Blue Wings - Working In Background

"Sambas"

Powered By Blogger

GOOGLE FEED BURNER

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Friday 18 November 2016

KEMATANGAN DAN PENGALAMAN BERAGAMA



A.  Perkembangan Agama Semasa Kecil
Semasa kecil saya tidak banyak tau mengenai agama, saya hanya tau saya selalu disuruh shalat dan mengaji. Tapi semua itu tetap saya lakukan walaupun terkadang rasa memberontak itu selalu ada karena kelelahan, ingin main, dan malas. Orangtua saya selalu menunjukkan muka sadis dan selalu membawa kayu api jika saya tidak mau melaksanakan sholat dan mengaji.
Menurut penelitian Ernest Harms perkembangan agama anak-anak itu melalui beberapa fase (tingkatan). Dalam bukunya The Development of Religious on Children, ia mengatakan bahwa perkembangan agama pada anak-anak iti melalui tiga tingkatan, yaitu:
1.    The Fairy Tale Stage (Tingkat Dongeng)
Tingkatan ini dimulai pada anak yang berusia 3 - 6 tahun. Pada tingkatan ini konsep mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh emosi dan fantasi.
2.    The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan)
Tingkat ini dimulai sejak anak masuk Sekolah Dasar hingga ke usia menganjak remaja. Pada masa ini, ide ke-Tuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan kepada kenyataan (realitas). Konsep ini timbul melalui lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama dari orang dewasa lainnya.
3.    The Individual Stage (Tingkat Induvidu)
Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang individualistis ini terbagi atas tiga golongan, yaitu:
a.    Konsep ke-Tuhanan yang konvesional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh luar.
b.    Konsep ke-Tuhanan yang lebih murni yang dinyatakan dalam pandangan yang bersifat personal (perorangan).
c.    Konsep ke-Tuhanan yang bersifat humanistik. Agama telah menjadi etos humanis pada diri mereka dalam menghayati ajaran agama. Perubahan ini setiap tingkatan dipengaruhi oleh perubahan intern, yaitu perkembangan usia dan faktor ekstern berupa pengaruh luar yang dialaminya.
Masa kecil merupakan masa yang menyenangkan karena fikiran masih labil, yang difikirkan hanyalah bermain kemudian pulang kerumah makan. Dirumahlah orangtua saya memainkan peranan sebagai guru pertama yang mengajarkan tentang agama kepada saya. Konsep ke-Tuhanan yang ditanamkan orangtua saya ketika usia saya kurang lebih 4 tahun, saya sudah dikenalkan siapa Tuhan, dan untuk apa kita shalat mengaji, puasa dan lain-lain, walaupun penjelasan itu hanyalah dasar-dasarnya saja tetapi saya sudah mulai memahami siapa itu Tuhan.
Berdasarkan penjelasan Ernest Harms diatas seorang anak yang berusia 3-6 tahun konsep ke-Tuhanannya masih dipengaruhi oleh emosi dan hayalan. Seperti itulah yang saya alami ketika saya berusia 3-6 tahun. Konsop ke-Tuhanan yang saya dapatkan banyak ketika saya bermain, bukan hanya konsep ke-Tuhanan saja melaikan juga konsep sosial dengan sesame teman-teman,  dan emosi saya saat itu sangat mempengaruhi proses belajar saya. Ketika saya lagi senang maka setiap apa yang didapat ataupun disampaikan oleh orang tua saya yang berkaitan dengan masalah agama atau pun masalah lain, maka semua itu akan saya turuti. Sedangkan apabila sebaliknya maka rasa memberontak akan timbul dalam hati.
Memasuki usia persekolahan banyak hal baru yang saya temui yang tidak saya dapatkan di rumah, mulai dari teman-teman baru, suasana baru tempat belajar baru, yang biasanya belajar hanya setakat dalam lingkungan keluarga. Selain mendapatkan pendidikan di sekolah orang tua saya memasukkan saya ke Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA). Di TPA inilah saya banyak mendapatkan pengetahuan agama. Ketika saya sudah mulai bersekolah orangtua saya selau menyuruh saya untuk selalu pergi shlat kemushala, itu semua untuk melatih saya supaya dapat bergaul dengan orang-orang tua atau pun bergaul dengan teman-temaman sebaya dengan saya. Menganjak usia dewasa pengetahuan pun semakin bertambah, pemikiran pun sudah mulai semakin matang.
Setelah menamatkan Sekolah Menengah Atas saya disuruh oleh orangtua saya untuk pergi mencari pengalaman keluar daerah. Akhirnya saya pun setuju untuk pergi keluar daerah yaitu pergi ke Balai Karangan Kabupaten Sanggau. Desa yang saya datangi adalah desa Satok kecamatan Sekayam Kabupaten Sanggau. Disana saya bekerja sebagai pekerja ladang sawit. Banyak hal yang saya temui ketika saya berada dalam daerah yang penuh dengan pohon sawit dan masyarakat penghuninya mayoritas berasal dari suku dayak. Adaptasi yang cukup tinggi sangat diperlukan ketika berada didaerah tersebut  karena penyesuaian antara daerah asal dengan daerah orang yang apalagi daerah tersebut yang mayoritas beragamakan Kristen. Masyarakat setempat sangat baik menyambut kedatangan kami, mereka menganggap kami macam saudara mereka juga, hanya saja kami yang menjaga jarak dengan mereka.
Suku dayak sangat terkenal dengan hokum adatnya . barangsiapa yang melakukan pelanggaran niscaya mereka akan melaksanakan hukum adat yang sangatlah berat. Kalau dilihat dari sisi Islam hukum yang meraka lakukan sangatlah tidak adil, karena hukum yang dijalankannya bersifat berat sebelah bagi kita yang masih baru, tetapi bagi mereka hukum yang mereka jalankan itu sangat  sesuai dan setimpal. Contohnya ketika kawan saya secara tidak sengaja melanggar seekor ayam milik penduduk dayak tersebut, dia langsung dikenakan hukum adat oleh ketua adat setempat, hukumannya berupa membayar denda sebanyak 500,000 rupiah. Sedangkan harga seekor ayam tersebut jika ditaksir paling mahal hanyalah 50.000  rupiah saja. Apakah hukum adat tersebut dapat dikatakan suatu pemerasan. Adakah keadalian dalam hukum tersebut.
Dikawasan perkebunan sawit tersebut saya banyak mengalami kejadian mistik. Pada malam tiba maka rasa takut tersebut pun akan tiba dikarenakan banyak makhluk halus yang berkeliaran diluar sana. Di sanalah saya baru merasakan adanya kehidupan makhluk ghaib pada malam hari, dan di sanalah saya merasakan perlunya beribadah meminta perlindungan dari Allah supaya dijauhkan dari makhluk-makhluknya yang selalu mengganggu kami pada saat malam tiba. Sebelumnya saya memang shalat lima waktu alhamdulillah tidak pernah tinggal,  tetapi setelah setiap malam kami diganggu oleh makhluk halus, beribadah  saypun semakin meningkat karena takut akan diganggu oleh makhluk halus tersebut. Selesai habis shalat saya mengaji tidak pernah tinggal, shalat sunnat pun tidak pernah tinggal. Di sinilah saya merasakan perlunya beribadah memohon perlindungan dengan Allah dari gangguan makhluknya yang tidak pernah kita inginkan keberadaannya.
Hanafi Anshari dalam bukunya yang berjudul “Dasar-Dasar Ilmu Jiwa Agama” menjelaskan kematangan atau kedewasaan seseorang dalam beragama biasanya ditunjukkan dengan kesadaran dan keyakinan yang teguh karena menganggap benar akan beragama yang dianutnya dan ia memerlukan agama dalam hidupnya. Seseorang yang matang dalam beragama bukan hanya memegang teguh paham keagamaan yang dianutnya dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dengan penuh tanggung jawab, melainkan kadang-kadang dibarengi dengan pengetahuan keagamaan yang cukup mendalam. Jika kematangan beragama telah ada pada diri seseorang, segala perbuatan dan tingkah laku keagamaannya senantiasa dipertimbangkan betul-betul dan dibina atas rasa tanggung jawab, bukan atas dasar peniruan dan sekedar ikut-ikutan saja.
Berdasarkan apa yang dikatakan oleh Hanafi Anshari, dahulunya semasa  usia Sekolah Menengah Atas keyakinan terhadap beragama saya masih dikatakan lima puluh-lima puluh, tapi setelah mengalamai suatu kejadian yang diluar nalar manusia, saya merasakann kebutuhan terhadap agama dan keyakinan saya terhadap beragama semakin bertambah.

Setelah beberapa bulan saya bekerja di ladang sawit akhirnya saya pun pulang ke kampung halaman saya. Semua kejadian yang saya alami sewaktu berada di tempat orang yang mayoritas bersukukan dayak tersebut saya ceritakan kepada ayah saya. Banyak hal yang ayah saya beritahukan kepada saya mengenai apa-apa yang saya alami sewaktu saya berada ditempat orang tersebut. Makhluk halus juga memiliki kehidupan yang sama dengan manusia. Tetapi makluk tersebut tidak dapat dilihat oleh manusia. Makhluk halus tersebut juga menginginkan ketenangan seperti halnya juga manusia. Mereka tidak mau kalau tempat mereka diganggu, dikotori apalagi dirusak. Seperti itulah yang ayah saya jelaskan kepada saya terkait masalah makhluk halus. Sesama makhluk Tuhan haruslah saling menghormati, menjaga, dan melindungi.

0 comments: