aman serta tentram dalam hatinya adalah orang yang sakit rohani atau mentalnya,[12] manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan dasar tertentu, tetapi tak jarang di jumpai bahwa seseorang tak mampu menahan keinginan bagi terpenuhnya kebutuhan dirinya. Dalam kondisi seperti itu akan terjadi pertentangan (konflik) dalam batin. Pertentangan ini akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam kehidupan rohani, yang dalam kesehatan mental disebut kekusutan rohani. Kekusutan rohani seperti ini disebut kekusutan fungsional.
Usaha pengulangan kekusutan rohani atau mental ini sebenarnya dapat dilakukan sejak dini oleh yang bersangkutan. Penyelesaian dengan memilih penyesuain diri dengan norma-norma moral yang luhur seperti bekerja dengan jujur, resignasi, sublimasi, dan kompentasi. Pendekatan terapi keagamaan ini dapat dirujuk dari informasi al-Qur’an sendiri sebagai kitab suci.
Didalam al-Qur’an sebagai dasar dan sumber ajaran Islam banyak ditemukan ayat-ayat yang berhubungan dengan ketenangan dan kebahagiaan jiwa sebagai halyang prinsipil dalam kesehatan mental. Ayat tentang kebahagiaan salah satunya tedapat dalam surat Al-Qashash ayat 77 yang artinya “dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) duniawi dan berbuat baik (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan jangan kamu membuat kerusakan di(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan (QS Al-Qashash:77)
Dalam ayat ini Allah memerintahkan orang Islam untuk merebut kebahagiaan akhirat dan kenikmatan dunia dengan jalan berbuat baik dan menjauhi perbuatan munkar. Keimanan, ketakwaan, amal soleh, berbuat yang makruf, dan menjauhi perbuatan keji dan munkar adalah merupakan factor penting dalam usaha pembinaan kesehatan mental.
   
7.      Kematian
kata mati dan kematian sebenarnya sudah sangat akrab dengan teliga manusia. Setiap orang pasti akan mengalaminya. Menjumpai kematian. Namun, manakala masih berada dalam kenikmatan hidup, manusia sering melupakan dengan kematian. Sebaliknya, bila usia semangkin sepuh atau didera sakit, maka baying-bayang kematian mulai muncul. Secara psikologis, turut mempengaruhi sikap dan prilaku manusia.
a.       Kematian dalam Agama
Setiap agama mengajarkan tentang adanya hari kebangkitan. Alam baru dalam kehidupan lain yang akan dialami oleh manusia mati. Dipercayai bahwa pada saat itu manusuia akan dihidupkan kembali guna diminta pertanggungjawabannya. Perbuatan baik akan memperoleh ganjaran kenikmatan hidup surgawi. Sebaliknya, perbuatan buruk akan diganjar dengan hukuman berupa siksaan neraka. Oleh karena itu, hari kebangkitan ini juga disebut sebagai hari pembalasan.
Kemudian dalam ajaran Islam, hari kebangkitan merupakan bagian dari rukun ima. Mengenai hari kebangkitan ini dikemukakan oleh Abul A’la al-Maududi: “ Yang wajib kita beriman kepadanya mengenai hari itu, ialah:
1)      Bahwa Allah akan menghapus semesta ala mini dan sekalian makhluk yang ada didalamnya pada suatu hari yang dikenal dengan hari kiamat.
2)      Kemudian Allah SWT akn menghidupkan mereka kembali sekali lagi dan mengumpulkan mereka di hadapan-Nya. Itu adalah mahsyar atau hari kebangkitan.
3)      Kemudian segala sesuatu yang diperbuat manusia, yang baik dan yang buruk dalam kehidupan dunia mereka, diajukan kepada pengadilan Allah SWT. Tanpa dikurangi dan tanpa dilebihkan.
4)      Allah SWT menimbang bagi tiap-tiap orang dari manusia akan perbuatannya yang baik dan yang buruk. Barangsiapa yang lebih berat dari timbangan perbuatan-perbuatannya yang baik, maka dia diampuni-Nya dan barang siapa yang lebih berat dari timbangan perbuatan-perbuatannya yang buruk, maka ia disiksa-Nya.    
b.      Psikologis kematian 
Secara psikologis, manusia usia lanjut terbebankan oleh rasa ketidakberdayaan. Kelemahan fisik, keterbatasan gerak, dan menurunkan fungsi alat indera, menyebabkan manusia usia lanjut merasa terisolasi mulai terasa adanya kekosongan batin.
Kekosongan batin akan kian terasa bila dihadapkan peristiwa-peristiwa kematian. Terutama bila dihadapkan pada kematian-kematian orang-orang yang terdekat atau paling di cintai.


0 comments: