A. Perkembangan
Agama Semasa Kecil
Semasa kecil saya tidak banyak tau
mengenai agama, saya hanya tau saya selalu disuruh shalat dan mengaji. Tapi
semua itu tetap saya lakukan walaupun terkadang rasa memberontak itu selalu ada
karena kelelahan, ingin main, dan malas. Orangtua saya selalu menunjukkan muka sadis dan
selalu membawa kayu api jika saya tidak mau melaksanakan sholat dan mengaji.
Menurut penelitian Ernest Harms perkembangan
agama anak-anak itu melalui beberapa fase (tingkatan). Dalam bukunya The Development of Religious on Children, ia mengatakan bahwa
perkembangan agama pada anak-anak iti melalui tiga tingkatan, yaitu:
1.
The Fairy Tale Stage (Tingkat Dongeng)
Tingkatan ini dimulai pada anak yang berusia 3 - 6
tahun. Pada tingkatan ini konsep mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh
emosi dan fantasi.
2.
The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan)
Tingkat ini dimulai sejak anak masuk Sekolah Dasar
hingga ke usia menganjak remaja. Pada
masa ini, ide ke-Tuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan
kepada kenyataan (realitas). Konsep ini timbul melalui lembaga-lembaga
keagamaan dan pengajaran agama dari orang dewasa lainnya.
3.
The Individual Stage (Tingkat Induvidu)
Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi
yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan
yang individualistis ini terbagi atas tiga golongan, yaitu:
a.
Konsep ke-Tuhanan yang konvesional dan konservatif
dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi. Hal tersebut disebabkan oleh
pengaruh luar.
b.
Konsep ke-Tuhanan yang lebih murni yang dinyatakan
dalam pandangan yang bersifat personal (perorangan).
c.
Konsep ke-Tuhanan yang bersifat humanistik.
Agama telah menjadi etos humanis pada diri mereka dalam menghayati
ajaran agama. Perubahan ini setiap tingkatan dipengaruhi oleh perubahan intern,
yaitu perkembangan usia dan faktor ekstern berupa pengaruh luar yang
dialaminya.
Masa kecil merupakan masa yang
menyenangkan karena fikiran masih labil, yang difikirkan hanyalah
bermain kemudian pulang kerumah makan. Dirumahlah orangtua saya memainkan
peranan sebagai guru pertama yang mengajarkan tentang agama kepada saya. Konsep
ke-Tuhanan yang ditanamkan orangtua saya ketika usia saya kurang lebih 4 tahun,
saya sudah dikenalkan siapa Tuhan, dan untuk apa kita shalat mengaji, puasa dan
lain-lain, walaupun penjelasan itu hanyalah dasar-dasarnya saja tetapi saya
sudah mulai memahami siapa itu Tuhan.
Berdasarkan
penjelasan Ernest Harms diatas seorang anak yang berusia 3-6 tahun konsep
ke-Tuhanannya masih dipengaruhi oleh emosi dan hayalan. Seperti itulah yang
saya alami ketika saya berusia 3-6 tahun. Konsop ke-Tuhanan yang saya dapatkan
banyak ketika saya bermain, bukan hanya konsep ke-Tuhanan saja melaikan juga
konsep sosial dengan sesame teman-teman,
dan emosi saya saat itu sangat mempengaruhi proses belajar saya. Ketika
saya lagi senang maka setiap apa yang didapat ataupun disampaikan oleh orang
tua saya yang berkaitan dengan masalah agama atau pun masalah lain, maka semua
itu akan saya turuti. Sedangkan apabila sebaliknya maka rasa memberontak akan
timbul dalam hati.
Memasuki usia
persekolahan banyak hal baru yang saya temui yang tidak saya dapatkan di rumah, mulai dari teman-teman baru, suasana baru
tempat belajar baru, yang biasanya belajar hanya setakat dalam lingkungan
keluarga. Selain mendapatkan pendidikan di sekolah orang tua saya memasukkan saya ke Taman
Pendidikan Al-Qur’an (TPA). Di TPA inilah saya banyak mendapatkan pengetahuan
agama. Ketika saya sudah mulai bersekolah orangtua saya selau menyuruh saya
untuk selalu pergi shlat kemushala, itu semua untuk melatih saya supaya dapat
bergaul dengan orang-orang tua atau pun bergaul dengan teman-temaman sebaya
dengan saya. Menganjak usia dewasa pengetahuan pun semakin bertambah, pemikiran
pun sudah mulai semakin matang.
Setelah
menamatkan Sekolah Menengah Atas saya disuruh oleh orangtua saya untuk pergi
mencari pengalaman keluar daerah. Akhirnya saya pun setuju untuk pergi keluar
daerah yaitu pergi ke Balai Karangan Kabupaten Sanggau. Desa yang saya datangi
adalah desa Satok kecamatan Sekayam Kabupaten Sanggau. Disana saya bekerja
sebagai pekerja ladang sawit. Banyak hal yang saya temui ketika saya berada
dalam daerah yang penuh dengan pohon sawit dan masyarakat penghuninya mayoritas
berasal dari suku dayak. Adaptasi yang cukup tinggi sangat diperlukan ketika berada
didaerah tersebut karena penyesuaian
antara daerah asal dengan daerah orang yang apalagi daerah tersebut yang
mayoritas beragamakan Kristen. Masyarakat setempat sangat baik menyambut
kedatangan kami, mereka menganggap kami macam saudara mereka juga, hanya saja
kami yang menjaga jarak dengan mereka.
Suku dayak
sangat terkenal dengan hokum adatnya . barangsiapa yang melakukan pelanggaran
niscaya mereka akan melaksanakan hukum adat yang sangatlah berat. Kalau dilihat
dari sisi Islam hukum yang meraka lakukan sangatlah tidak adil, karena hukum
yang dijalankannya bersifat berat sebelah bagi kita yang masih baru, tetapi
bagi mereka hukum yang mereka jalankan itu sangat sesuai dan setimpal. Contohnya ketika kawan
saya secara tidak sengaja melanggar seekor ayam milik penduduk dayak tersebut,
dia langsung dikenakan hukum adat oleh ketua adat setempat, hukumannya berupa
membayar denda sebanyak 500,000 rupiah. Sedangkan harga seekor ayam tersebut
jika ditaksir paling mahal hanyalah 50.000
rupiah saja. Apakah hukum adat tersebut dapat dikatakan suatu pemerasan.
Adakah keadalian dalam hukum tersebut.
Dikawasan
perkebunan sawit tersebut saya banyak mengalami kejadian mistik. Pada malam
tiba maka rasa takut tersebut pun akan tiba dikarenakan banyak makhluk halus
yang berkeliaran diluar sana. Di sanalah saya baru merasakan adanya kehidupan makhluk ghaib pada malam
hari, dan di sanalah saya
merasakan perlunya beribadah meminta perlindungan dari Allah supaya dijauhkan
dari makhluk-makhluknya yang selalu mengganggu kami pada saat malam tiba.
Sebelumnya saya memang shalat lima waktu alhamdulillah tidak pernah tinggal, tetapi setelah setiap malam kami diganggu
oleh makhluk halus, beribadah saypun
semakin meningkat karena takut akan diganggu oleh makhluk halus tersebut.
Selesai habis shalat saya mengaji tidak pernah tinggal, shalat sunnat pun tidak pernah tinggal. Di sinilah saya merasakan perlunya beribadah memohon
perlindungan dengan Allah dari gangguan makhluknya yang tidak pernah kita
inginkan keberadaannya.
Hanafi Anshari dalam bukunya yang berjudul “Dasar-Dasar
Ilmu Jiwa Agama” menjelaskan kematangan atau kedewasaan seseorang dalam
beragama biasanya ditunjukkan dengan kesadaran dan keyakinan yang teguh karena
menganggap benar akan beragama yang dianutnya dan ia memerlukan agama dalam
hidupnya. Seseorang yang matang dalam beragama bukan hanya memegang teguh paham
keagamaan yang dianutnya dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dengan
penuh tanggung jawab, melainkan kadang-kadang dibarengi dengan pengetahuan
keagamaan yang cukup mendalam. Jika kematangan beragama telah ada pada diri
seseorang, segala perbuatan dan tingkah laku keagamaannya senantiasa
dipertimbangkan betul-betul dan dibina atas rasa tanggung jawab, bukan atas dasar peniruan dan sekedar
ikut-ikutan saja.
Berdasarkan apa yang dikatakan oleh Hanafi
Anshari, dahulunya semasa usia Sekolah
Menengah Atas keyakinan terhadap beragama saya masih dikatakan lima puluh-lima
puluh, tapi setelah mengalamai suatu kejadian yang diluar nalar manusia, saya
merasakann kebutuhan terhadap agama dan keyakinan saya terhadap beragama
semakin bertambah.
Setelah beberapa bulan saya bekerja di ladang
sawit akhirnya saya pun pulang ke kampung halaman saya. Semua kejadian yang saya
alami sewaktu berada di tempat orang yang mayoritas bersukukan dayak tersebut
saya ceritakan kepada ayah saya. Banyak hal yang ayah saya beritahukan kepada
saya mengenai apa-apa yang saya alami sewaktu saya berada ditempat orang
tersebut. Makhluk halus juga memiliki kehidupan yang sama dengan manusia.
Tetapi makluk tersebut tidak dapat dilihat oleh manusia. Makhluk halus tersebut
juga menginginkan ketenangan seperti halnya juga manusia. Mereka tidak mau
kalau tempat mereka diganggu, dikotori apalagi dirusak. Seperti itulah yang
ayah saya jelaskan kepada saya terkait masalah makhluk halus. Sesama makhluk
Tuhan haruslah saling menghormati, menjaga, dan melindungi.
0 comments:
Post a Comment